Salah Satu Pilar Perekonomian, BUMN Cermin Pasal 33 UUD 1945
Berita

Salah Satu Pilar Perekonomian, BUMN Cermin Pasal 33 UUD 1945

Inti Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan perekonomian disusun berdasar azas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Oleh:
M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Prof Arief Hidayat menegaskan bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan koperasi merupakan cermin dari Pasal 33 UUD 1945, karena itu pemerintah harus mendorong dominasi BUMN dan koperasi dalam perekonomian.

"Meski pengelolaan negara dilakukan secara demokratis, tapi Indonesia itu beda dengan negara lain karena demokrasi dan hukum yang ada harus tetap disinari Pancasila, khususnya sila Ketuhanan. Itu cita-cita 'the founding fathers' negeri ini," katanya di Kuta, Bali, Jumat (25/8).

Saat membuka Diskusi "Konsep Ideal Tata Kelola BUMN (Perspektif Bisnis dan Ketatanegaraan / Konstitusi)" yang digelar Forum Hukum BUMN itu, ia menjelaskan cita-cita "the founding fathers" itu dilandasi kebhinnekaan (kemajemukan) dalam banyak hal yang menjadi watak bangsa ini.

"Jadi, perekonomian bangsa ini tidak dapat ditarik ke kanan atau ke kiri, karena itu sistem ekonomi yang liberal-kapitalis (bebas/pasar) atau privatisasi itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945," katanya dalam diskusi yang dirangkai dengan Rapat Umum Anggota (RUA) Forum Hukum BUMN itu. (Baca Juga: Pakar HTN: Ada Tujuan Positif dari Keberadaan PP 72/2016)

Inti Pasal 33 UUD 1945 mengamanatkan perekonomian disusun berdasar azas kekeluargaan, cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara, dan bumi, air dan kekayaan alam didalamnya dikuasai oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Karena itu, MK membatalkan UU Sumber Daya Air yang bertentangan dengan konstitusi. Kalau menyangkut hajat hidup orang banyak mestinya diserahkan ke BUMN. Ada yang melontarkan alasan HAM bahwa itu universal, tapi konstitusi kita tidak begitu, kita tidak ke kanan dan ke kiri," katanya.

Menurut dia, privatisasi (swastanisasi) itu ditolak, tapi swasta itu tidak boleh menjadi sektor utama, melainkan BUMN dan koperasi harus mendominasi untuk sektor yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak untuk dikembalikan pada kemakmuran atau kesejahteraan rakyat. (Baca Juga: Dinilai Bertentangan dengan UU, KAHMI Uji Materi PP Holding BUMN)

"Kalau kita mengalami dis-orientasi, maka bangsa yang bhinneka ini akan mudah mengalami dis-trust dan lambat-laun akan mengarah pada saling curiga, lalu pembangkangan dan akhirnya terjadi anarkhis atau perpecahan. Itu harus dicegah dengan kembali pada Konstitusi (UUD 1945) sebagai cita-cita utama dari para pendiri negeri ini," katanya.

Dalam kesempatan itu, ahli hukum tata negara yang pernah menjadi hakim MK Dr H Harjono SH MCL menegaskan bahwa "dikuasai negara" memang tidak harus dimaknai dengan negara menjadi pengusaha, melainkan negara dapat membuat regulasi untuk mencegah "penjajahan" ekonomi. (Baca Juga: Pemerintah Godok PP Holding BUMN Migas)

"Regulasi itu bisa dengan memosisikan BUMN sebagai kepanjangan negara yang tidak meninggalkan prinsip-prinsip bisnis, karena itu negara harus membuat klasifikasi pada bidang-bidang yang memerlukan peranan BUMN dan tidak, apa bidang yang disebut strategis oleh negara," katanya.

Sementara itu, Guru Besar FEB UI Prof Firmanzah PhD menegaskan bahwa BUMN memang diharapkan bergerak selincah swasta, namun sektor swasta hanya diatur oleh tiga UU (PT pasar modal, dan sektoral), sedangkan BUMN diikat oleh delapan UU.

"BUMN Tamasek di Singapura itu dilepas dari negara dan hanya diminta bisnis, sedangkan BUMN di Tiongkok itu justru menyatukan bisnis dan negara didalamnya, namun BUMN di Indonesia tidak seperti itu, karena diminta berorientasi nasionalis atau sosial tapi sekaligus komersial," katanya.

Dalam konteks komersial, BUMN di Indonesia saat ini menghadapi tiga tantangan yakni pelayanan (service), pertumbuhan Generasi Y yang serba IT, dan pengaruh politisi/parpol, karena itu para pengelola BUMN di Indonesia merupakan "petarung tangguh" dibandingkan negara lain.

Acara yang berlangsung sehari itu juga menghadirkan Edphawin Eddy Jetjirawat dan Law Heng Dean (Temasek) dan Muhammad Ali (PT PLN Persero) sebagai praktisi yang menceritakan pengalamanya dalam mengelola BUMN terkait kepentingan komersial dan kontribusi pada negara.

"Untuk mengimplementasikan Pasal 33 UUD 1945 yang mendorong kesejahteraan rakyat itu, kami memang harus pintar dalam berbisnis yang untung tapi juga berkontribusi untuk masyarakat, karena itu kami melakukan effisiensi dan juga melakukan peran sosial melalui BUMN Hadir untuk Negeri dan Sinergi antar-BUMN," kata Muhammad Ali.

Tags:

Berita Terkait