RUU BUMN Diharapkan Memperkuat-Membuat Direksi Fleksibel
Berita

RUU BUMN Diharapkan Memperkuat-Membuat Direksi Fleksibel

Ruang gerak BUMN terbatas karena terlalu diregulasi atau sangat dipengaruhi ketentuan yang berlaku.

Oleh:
M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES
Rancangan Undang-Undang tentang Badan Usaha Milik Negara (RUU BUMN) diharapkan bisa memperkuat dan membuat fleksibilitas kepada direksi atau komisaris dalam menjalankan usaha perusahaan milik negara itu demi kepentingan rakyat.

"Kami berharap dengan harmonisasi ini, RUU tentang BUMN bisa lebih fleksibel memberi penguatan kepada direksi untuk melakukan aksi korporasi yang menguntungkan bagi perusahaan, terutama memberikan kontribusi bagi APBN kita," kata Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Atgas dalam rilis di Jakarta, Jumat (22/9).

Politikus Partai Gerindra itu berpendapat bahwa pengelolaan BUMN dapat mengangkat harkat dan martabat rakyat nusantara. Menurut dia, ruang gerak BUMN terbatas karena terlalu diregulasi atau sangat dipengaruhi ketentuan yang berlaku.

(Baca Juga: Revisi UU BUMN Atur Ketentuan Pemilihan Direktur dan Komisaris Melalui DPR)


Ia berpendapat bahwa setidaknya ada sekitar peraturan perundang-undangan yang mengatur gerak BUMN, berbeda halnya dengan swasta yang hanya memerhatikan 2 UU, yaitu UU Pajak dan UU Perseroan Terbatas. "Karena itu, ini yang ingin kita coba sempurnakan di dalam RUU tentang BUMN," ucapnya.

Supratman juga mengatakan bahwa membahas mekanisme kontrol baik internal maupun eksternal terkait dengan Penyertaan Modal Negara (PMN). Dia tidak menginginkan lembaga pengawasan membuat mereka semakin ragu melakukam tindakan aksi korporasi yang akhirnya membuat perusahaan tidak bisa berkembang.

(Baca juga: Kekayaan BUMN Bukan Bagian Keuangan Negara)

Sebelumnya, Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi) menginginkan kebijakan menaikkan plafon proyek pemerintah yang tidak boleh digarap BUMN menjadi Rp100 miliar dalam rangka memperbesar peran swasta dalam membangun infrastruktur.

"Gapensi mengusulkan agar plafon proyek pemerintah yang tidak boleh digarap oleh BUMN dan usaha besar dinaikkan dari Rp50 miliar menjadi Rp10 miliar," kata Sekjen Badan Pengurus Pusat Gapensi, Andi Rukman Karumpa.

Menurut Andi Rukman Karumpa, cara tersebut dinilai ampuh untuk mendorong peran swasta di daerah guna menggarap proyek infrastruktur, utamanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ia juga berpendapat bahwa huruk-pikuk yang dilontarkan sejumlah pihak terkait minimnya peran swasta ada benarnya sehingga plafon Rp100 miliar sangat tepat mendorong swasta dalam menggerap infrastruktur.
Tags:

Berita Terkait