‘Menyatukan’ Suara Jamaah dalam Voting PKPU Sementara First Travel
Utama

‘Menyatukan’ Suara Jamaah dalam Voting PKPU Sementara First Travel

Rombongan jamaah yang memberi kuasa pada sejumlah pengacara ditengarai punya tujuan yang berbeda dari upaya Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), sehingga suara dalam voting PKPU sementara menjadi tidak ‘bulat’.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Kuasa hukum jamaah dari Advokat Pro Rakyat, Riesqi Rahmadiansyah. Foto: NNP
Kuasa hukum jamaah dari Advokat Pro Rakyat, Riesqi Rahmadiansyah. Foto: NNP
Tim Pengurus dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel memanggil kreditur termasuk calon jamaah agar hadir pada rapat pembahasan rencana perdamaian. Dalam rapat tersebut, mereka diminta melakukan voting untuk setuju atau tidak setuju atas proposal perdamaian yang diajukan First Travel.

Kuasa hukum jamaah dari Advokat Pro Rakyat, Riesqi Rahmadiansyah, mengatakan bahwa pihaknya khawatir proses voting tersebut tidak menemui titik temu sehingga berakhir pailit dan justru semakin merugikan jamaah. Menurutnya, suara ketika proses voting tidak serta merta dihitung berdasarkan total jamaah yang memiliki bukti tagihan yang sah. Sehingga, ia memprediksi ada kemungkinan kedudukan jamaah yang juga selaku kreditur akan ‘kalah suara’ dengan kreditur lainnya.

Standing point saya, mereka jamaah bukan kreditur. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka, ini sudah masuk proses hukum, kita harus ikuti,” kata Riesqi kepada hukumonline, Rabu (30/8).

Riesqi menambahkan, sejauh ini tercatat ada 200 calon jamaah memberikan kuasa kepada tim dari Advokat Pro Rakyat. Bukan tidak mungkin, ke depan jumlah tersebut bertambah seiring berjalan waktu. Riesqi sendiri memprediksi setidaknya ada kemungkinan bertambah kurang lebih 10.000 jamaah sebelum proses rapat kreditur dimulai di pengadilan. Dan apabila itu benar terjadi, Riesqi menegaskan saat proses voting akan menolak First Travel untuk dipailitkan.

Namun, Riesqi sendiri mendapati di kalangan calon jamaah sendiri ‘terbelah’ melihat proses hukum yang kini terjadi pada First Travel. Mereka, kata Riesqi, tidak begitu memperhatikan proses PKPU dan lebih cenderung mendukung proses pidana yang saat ini berjalan dan ditangani Bareskrim Polri. Advokat Pro Rakyat, lanjut Riesqi, terus menerus menjelaskan bahwa ketika mereka tidak ikut dalam PKPU, maka sama saja jamaah mengabaikan hak-haknya sendiri.

Semua orang kejar ke pidana. Tanpa dikejar, Polisi akan tetap bekerja. PPATK sebut jumlah rekening, ketika masih ada aset, jangan dipailitkan dulu. Lebih baik asetnya nanti dipakai untuk pertanggungjawaban,” kata Riesqi.

(Baca Juga: Untung Rugi Bila PKPU First Travel Berujung Pailit)

Hal tersebut diamini oleh Ketua Umum Komnas Haji & Umrah, Mustolih Siradj. Tak semua jamaah yang dijelaskan, menerima konsekuensi hukum dari upaya PKPU yang kini mengikat seluruh pihak termasuk jamaah yang tidak mengajukan PKPU. Dalam pengalaman Mustolih sendiri, calon jamaah punya respons yang beragam setelah dijelaskan soal proses hukum PKPU seperti mempertanyakan bagaimana nasib uang mereka ketika aset perusahaan tidak cukup untuk membayar kepada kreditur termasuk jamaah.

“Kita dari Komnas Haji & Umrah mulai arahnya memberikan pencerahan sudah pada level tidak lagi memberikan ‘angin surga’ bahwa uangnya akan kembali. Kita dengan kondisi seperti sekarang, kita berikan informasi yang paling buruk kira-kira, yaitu tidak berangkat dan uang itu tidak kembali,” kata Mustolih kepada hukumonline, Kamis (30/8).

Mustolih melanjutkan, hal tersebut disampaikan menyusul pernyataan dari pihak Bareskrim dan PPATK terkait aset dan utang yang harus dipertanggungjawabkan First Travel. Meski begitu, pihak Komnas Haji & Umrah beserta dengan 300 kuasa calon jamaah memastikan akan segera merapatkan diri kepada Tim Pengurus PKPU First Travel agar dimasukan dalam daftar kreditur agar bisa ikut serta dalam proses voting tersebut. Mustolih mengungkapkan, sejauh ini pihaknya masih menyiapkan persyaratan teknis untuk ikut dalam rapat kreditur tersebut.

“Itu akan kita ikuti, kita persiapkan karena secara teknis butuh surat kuasa baru walaupun sebelumnya sudah ada surat kuasa,” kata Mustolih.

Mustolih memprediksi akan ada dua perdebatan antara jamaah yang mungkin terjadi dalam proses voting, yakni kreditur yang memilih untuk diberangkatkan dan kreditur yang memilih dikembalikan dananya (refund). Sementara, kurang lebih 10 kuasa hukum lainnya yang mewakili jamaah First Travel punya target yang berbeda-beda dari upaya PKPU, di antaranya dua hal tersebut, yakni tetap diberangkatkan atau dikembalikan uangnya.

(Baca Juga: Bos First Travel Janji Refund Rp4,29 Miliar pada Agustus dan September)

Mustolih sendiri dari awal tegas meminta refund bahkan Komnas Haji & Umrah telah lebih progresif karena menerima komitmen secara langsung di atas kertas ketika bertemu Direktur Utama dan Direktur First Travel, Andika Surachman dan Anniesa Desvita Hasibuan pada 24 Juli 2017. Menurut Mustolih, karena kesepakatan sebelumnya tersebut kedudukan 300 calon jamaah yang memberikan kuasa kepada Komnas Haji & Umrah punya kedudukan yang berbeda dengan kreditur lain.

“Saya kira ini akan terjadi pada rapat kreditur yang akan datang. Soal nanti akhirnya kreditur mau seperti apa, itukan proses di pengadilan. Saya prediksi dua ‘arus’ (refund dan diberangkatkan) akan ada dalam rapat kreditur,” kata Mustolih.

Dimintai tanggapannya, Ketua Asosasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) Jamaslin James Purba mengatakan bahwa kedudukan jamaah First Travel dalam proses voting sebagai kreditur konkuren lantaran hanya bermodalkan surat atau kontrak yang menjadi utang bagi First Travel. Namun, status sebagai kreditur konkuren tersebut tidak punya konsekuensi langsung apakah merugikan atau menguntungkan mereka dalam proses voting.

“Status mereka sebagai kreditur konkuren karena mereka tidak memegang jaminan atau agunan,” kata James kepada hukumonline, Rabu (30/8).

Sebagaimana diketahui, Pasal 281 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang pada intinya mengatur bahwa rencana perdamaian dapat diterima dengan syarat apabila dalam voting tersebut disetujui secara bersama-sama oleh mayoritas kreditor konkuren yang hadir dalam rapat kreditor dan mayoritas kreditor separatis yang hadir dalam rapat kreditor.

Namun, terpenting adalah mayoritas kreditur separatis mutlak karena walaupun seluruh kreditor konkuren menyetujui usul perdamaian, Jika mayoritas kreditor separatis menolak perdamaian, maka rencana perdamaian wajib ditolak. Dapat digambarkan, debitor mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya apabila hartanya dieksekusi oleh mayoritas kreditor separatis yang tidak menyetujui dan tidak terikat ke dalam perjanjian perdamaian.

“Dalam voting PKPU maka yang berhak ikut voting adalah kelompok kreditur separatis dan kelompok konkuren. Soal menguntungkan atau tidak, tidak terlalu relevan karena bagi kreditur yang utama adalah apakah proposal yang ditawarkan kreditur. Kreditur punya hak menolak atau menerima proposal tersebut,” kata James.

Sekadar informasi, Majelis Hakim pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada (22/8) mengabulkan permohonan PKPU Sementera First Travel yang diajukan Hendarsih, Euis Hilda Ria, dan Ananda Perdana Saleh yang diwakili kepada kuasa hukumnya Anggi Putra Kusuma. Pengadilan juga menunjuk Titik Tejaningsih, Hakim Niaga pada Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sebagai Hakim Pengawas dan menunjuk Sexio Yuni, Abdillah, Ahmad Ali Fahmi, Lusyana Mahdaniyar sebagai Pengurus dari Termohon PKPU.

Jadwal pelaksanaan rapat kreditur sendiri, menurut Penetapan Hakim Pengawas Nomor 105/PDT.SUS-PKPU/2017/PN.Niaga.JKT.PST tertanggal 25 Agustus 2017. Sebelum jamaah masuk dalam daftar kreditur, Tim Pengurus PKPU mensyaratkan sejumlah dokumen seperti Surat Pengajuan Tangihan di atas Materai Rp6rb dengan mencantumkan sifat dan jumlah tagihannya, copy Salinan bukti bukti setor/kwitansi pembayaran/bukti lainnya, copy identitas Kreditor/Kuasanya, dan bagi Kuasa yang mewakili lebih 10 Kreditor diwajibkan membawa softcopy data tagihan.

(Baca Juga: Termasuk Kreditor First Travel? Ini yang Harus Segera Anda Sampaikan ke Tim Pengurus)

1.    Jadwal Rapat Kreditor Pertama, Selasa, 5 September 2017, Pukul 10.00 WIB, bertempat di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Jakarta Pusat;
2.    Batas akhir pengajuan tagihan Kreditor sampai dengan hari Jumat, tanggal 15 September 20117, pukul 16.00, bertempat di Kantor Pengurus;
3.    Rapat pencocokan Piutang akan diadakan pada hari Rabu, 27 September 2017, Pukul 10.00 WIB, bertempat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat;
4.    Rapat Pembahasan Rencana Perdamaian akan diadakan pada hari Jumat, 29 September 2017, bertempat di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

Sebelumnya, Kuasa Hukum First Travel Deski mengatakan pihaknya akan segera mengajukan usulan perdamaian yang paling menguntungkan buat para jamaah.Pihaknya akan berkoordinasi dengan Andika dan Anniesa Hasibuan terkait usulan perdamaian tersebut sehingga ia masih belum bisa merinci skema apa yang nantinya akan ditawarkan kepada jamaah. Sejauh ini, Deski mengatakan lebih mudah bila memberangkatkan para jamaah ketimbang memenuhi keinginan mereka untuk refund sehingga ia berharap para kreditur menerima usulan perdamaian yang nanti mereka ajukan.

“Kalau usulan perdamaian diterima (kami) akan jalankan. Kalau ditolak, maka (First Travel) akan dipailitkan. Kami rasa itu akan rugikan semua orang. Kami akan berunding dengan kreditur agar usulan ini menemukan keadilan untuk semua,” kata Deski.

Sementara, salah seorang Tim Pengurus PKPU, Sexio Yuni Noor Sidqi mengatakan bahwa masa PKPU sementara selama 45 hari dapat diperpanjang sampai 270 hari menjadi PKPU tetap apabila proposal perdamaian yang diajukan First Travel belum bisa diterima oleh para kreditur termasuk calon jamaah. Apabila proposal perdamaian diterima para kreditur, maka akan dibuat homologasi perdamaian oleh majelis hakim kemudian status PKPU First Travel berakhir dan diumumkan melalui koran atau media masa.

“Tim Pengurus akan berkoordinasi dan bersinergi dengan Bareskrim terkait dengan informasi aset First Travel baik yang telah maupun yang belum disita. Proses pidana sebisa mungkin sinergi dengan PKPU ini agar hak keperdataan jamaah terlindungi serta Tim Pengurus akan berkomunikasi dan meminta debitur (First Travel) untuk terbuka terkait aset serta menyusun proposal Perdamaian yang diajukan kepada Kreditur dengan opsi memberangkatkan umroh dan/atau maupun refund (pengembalian dana),” kata Sexio.
Tags:

Berita Terkait