Bukti Kuat KPK Jerat Setya Novanto
Berita

Bukti Kuat KPK Jerat Setya Novanto

KPK miliki 1100 dokumen dan periksa lebih dari 200 orang saksi.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Setya Novanto
Setya Novanto
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan gugatan praperadilan yang dimohonkan Ketua DPR Setya Novanto telah memutuskan persidangan akan dilanjutkan. Dalam putusan sela, Hakim Cepi Iskandar menolak eksepsi perihal kompetensi absolut yang diuraikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selaku termohon.

Dalam eksepsi kompetensi absulut atas gugatan yang dilayangkan Novanto melalui kuasa hukumnya, KPK menganggap pengangkatan penyidik dan penyelidik merupakan ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sehingga hakim praperadilan tidak mempunyai kewenangan untuk menguji hal tersebut. Namun Hakim Cepi mempunyai pendapat lain yang salah satunya menyebut gugatan TUN dilakukan karena ada kerugian yang ditimbulkan kepada pemohon.

Sehingga menurut Cepi, hakim praperadilan mempunyai kewenangan untuk mengadili gugatan tersebut. “Oleh karena itu eksepsi Termohon tidak berdasar hukum atau harus dikesampingkan,” ujar Hakim Cepi dalam putusan selanya, Jumat (22/9).

Kemudian terkait dengan petitum sah atau tidaknya penetapan tersangka Setya Novanto yang menurut KPK dianggap prematur karena tidak menyebut secara rinci penetapan mana yang dimaksud. Menurut Hakim Cepi, eksepsi tersebut sudah masuk dalam pokok perkara yang kemudian akan diperiksa keabsahannya dalam sidang lanjutan perkara ini.

“Mengadili, menolak eksepsi termohon, menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili perkara ini, memerintahkan kedua belah pihak untuk melanjutkan perkara ini,” terang Hakim Cepi.

Salah satu kuasa hukum Novanto, Agus Trianto mengapresiasi putusan tersebut. Ia berpendapat putusan sela yang diucapkan Hakim Cepi telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. “Apa yang disampaikan dan dibacakan dalam putusan sela sudah sesuai peraturan perundangan yang berlaku,” jelas Agus. (Baca Juga: Jawaban "Lunas" KPK Atas Praperadilan Setya Novanto)

Bukti Kuat
Meskipun eksepsi ditolak dan hakim melanjutkan perkara ini sesuai putusan sela, hal itu tidak membuat KPK patah arang. Sebab dalam jawabannya yang terkait pokok perkara, lembaga anti rasuah memaparkan proses penetapan tersangka Novanto mulai dari tahap penyelidikan, hingga penyidikan. Bahkan sebelum ditetapkan sebagai tersangka KPK sudah melewati tiga Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas tiga nama yang berbeda.

Pertama, Sprindik atas tersangka Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek e-KTP, Sugiharto, kemudian mantan Dirjen Dukcapil Irman dan terakhir seorang swasta yang ditengarai merupakan orang dekat Setya Novanto yaitu Andi Narogong alias Andi Agustinus.

Sebelum melakukan penyidikan, KPK juga telah melakukan penyelidikan dugaan korupsi e-KTP tahun 2011 dan 2012 dengan menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlidik) tertanggal 26 Juli 2013. Dalam proses tersebut KPK telah melakukan permintaan keterangan terhadap 62 orang dan memperoleh lebih dari 457 dokumen. (Baca Juga: Dalil “Lawas” Novanto Lepas Jeratan KPK)

“Dalam tahap penyelidikan, Penyelidik Termohon memperoleh bukti permulaan yang cukup berjumlah lebih dari 2 alat bukti baik dari keterangan saksi-saksi maupun dokumen-dokumen selanjutnya hasil penyelidikan dilaporkan kepada Pimpinan Termohon dalam gelar perkara (ekspose) tanggal 17 Februari 2014, yang  dituangkan dalam Laporan Hasil Penyelidikan Nomor : LHP-14/22/03/2014 tanggal 17 Maret 2014 termasuk didalamnya perhitungan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sejumlah Rp1,152 triliun,” pungkas salah satu Tim Biro Hukum KPK, Indah Oktianti Sutomo.

Selanjutnya, KPK membuat Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi Nomor : LKTPK-15/KPK/03/2014 tanggal 17 Maret 2014 dan meningkatkan penanganan perkara ke tahap penyidikan yang ditindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprin.Dik-16/01/04/2014 tanggal 17 April 2014 tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi dalam Pengadaan Paket Penerapan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasonal (KTP Elektronik) Tahun 2011 sd 2012 pada Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang diduga dilakukan oleh Sugiharto.

Untuk penyidikan Sugiharto sendiri KPK telah memeriksa lebih dari 200 orang saksi dan ahli dari berbagai bidang keilmuan seperti pengadaan barang/jasa, komputer forensik, kartu plastik, chip dan personalisasi, keuangan negara), mengumpulkan sejumlah dokumen-dokumen, akta otentik, serta bukti-bukti elektronik serta sejumlah uang yang diduga sebagai hasil kejahatan. KPK juga telah meminta perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk menghitung kerugian keuangan negara dari perkara yang hasilnya sekitar Rp2,3 triliun. (Baca Juga: Terpenting Bagi KPK, Setya Novanto Fit to be Questioned)

KPK juga telah mengirim sekitar enam kali surat panggilan Setya Novanto yang empat diantaranya dipenuhi Ketua Umum Golkar itu. Novanto juga pernah dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 6 April 2017. “Penyidik Termohon telah mengumpulkan bukti-bukti sejumlah lebih dari 1100 dokumen termasuk akta otentik, serta bukti-bukti elektronik,” tutur Indah.

Dokumen-dokumen tersebut diantaranya Permohonan Pengiriman Uang Bank Mandiri dari PT Quantum Teknologi Mandiri ke Multicom Investmen, PTE. Ltd. Sebesar US$3 juta atau setara dengan Rp28,95 miliar. Sertifikat Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun Nomor 09.04.02.02.8.0137.XXV dengan Pendaftaran Pertama tanggal 17 Nopember 1997 dan Warkah No.: 16838/1997.

Kemudian, Perjanjian Manajemen Bersama Konsorsium PNRI Nomor: 75.1/SPK-NB/XI/2011 tanggal 1 November 2011, Payment For Order (POF) AP Voucher No.: 100000042 tanggal 04 Desember 2012, cek Bank Mandiri No.: FQ 065381 tanggal 06 Desember 2012, Payment For Order (POF) AP Voucher No.: 100012180 tanggal 06 Desember 2012, Voucher AP Invoice PT Quadra Solution, Voucher No.: 100012180 tanggal 06 Desember 2012, Aplikasi Setoran Bank Mandiri tanggal 06 Desember 2012 dari PT Quantum Teknologi Mandiri ke Multicom Investmen, PTE. Ltd. sebesar Rp31.814.725.413.

“Tanda Terima Pinjaman Uang Sebesar Rp1 miliar dari Drs. Setya Novanto kepada Bapak Oka, tanggal 6 Mei 2011, Rekening Koran Bank BCA No. Rekening 2191139889 KCU Radio Dalam atas nama Irvanto Hendra Pambudi C, Periode 4 Januari 2010 s.d 31 Desember 2016,” imbuh Indah.

Nama Oka yang dimaksud yaitu Made Oka Masagung, mantan bos Gunung Agung. Ia juga pernah diperiksa sebagai saksi atas tersangka Setya Novanto dan untuk tersangka Andi Narogong. Sedangkan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo merupakan keponakan Setya Novanto. Ia pun mengakui hubungannya itu saat dihadirkan sebagai saksi untuk Irman dan Sugiharto.

Fakta KPK
Selain mengandalkan bukti yang ada, dugaan keterlibatan Novanto juga diperkuat dengan fakta-fakta di persidangan. Novanto dianggap menggunakan pengaruhnya sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar untuk mengintervensi proyek pengadaan e-KTP. Kehadiran Andi Narogong dalam proyek tersebut disinyalir juga atas campur tangan Novanto.

Tim Biro Hukum KPK, lainnya Firman Kusbianto memaparkan dugaan keterlibatan Novanto dalam kasus ini. Menurut Firman, pada sekitar awal tahun 2010 jam 06.00 WIB bertempat di Hotel Gran Melia Novanto menghadiri pertemuan dengan Irman selaku Dirjen Dukcapil, Diah Anggraini selaku Sekjen Kemendagri dan Sugiharto selaku PPK yang diinisiasi oleh Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Dalam pertemuan tersebut Pemohon Novanto mengatakan jika di Kemendagri aka nada proyek e-KTP. “Ayo kita jaga bersama-sama,” kata Firman menirukan ucapan Novanto ketika itu. Novanto juga menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran.

Kemudian pada tahun yang sama, bertempat diruang kerjanya selaku Ketua Fraksi Golkar DPR-RI di Lantai 12 Gedung DPR-RI Senayan, Novanto melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus dan Irman. Novanto mengarahkan Irman agar mengikuti perkembangan pembahasan anggaran melalui Andi Agustinus. Padahal dalam UU Nomor 17 Tahun 2014, tidak memungkinan melibatkan pengusaha dalam pembahasan anggaran.

Firman melanjutkan jika Novanto juga mempertemukan Andi Agustinus dengan Chaeruman Harahap selaku Ketua Komisi II DPR RI. Pertemuan tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Andi Agustinus dengan melakukan pertemuan di ruangan Chaeruman yang diduga dengan maksud agar pembahasan anggaran proyek e-KTP dapat berjalan lancar.

“Setelah pertemuan tersebut selanjutnya Andi Agustinus memberikan uang sejumlah US$1,2 juta untuk anggota Komisi II DPR RI melalui Sugiharto dan Miryam S. Haryani,” terang Firman.

Berdasarkan uraian tersebut, KPK menyimpulkan telah terjadi kerjasama yang erat dan sadar yang dilakukan Setya Novanto dengan pelaku lain diantaranya Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus dalam kegiatan penganggaran dan pengadaan proyek E KTP. Kerjasama tersebut menurut Firman, menunjukkan adanya kesatuan kehendak (bewuste samenwerking) dan kesatuan perbuatan fisik (physieke samenwerking) yang saling melengkapi satu sama lain dalam mewujudkan delik.

“Oleh karena itu perbuatan Pemohon masuk dalam klasifikasi turut serta melakukan perbuatan, yakni sebagai intelectual dader,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait