Pasca Putusan MA, Menhub Disarankan Rumuskan Aturan Baru Taksi Online
Berita

Pasca Putusan MA, Menhub Disarankan Rumuskan Aturan Baru Taksi Online

Sebelum membuat aturan, Kemenhub perlu memahami terlebih dahulu fundamental bisnis taksi daring (online).

Oleh:
M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi transportasi online. Ilustrator: BAS
Ilustrasi transportasi online. Ilustrator: BAS
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan diminta untuk segera merumuskan aturan baru taksi daring menyusul putusan Mahkamah Agung terkait uji materi Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

Seperti dikutip Antara, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Danang Parikesit, mengatakan Kemenhub perlu memahami fundamental bisnis taksi daring (online). "Saya melihatnya fundamental bisnis ini harus dipahami, mungkin fundamental bisnis belum dipahami para regulator, sifatnya seperti apa, di Filipina menetapkan kategori baru, sehingga mereka 'other side' yang diperlakukan komoditas layanan berbeda dengan taksi, sehingga tidak membanding-bandingkan," tuturnya, Rabu (23/8), di Jakarta.

Menurut Danang, bisnis taksi daring sudah berubah dari tujuan awalnya yang merupakan "ride sharing" (berbagi tumpangan) dan bukan sebagai pekerjaan utama, tetapi pekerjaan sampingan. "Uber kontraktor di Amerika itu hanya 'side job' (pekerjaan sampingan), bukan 'main job' (pekerjaan utama), sehingga tidak diperlakukan kompetitor taksi, di Indonesia ini menjadi sulit karena itu permasalahan ini akan muncul terus," ucapnya.

Dia menambahkan, seharusnya perusahaan taksi daring menyerahkan model bisnis terlebih dahulu kepada pemerintah agar mengetahui polanya seperti apa. "Begitu akan memulai, serahkan dulu model bisnisnya ke pemerintah, bagaimana bisa 'sustain' (berkelanjutan), struktur bisnisnya itu ketahuan. Di Amerika 'charge' itu 37 persen pendapatan masuk ke mereka dipacu dengan pekerjaan 'full time', makanya di negaranya sendiri dia 'suffered' (mati-matian) karena tidak boleh jadi pendapatan utama," ujarnya.

Untuk itu, Danang menyarankan agar Kemenhub membuat tim untuk menyusun peraturan terkait taksi daring tersebut. "Kalau saya dengar Uber sama Grab mau diatur, itu sangat positif," katanya. (Baca Juga: Aturan Taksi Online Dibatalkan MA, Kemenhub Siap Taat Azas Hukum)

Meski demikian, menurut dia, PM 26/2017 sendiri sudah mengayomi kedua pihak, melindungi masyarakat dan taksi daring itu sendiri. "Saya melihat kepentingan publik, negara hadir di situ, ini dari awal saya selaku MTI, pemerintah hadis di sisi masyarakat, bukan operator," imbuhnya.

Dia mencontohkan tidak hanya di Amerika, di Inggris pun bermasalah karena keadilan dalam sisi pentarifan dipertanyakan antara tarif tetap dan argo.

Sementara itu, Ketua DPP Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan (Organda) Adrianto Djokosoetono menilai dengan dianulirnya PM 26/2017, maka harus kembali mengacu ke PM sebelumnya, yaitu PM 32/ 2016, di mana seluruh taksi daring harus didaftarkan menjadi taksi reguler.

"Kalau dianulir artinya mitra-mitra 'online' harus masuk ke taksi reguler, aturan yang sama, kerja yang sama, ciri-ciri yang sama," paparnya.

Menurut Adrianto, PM 26/2017 sudah mewadahi taksi daring sebagai angkutan resmi dengan nama angkutan sewa khusus, namun dengan putusan MA tersebut, maka keberadaannya kembali ilegal. (Baca Juga: Penetapan Tarif Taksi Online Sudah Berlaku, Menhub Berharap Kompetisi Berjalan Sehat)

"Kembali ilegal, mereka harus ke reguler, dulu 'kan ilegal, makanya kita siapkan wadah fasilitasi, sekarang dianulir, membuat resah, yang menuntut pengemudi 'online' membuat mitra resah mitra onlinenya sendiri. Ini 'kan enggak lucu jadinya pelat kuning lagi," katanya.

Untuk itu, dia mengimbau kepada mitra taksi daring anggota Organda untuk kembali memenuhi syarat menjadi taksi reguler sesuai dengan putusan MA. "Kami terpaksa harus mengiktui aturan, kami imbau ke taksi reguler dalam 90 hari atau per 1 November. Kita komunikasikan ke teman-teman mitra online siapapun yang menggugat, kalian sekarang harus mengurus izin ke reguler bukan ke angkutan sewa khusus karena sudah enggak ada," tambahnya.

Masih Berlaku
Sementara itu, Direktur Angkutan dan Multimoda Ditjen Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan, Cucu Mulyana menegaskan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek atau angkutan dalam jaringan (daring) masih berlaku hingga 1 November 2017. (Baca Juga: 11 Poin Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Transportasi Online)

"Bagi yang merasa dimenangkan di lapangan, seolah-olah bebas melakukan apapun, padahal enggak demikian. Jadi, dengan putusan Mahkamah Agung itu sampai 1 November 2016 masih berlaku," katanya saat ditemui di Kemenhub, Jakarta, Kamis (24/8).

Cucu mengaku pihaknya juga sudah menggelar pertemuan dengan pemangku kepentingan terkait, seperti Organda dan komunitas taksi daring, badan hukum serta perusahaan aplikasi untuk menciptakan suasa tetap kondisif di lapangan.

"Kemenhub harus antisipasi sejak dini, jangan sampai di lapangan timbul masalah. Jadi, saya minta perusahaan aplikasi ikut tanggung jawab wujudkan situasi kondusif itu," katanya.

Oleh karena itu, dia menyarankan kepada perusahaan aplikasi untuk membuat unit penanganan khusus dalam memantau keadaan di seluruh Indonesia. Sehingga, lanjut dia, apabila ada masalah bisa termonitor dan bisa saling membantu untuk segera menyelesaikan. "Dengan adanya putusan ini, kami sampaikan ke perusahaan aplikasi, jangan sampai informasikan putusan MA sepotong-sepotong karena di daerah ada informasi yang dimenangkan dan dikalahkan," katanya.

Cucu mengatakan saat ini Kemenhub telah mengumpulkan ahli hukum untuk menyusun peraturan yang baru terkait taksi daring. "Pertemuan pertama, masalah substansi regulasi, Kemenhub sudah melakukan pertemuan dengan ahli hukum. Kita ingin menerima masukan. Pertemuan kedua akan dilakukan lagi dengan ahli hukum lain. Harapan akan mendapatkan informasi yang memperkaya kajian Kemenhub jadi komprehensif," ujarnya.

Dia menyebutkan tidak hanya 14 poin yang sudah dianulir oleh MA, tetapi 18 poin yang akan masuk dalam ranah kajian. "Putaran kedua minggu depan selesai, terkait nomenklatur tidak berubah karena di UU Angkutan Umum kendaraan bermotor tidak dalam trayek," katanya.

Apabila tidak selesai dalam jangka waktu 90 hari, maka akan kembali ke PM 32/2016 yakni semua taksi harus masuk ke dalam taksi reguler dan berplat kuning.

Seperti diketahui, Mahkamah Agung mengabulkan uji materi dari enam orang yang kesemuanya adalah pengemudi angkutan sewa khusus yang menyatakan keberatan terhadap sejumlah pasal dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

MA menilai terdapat 14 pasal dalam PM 26 Tahun 2017 yang dianggap bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu UU No.20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dan UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Oleh MA ke-14 pasal ini telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, dan memerintahkan kepada Menhub untuk mencabut pasal-pasal yang terkait dengan 14 pasal dalam peraturan menteri tersebut.
Tags:

Berita Terkait