Penegakan Hukum Efektif Bisa Antisipasi Intoleransi
Berita

Penegakan Hukum Efektif Bisa Antisipasi Intoleransi

Aparat dituntut tegas menindak kelompok penebar kebencian.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi ujaran kebencian. Ilustrator: BAS
Ilustrasi ujaran kebencian. Ilustrator: BAS
Salah satu persoalan yang dihadapi pemerintah dan aparat penegak hukum belakangan ini berkaitan dengan maraknya intoleransi. Untuk mengatasi masalah ujaran kebencian, aparat kepolisian telah dibekali panduan sebagaimana tertuang dalam SE Kapolri No: SE/6X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian.

Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, mengatakan intoleransi bisa diantisipasi jika penegakan hukum bekerja efektif. Aparat kepolisian perlu membangun perspektif yang sama dalam rangka menangani persoalan yang berkaitan dengan kebebasan berkeyakinan dan beragama agar penanganan kasus bisa dilakukan secara baik, proporsional dan melindungi HAM.

Al melihat di beberapa daerah aparat kepolisian berhasil mengatasi masalah intoleransi yang berbentuk kekerasan.  Misalnya, kasus presekusi di Jakarta, aparat berhasil menangkap pelakunya. Ada juga di sebagian daerah aparat gagal mengantisipasi peristiwa intoleransi seperti yang dialami kelompok Ahmadiyah di Cikeusik. “Penting bagi aparat kepolisian punya perspektif yang sama dalam menegakan hukum untuk melindungi warga negara dari segala bentuk kekerasan,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Senin (29/8).

(Baca juga: Jelang Hari Lahir Pancasila, Sejumlah Advokat Nyatakan Sikap Bela Pancasila).

Selain itu persoalan yang dihadapi Polri dalam rangka menangani masalah kebebasan berkeyakinan dan beragama bukan hanya internal tapi juga eksternal seperti kebijakan yang diterbitkan pemerintah dan tekanan massa. Tapi, apa pun kendala yang dihadapi kepolisian harus mencegah agar kekerasan tidak terjadi dalam kasus kebebasan berkeyakinan dan beragama.

Kepemimpinan Polri dari tingkat pusat sampai daerah yang berkomitmen menjamin kebebasan berkeyakinan dan beragama sangat penting. Hal tersebut akan berdampak pada aparat yang bertugas di lapangan. Kemudian, Polri juga harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai sampai di tingkat polsek, khususnya untuk daerah yang rawan konflik. “Pemenuhan anggaran bagi kebutuhan Polri juga penting,” ujar Al.

Al mengingatkan eskalasi konflik yang berkaitan dengan identitas seperti suku, ras dan agama semakin meningkat jika ada kontestasi elit politik yang bertarung dalam Pemilu dan Pilkada. Peran aparat kepolisian sangat penting untuk menjaga agar kekerasan tidak terjadi.

(Baca juga: Ini Sanksi Bagi yang Membubarkan Ibadah Keagamaan Secara Paksa).

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, Azyumardi Azra, menegaskan tugas Polri melindungi seluruh umat yang menjalankan keyakiannya baik mayoritas dan minoritas. Kepolisian tidak berwenang menyebut suatu aliran sebagai sesat atau tidak, tapi harus melindungi semua warga negara. “Polisi tidak boleh tunduk pada tekanan massa, polisi harus melindungi warga negara yang menjalankan keyakinannya,” urainya.

Bagi Azyumardi, aparat kepolisian harus tegas menangkap dan menindak para pelaku kekerasan. Jika suatu aliran dianggap menyimpang, layaknya itu di bawa ke ranah pengadilan. Jangan sampai Indonesia menjadi negara gagal ketika aparat tidak mampu melindungi warga negara dari kekerasan. “Tugas polisi harus melindungi warga negara sekalipun kelompok itu dianggap sesat,” tegasnya.

(Baca juga: Hukum Belum Mampu Melindungi Minoritas).

Profesor riset LIPI, Mochtar Pabottingi, menekankan kepada aparat kepolisian untuk menindak kelompok yang menebar paham kebencian dan tidak sejalan konstitusi. Namun, jika ada suatu kelompok yang dianggap sesat tapi dia tidak menebar kebencian, tidak melanggar hukum dan menjunjung konstitusi, aparat kepolisian wajib memberi perlindungan.
Tags:

Berita Terkait