KPK Belum Simpulkan Keterlibatan Hakim PN Jaksel
Berita

KPK Belum Simpulkan Keterlibatan Hakim PN Jaksel

KPK akan memanggil saksi-saksi termasuk Majelis Hakim yang mengadili dan memutus perkara perdata tersebut.

Oleh:
Agus Sahbani/ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi belum bisa menyimpulkan adanya keterlibatan hakim dalam kasus dugaan korupsi suap terkait perkara perdata antara PT Eeastern Jason Fabrication Service (EJFS) selaku penggugat dengan PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) selaku tergugat yang ditangani Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).

"Kami belum simpulkan sampai sejauh itu, karena kami masih fokus pada tiga tersangka yang kami proses sekarang," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di gedung KPK, Jakarta, Rabu (23/8) malam seperti dikutip Antara.

Febri mengatakan semua pihak yang memiliki keterkaitan dan pengetahuan melihat atau mendengar baik rangkaian dana dan komunikasi sebelumnya, dan juga pihak-pihak yang mengetahui proses persidangannya tentu harus dilihat dan dipanggil sebagai saksi terlebih dulu.

"Termasuk (majelis) hakim yang mengadili, jika dibutuhkan keterangannya akan kami agendakan. Kami akan terus melakukan pemanggilan saksi-saksi untuk mengetahui proses kewenangan sidang perkara pokoknya. Meskipun untuk perkara pokok menjadi kewenangan pengadilan tersebut," kata Febri. Baca Juga: Suap Panitera PN Jakarta Selatan Berkorelasi dengan Putusan Hakim?

Sebelummyal, KPK telah menetapkan tiga tersangka dugaan suap terhadap Panitera Pengganti (PP) PN Jaksel terkait permintaan putusan penolakan atau pengabulan gugatan rekonvensi perkara perdata antara PT EJFS Pte Ltd dan PT ADI dan di PN Jakarta Selatan.  Yakni, PP PN Jaksel Tarmizi, kuasa hukum PT ADI Akhmad Zaini, dan Direktur Utama PT ADI Yunus Nafik. Ketiganya, terlibat transaksi suap yang disepakati sebesar Rp425 juta terkait penanganan putusan perkara perdata tersebut.    

Awalnya, Akhmad Zaini menerima pengembalian cek senilai Rp250 juta dari Tarmizi karena cek tersebut tidak dapat bisa dicairkan. Setelah itu, Akhmad mencairkan cek tersebut dan cek lain yang dibawa senilai Rp100 juta di Bank BNI Ampera ditransfer ke rekening BCA milik Tarmizi. Kemudian Akhmad melakukan transaksi pemindahbukuan antar rekening BCA di Bank BCA Ampera dari rekening miliknya ke rekening Tarmizi sebeser Rp300 juta.

Dari kegiatan operasi tangkap tangan ini, KPK mengamankan bukti pemindahan dana antarrekening BCA milik Akhmad ke rekening milik Tarmizi yaitu senilai Rp100 juta tertanggal 16 Agustus 2017 dengan dalih uang muka pembelian tanah dan Rp300 juta tertanggal 21 Agustus 2017 dengan dalih pelunasan pembelian tanah.

KPK mengamankan buku tabungan dan ATM milik Tarmizi yang diduga sebagai penampung dana. Diduga transfer dana tersebut bukan pemberian pertama, sebelumnya telah diterima pada 22 Juni 2017 melalui transfer antarrekening BCA dari Akhmad kepada Tarmizi senilai Rp25 juta sebagai dana operasional.

Sebagai pihak yang diduga sebagai pemberi suap, Akhmad Zaini dan Yunus Nafik disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a-b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Baca Juga: Dirut PT ADI Juga Tersangka Suap PP PN Jaksel

Pasal itu mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya. Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima suap, Tarmizi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

KPK juga telah menahan tiga tersangka tersebut pada tiga lokasi yang berbeda di Jakarta. Selain itu, faktanya tujuan suap (menolak gugatan) ini berbanding lurus dengan putusan majelis hakim PN Jaksel yang menolak gugatan EJFS, sehingga memenangkan pihak tergugat PT ADI. Adapun susunan majelis yang mengadili perkara tersebut yaitu Djoko Indiarto sebagai ketua dan dua hakim anggota Sudjarwanto dan Agus Widodo.
Tags:

Berita Terkait