Kejaksaan Bentuk Direktorat Narkoba dan Terorisme
Berita

Kejaksaan Bentuk Direktorat Narkoba dan Terorisme

Kedua direktorat tersebut masuk pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum).

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Kejaksaan Agung (Kejagung) segera membentuk dua direktorat pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), Direktorat Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya serta Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara. Hal ini merupakan bentuk penyempurnaan struktur di tubuh kejaksaan.

"Hal itu seiring dengan adanya Keputusan Presiden yang memberi ruang dilakukannya penyempurnaan struktur organisasi Kejaksaan RI atas hasil pembahasan dan persetujuan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi," kata Jaksa Agung HM Prasetyo dalam sambutan Pembukaan Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Bidang Tindak Pidana Umum (Pidum) dan Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara, Rabu (13/9).

Pada kesempatan yang sama, Prasetyo meminta seluruh jaksa agar serius dalam pelaksanaan tugas prapenuntutan saat menerbitkan P19 atau berkas perkara untuk dilengkapi dan P21 atau berkas sudah lengkap. Menurutnya, professional seorang jaksa dalam menangani perkara merupakan hal yang penting.

"Berdasar pengamatan saat ini masih ditemukan sikap tidak sungguh, asal-asalan dan tidak profesional para jaksa baik itu sengaja dilakukan atau tidak jarang tidak memperhatikan atau bahkan mengabaikan pemenuhan unsur yuridis serta ketentuan yang berlaku," katanya.

Ia menambahkan lebih naifnya justru tidak jarang karena hanya dilatarbelakangi atas adanya kepentingan pribadi yang berkaitan dengan pemberian janji atau hadiah, intervensi maupun pesanan dari pihak tertentu, sehingga tega menggadaikan dan menjual kehormatan diri dan profesi terhormatnya sebagai jaksa dengan cara merekayasa kasus ditutup dengan terjadinya praktik transaksional. Fenomena semacam ini sudah saatnya dibuang jauh-jauh dan dihentikan.

Dikatakan Prasetyo, sejak sekarang rasanya sudah sepantasnya untuk tidak akan lagi memberikan tempat bagi jaksa yang masih meneruskan sikap dan kebiasaan seperti itu tetap berada di tubuh Korps Adhyaksa. Hal ini dikarenakan apapun alasannya dapat dipastikan, menciderai, menggeneralisir dan akan menjadi penyebab selalu tergerusnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi kejaksaan.

(Baca Juga: Jaksa Agung Ingatkan Jajarannya Soal Serangan Balik Koruptor)

"Salah satu hal penting yang saya minta kepada para jaksa adalah agar selalu benar-benar dan sungguh-sungguh mempedomani, mematuhi dan melaksanakan standar operasional prosedur teknis administrasi dan teknis yuridis dalam setiap penanganan perkara , dan agar tidak ada lagi oknum kejaksaan yang 'bermain-main' dengan penanganan perkara," katanya.

Persoalan lain yang juga patut mendapat perhatian aparatur kejaksaan adalah berkenaan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah inkracht yang juga dapat menjadi sebuah permasalahan serius apabila tidak diselesaikan secara tuntas.

Jaksa Agung HM Prasetyo meminta seluruh jaksa sunguh-sungguh dalam pelaksanaan tugas prapenuntutan dalam penerbitan P19 atau berkas perkara untuk dilengkapi dan P21 atau berkas sudah lengkap, dan jangan asal-asalan. Hal lain yang disorot adalah waktu penyelesaian atau eksekusi pidana tambahan sehingga tak membuat menumpuknya perkara.

"Begitu pula halnya dengan penyelesaian pidana tambahan maupun eksekusi barang bukti yang dinyatakan dalam putusan hakim pidana, karena mengabaikan pelaksanaan dan penyelesaiannya pada akhirnya hanya akan memperbanyak dan menjadikannya tunggakan dan berkurangnya nilai serta kualitas penanganan perkara yang berimplikasi juga pada tiadanya kepastian hukum atas keputusan pengadilan yang sudah seharus tidak kalah penting, perlu diwujudkan, mencegah munculnya masalah lain yang berpotensi dipersalahkannya institusi kita," paparnya.

Atas dasar itu semua, Prasetyo menyerukan kepada segenap jajaran kerja bidang tindak pidana umum, baik di pusat maupun di daerah agar segera merumuskan sebuah formula yang tepat dan efektif serta selalu melakukan evaluasi dan pengawasan atas penyelesaian setiap dan semua perkara, tidak hanya berkenaan pada penyelesaian putusan pidana pokoknya saja.

"Tetapi juga penyelesaian atas pidana tambahan maupun denda, biaya perkara dan barang buktinya," katanya.

Sebelumnya, dalam rangka kerja sama memberantas korupsi, tiga institusi penegak hukum, Kejaksaan Agung, KPK dan Kepolisian Republik Indonesia menandatangani nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU). Isi MoU intinya bila salah satu pihakmemanggil personel pihak lainnya, maka pihak yang melakukan pemanggilan tersebut harus memberitahukan kepada pimpinan personel pihak yang dipanggil.

(Baca Juga: Ini 3 Pejabat Penghubung Pelaksana Jalannya SPDP Online)

Selain itu, bila salah satu pihak melakukan penggeledahan, penyitaaan atau memasuki kantor pihak lainnya, maka pihak yang melakukannya, memberitahukan kepada pimpinan pihak yang menjadi obyek dilakukannya tindakan tersebut, kecuali tertangkap tangan. Dalam MoU juga diatur bahwa ketiga pihak akan bekerja sama dalam sosialisasi, pendidikan dan pelatihan terkait upaya pemberantasan korupsi.

Ketua KPK Agus Raharjo menyebut, salah satu perbedaan MoU ini dari MoU sebelumnya adalah dengan adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan Elektronik atau e-SPDP. (Baca Juga: Atasi Masalah Penyidikan, KPK Rancang SPDP Online)

"Jadi SPDP ini nantinya akan online supaya di tingkat pusat, baik KPK, Polri dan Kejagung punya data dan info yang sama terkait penanganan tipikor di seluruh Indonesia," katanya.
Tags:

Berita Terkait