Buruh Kritik Rencana Transaksi Non Tunai di Gerbang Tol
Berita

Buruh Kritik Rencana Transaksi Non Tunai di Gerbang Tol

Bisa berupa PHK atau kontrak tidak diperpanjang.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi gerbang pembayaran jalan tol. Foto: MYS
Ilustrasi gerbang pembayaran jalan tol. Foto: MYS
Rencana Pemerintah menerapkan pembayaran dengan kartu atau ­e-money dalam pembayaran transaksi di jalan tol tak hanya berkutat pada pengenaan biaya tambahan bagi konsumen. Penggunaan kartu untuk semua pintu pembayaran tol praktis akan mengurangi jumlah pekerja. Itu sebabnya, rencana penerapan transaksi non-tunai di jalan tol dan pengurangan jumlah pintu tol dikritik kalangan buruh.

Presiden KSPI, Said Iqbal, menilai rencana itu mengancam pekerjaan sekitar 20 ribu buruh yang selama ini bekerja di gerbang tol sebagai kasir. Jika puluhan ribu pekerja gerbang tol di seluruh Indonesia itu mengalami PHK, kesenjangan ekonomi akan meningkat dan daya beli buruh semakin terpukul.

Menurut Iqbal rencana itu merupakan bagian dari gerakan nasional non tunai yang digulirkan Bank Indonesia sejak 2014. Selaras itu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong pelaksanaan transaksi non tunai di gerbang tol. Otomatisasi gerbang tol itu akan dilakukan secara bertahap di seluruh Indonesia. Rencana itu diperparah dengan berlakunya sistem satu tarif di ruas tol Jagorawi.

(Baca juga: Meneropong Sisi Bisnis di Balik Penerapan Transaksi Non Tunai di Jalan Tol).

Untuk mencari penyelesaian atas persoalan tersebut Iqbal mengatakan KPSI akan menggunakan peluang yang ada baik demonstrasi, kampanye, maupun kemungkinan mengajukan gugatan. Menurutnya pemerintah harus mencermati berbagai aspek sebelum menerapkan transaksi non tunai di gerbang tol. Beberapa negara maju menggunakan mekanisme itu karena tingkat pengangguran relatif rendah dan daya beli masyarakat tinggi. Sehingga dibutuhkan efisiensi dan peningkatan produktivitas, salah satunya melalui gerbang tol elektronik.

Tapi kondisi di Indonesia sangat berbeda dan belum tepat untuk penerapan transaksi non tunai di seluruh gerbang tol. Iqbal mencatat jumlah pengangguran di Indonesia saat ini masih besar dan daya beli masyarakat lemah. Hal itu bisa dilihat dari tutupnya beberapa perusahaan di sektor retail, garmen dan keramik.

Iqbal mengingatkan kepada pemerintah termasuk BUMN, khususnya yang menjadi operator jalan tol memiliki tanggung jawab untuk menjalankan amanat konstitusi menciptakan lapangan pekerjaan yang layak. Jika penerapan transaksi non tunai gerbang tol itu mengakibatkan terjadinya PHK, Iqbal menyebut pemerintah dan BUMN terkait tidak patuh amanat konstitusi. “Kami mendesak pemerintah mengkaji ulang rencana penerapan transaksi non tunai di gerbang tol,” ujarnya dalam jumpa pers, Kamis (14/9).

(Baca juga: Menakertrans Targetkan Penurunan Jumlah Pengangguran).

Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat, mengatakan transaksi non tunai itu bertentangan dengan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyebut setiap transaksi untuk tujuan pembayaran wajib menggunakan rupiah. Pasal 23 UU Mata Uang menegaskan setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah sebagai pembayaran.

Perempuan yang juga menjabat sebagai anggota LKS Tripartit Nasional dari unsur buruh itu melihat salah satu alasan pemerintah menerapkan transaksi non tunai di gerbang tol karena selama ini proses transaksi tunai dianggap membuat antrian panjang dan menyebabkan kemacetan. Padahal, ada standar yang harus dilakukan pekerja gerbang tol yakni proses transaksi maksimal 3 detik. Setiap pekerja harus mematuhi standar tersebut.

Mirah menilai penyebab kemacetan di jalan tol yakni ruas jalan sudah tidak mampu menampung jumlah kendaraan. Tercatat ada 5 juta kendaraan masuk jalan tol setiap hari. Kemudian, jarak pintu keluar tol dengan jalan arteri sangat pendek. Kemacetan di jalan arteri menjalar sampai pintu keluar tol. Lalu, laju truk dan kendaraan yang membawa angkutan berat kecepatannya relatif sangat lambat sehingga membuat kendaraan di belakangnya melaju dengan kecepatan rendah. Oleh karenanya Mirah yakin penerapan gerbang tol non tunai tidak akan mengurai masalah kemacetan di tol.

(Baca buka: David Tobing: Isi Ulang e-Money Rugikan Konsumen).

Selain itu Mirah menekankan jika terjadi PHK akibat pelaksanaan rencana tersebut, maka bertentangan dengan agenda nawacita yang menginginkan terciptanya 10 juta lapangan kerja sampai 2019. “Satu loket gardu tol itu mempekerjakan 5 orang pekerja yang dibagi menjadi 3 sif. Bayangkan kalau semua gardu tol dibuat otomatis, ada berapa banyak buruh yang akan mengalami PHK?,” urainya.

Mirah mengusulkan kepada pemerintah untuk mencermati hal tersebut sebelum menerapkan transaksi non tunai di seluruh gerbang tol. Jika buruh mengalami PHK dampaknya bukan hanya kepada dirinya sendiri tapi juga keluarganya. Pemerintah harus memberi pilihan kepada masyarakat yang menggunakan jalan tol, apakah mereka mau bertransaksi secara tunai atau non tunai.
Tags:

Berita Terkait