Ironi Bupati Kukar "Menyulut" Atensi KPK Terhadap Dinasti Politik
Utama

Ironi Bupati Kukar "Menyulut" Atensi KPK Terhadap Dinasti Politik

Memutus mata rantai korupsi dinasti politik dengan perbaikan Parpol dan perketat pengawasan Pemilu. Namun, ada satu permasalahan dari sisi pemilih yang permisif dan mengabaikan latar belakang calon kepala daerah.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan pers terkait penetapan tersangka Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/9). Foto: RES
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan bersama Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan pers terkait penetapan tersangka Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (28/9). Foto: RES
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) Rita Widyasari (RIW) sebagai tersangka. Hal ini terkesan ironi. Bukan saja karena Rita merupakan putri dari almarhum Syaukani Hasan Rais, Bupati Kukar sebelumnya yang juga terjerat kasus korupsi di KPK, tetapi karena Rita disebut-sebut sebagai Bupati dengan segudang prestasi.

Tahun ini saja, sedikitnya, Rita telah "menggondol" lima penghargaan dari sejumlah kementerian. Penghargaan untuk nilai Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 2016 tertinggi se-Kalimantan Timur dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur pada 31 Januari 2017.

Penghargaan sebagai salah satu kepala daerah inspiratif dalam ajang Penghargaan Inspirator Pembangunan Daerah tahun 2017 yang diselenggarakan Kementerian Dalam Negeri pada 15 Juni 2017. Kemudian, pada 25 Agustus 2017, Rita dinobatkan sebagai "Best Influential Women Of the Year 2017" oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Pada 28 April 2017, Rita meraih dua penghargaan untuk kategori Outstanding Regional Environmental Management and Performance of The Year 2017 dan Best Inovative Figures of The Year 2017 dari 12 kementerian melalui lembaga independen, Seven Media dalam acara Indonesia Ministers Awards 2017 "Government and BUMN".

Tak sampai di situ, pada 2015 lalu, Rita sempat mendapatkan tanda kehormatan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha atas kinerjanya sebagai kepala daerah terbaik dari Presiden Joko Widodo pada. Rita juga ditunjuk Presiden sebagai Bendahara Umum pada perhelatan SEA Games XXIX 2017 di Malaysia.

Rita pernah pula mendulang prestasi di tingkat internasional. Rita dianugerahi penghargaan sebagai Woman Icon Of The Year oleh majalah bisnis asal Malaysia, The Leader International dan American Leadership Development Association dalam acara Global Leadership Award 2016

Sedianya, pada Rabu, 27 September 2017, Rita akan menerima penghargaan dari Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia dalam acara “BPI Award 2017". Namun, namanya dianulir lantaran terjerat kasus korupsi. Penghargaan ini diberikan kepada kepala daerah dan aparatur penegak hukum atas pengabdian terbaik melaksanakan revolusi mental untuk mendukung program Nawacita Presiden dan Wakil Presiden dalam pemberantasan korupsi.

Meski bukan tertangkap tangan, penetapan Rita sebagai tersangka, menambah daftar panjang kepala daerah yang terjerat kasus korupsi di KPK. Setidaknya, sepanjang 2017, sudah tujuh kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi di KPK. Diawali dengan Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti, Bupati Pamekasan Achmad Syafii, Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, Bupati Batu Bara OK Arya Zulkarnain, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi, hingga yang terbaru, Bupati Kukar.

Banyaknya kepala daerah yang terseret kasus korupsi, kembali mengundang keprihatinan dari Wakil Ketua KPK Basarian Panjaitan. Namun, kali ini, ia menyoroti fenomena korupsi kepala daerah yang cenderung berulang di daerah dengan "dinasti politik" atau "dinasti kekuasaan", seperti yang terjadi di Kabupaten Kukar.

"Satu menjadi atensi KPK saat ini adalah yang berhubungan dengan dinasti kekuasaan. Beberapa (kepala daerah dengan) dinasti kekuasaan sudah ditangani KPK. Kita mengharapkan KPK tidak melakukan penindakan-penindakan lagi, semoga ini yang terakhir. Selalu itu saya katakan, karena tim pencegahan kita sudah berada di 360 kabupaten seluruh Indonesia dan sampai saat ini di 22 (provinsi) dan akan berada di 24 provinsi," katanya saat menggelar konferensi pers di KPK, Kamis (28/9). Baca Juga: KPK Tetapkan Bupati Kutai Kartanegara Sebagai Tersangka

Basaria menjelaskan, kasus Rita ini bermula dari laporan masyarakat. Berdasarkan pengembangan penyelidikan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan. Rita diduga melakukan dua tindak pidana korupsi.

Pertama, Rita diduga menerima suap Rp6 miliar dari Direktur Utama PT Sawit Golden Prima Hery Susanto Gun (HSG) pada 2010 untuk memuluskan pemberian izin lokasi bagi keperluan inti dan plasma perkebunan kelapa sawit di Desa Kupang Baru, Kecamatan Muara Kaman, Kabupaten Kukar, Kalimantan Timur.

Kedua, Rita bersama-sama Komisaris PT Media Bangun Bersama Khairudin (KHR) diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas serta kewajibannya, yaitu berupa uang sebesar AS$775 ribu atau setara Rp6,975 miliar yang berkaitan dengan sejumlah proyek di Kabupaten Kukar selama masa jabatan Rita. Karena itu, selain Rita, Hery Susanto Gun (Direktur Utama PT Sawit Golden Prima) dan Khairudin (Komisaris PT Media Bangun Bersama) juga ditetapkan sebagai tersangka terkait perizinan perkebunan kelapa sawit pada Juli-Agustus 2010.

Dalam beberapa hari terakhir, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi. Pada Selasa (26/9), KPK menggeledah kantor Bupati, pendopo Bupati, dan dua rumah lainnya di Komplek Perkantoran Kabupaten Kukar. Keesokan harinya, penggeledahan dilanjutkan di kantor Dinas Pertanahan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Pekerjaan Umum, dan Dinas Pendidikan. Lalu, pada Kamis (28/9), tim KPK melakukan penggeledahan di kantor Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, dan Dinas Penanaman Modal.

Basaria mengungkapkan, dari hasil penggeledahan, KPK menyita sejumlah dokumen yang antara lain berisikan catatan transaksi keuangan terkait indikasi gratifikasi Rita, serta dokumen perizinan lokasi perkebunan kelapa sawit dan proyek-proyek di Kabupaten Kukar. KPK juga telah melakukan penyitaan terhadap empat unit mobil merek Hummer Type H3, Toyota Vellfire, Ford Everest, dan Land Cruiser.

"Empat mobil tersebut diduga berada pada penguasaan RIW. Namun, dengan nama pihak lain. Mobil-mobil ini diduga dibeli dari hasil suap atau gratifikasi," ucapnya.

Melihat modus yang diduga dilakukan Rita dengan menggunakan nama lain untuk kepemilikan keempat mobil, sambung Basaria, KPK tentu akan mendalami apakah dapat ditindaklanjuti dengan menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang atau tidak. Akan tetapi, untuk sementara, KPK masih menerapkan pasal gratifikasi dan suap.

Dinasti politik dan problem pemilih
Rita menjabat sebagai Bupati Kukar selama dua periode, yaitu 2010-2015 dan 2016-2021. Saat ini, Rita berencana mencalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Timur dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Apabila mengacu Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rita pada 2015, harta kekayaan alumnus Universitas Padjadjaran ini terbilang fantastis, yakni mencapai Rp236 miliar.

Sepanjang karirnya, Rita banyak bergelut di dunia politik dan bisnis. Sama seperti ayahnya, Rita juga merintis karir politik di Partai Golkar. Rita pernah menjabat sebagai Ketua DPD Golkar Kabupaten Kukar, Ketua Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kabupaten Kukar, dan Komisaris Utama PT Ketopong Damai Persada. Kini, Rita juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Golkar Kalimantan Timur periode 2016-2021.

Dahulu, ayah Rita, Syaukani merupakan Bupati Kukar pada 1999-2004 dan 2005-2006. Syaukani terjerat kasus korupsi pelepasan lahan Bandara Loa Kulu dan dana bantuan sosial yang ditaksir merugikan negara ratusan miliar. Mahkamah Agung (MA) memvonis Syaukani dengan pidana penjara selama enam tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan. Selain itu, Syaukani dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 49,367 miliar.

Mengingat korupsi yang berulang di daerah-daerah dengan "dinasti politik", Basaria menegaskan, daerah-daerah tersebut akan menjadi perhatian KPK. Terlebih lagi, KPK sudah pernah beberapa kali menangani kasus korupsi serupa. Menurutnya, ada indikasi tertentu yang dilakukan kepala daerah dalam membangun dinasti politik di daerahnya.

"Pada saat ada seseorang menjadi kepala daerah, (setelah tidak menjabat) memasukan istri atau anaknya untuk naik kembali, untuk duduk (sebagai kepala daerah) karena sudah merasa nyaman di situ. Ada kemungkinan-kemungkinan, tapi tidak semua, ada sesuatu yang harus dinikmati atau dilindungi yang bersangkutan. Secara praktik seperti itu," bebernya.

"Itulah sebabnya, di dalam pemilihan para kepala daerah, kalau ada hal yang seperti ini, dinasti politik seperti ini, ini menjadi atensi dari KPK," imbuh Basaria.

Sementara, peneliti Indonesi Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengatakan, "dinasti politik" lebih berpotensi terjerat korupsi karena mereka mengeluarkan biaya politik yang lebih besar untuk menghidupi jejaring politiknya. Ia berpendapat, solusi untuk memangkas korupsi dinasti politik adalah dengan memperbaiki partai politik dan memperketat pengawasan Pemilu.

Akan tetapi, ada sedikit permasalahan dari sisi masyarakat di daerah selaku pemilih. Sebab, faktanya, meski kepala daerah terdahulu memiliki rekam jejak buruk dan terjerat kasus korupsi, bahkan melakukan korupsi bersama-sama keluarganya, masyarakat tetap tidak "kapok" untuk memilih kepala daerah yang masih memiliki hubungan keluarga dengan kepala daerah sebelumnya.

"Nah, itu problem, pemilih kita yang permisif. Mengabaikan latar belakang calon kepala daerah. Pengabaian itu juga dipicu transaksi uang dalam Pilkada," tutur Donal.

Untuk diketahui, dinasti politik sempat "diharamkan" dalam Pasal 7 huruf r UU No.8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota (UU Pilkada), tetapi aturan itu telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2015.

MK kembali "menghalalkan" dinasti politik kepala daerah karena larangan bakal calon kepala daerah yang memiliki hubungan darah/perkawinan dengan kepala daerah petahana yang diatur dalam UU Pilkada dianggap bertentangan dengan UUD 1945. Kala itu, pengujian materi Pasal 7 huruf f UU Pilkada diajukan oleh Purichta Ichsan yang merupakan putra Bupati Gowa Sulsel Ichsan Yasin Limpo.

Jelang Pilkada serentak gelombang pertama pada awal 2017 lalu, ICW, Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (Pusako Unand) yang tergabung dalam Koalisi Pilkada Bersih sempat merilis data sejumlah kepala daerah dengan dinasti politik yang terjerat korupsi.
No Dinasti Daftar Dinasti Keterangan Kasus
1 Ratu Atut (Banten) Ratu Atut Chosiyah Gubernur Banten 2007-2017
(Alm) Hikmat Tomet Anggota DPR RI 2009-2014 (Suami)
Ratu Tatu Chosiyah Bupati Serang 2016-sekarang (Adik kandung)
Airin Rachmi Diany Walikota Tangerang Selatan 2011-sekarang (Adik ipar)
Tubagus Haerul Jaman Walikota Serang 2011-sekarang (Adik tiri)
Heryani Wakil Bupati Pandeglang 2011-2016 (Ibu tiri)
Andika Hazrumy Anggota DPR RI 2014-2019 sekarang Wakil Gubernur Banten 2017-2022 (Anak)
Ade Rossi Khoerunisa Wakil Ketua DPRD Banten 2016-2019 (Menantu)
Andiara Aprilia Hikmat Anggota DPD 2014-2019 (Anak)
Tanto Arban Wakil Bupati Pandeglang (Menantu)
Aden Abdul Khalik Anggota DPRD Banten periode 2009-2013 (Adik tiri)
Atut terjerat kasus korupsi Pengadaan Sarana dan Prasarana Alat Kesehatan dan Pengadaan lainnya di lingkungan Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2011-2013 dan suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Lebak, Propinsi Banten Tahun 2013 di MK.
Kasus korupsi Atut juga turut melibatkan adiknya yang berprofesi sebagai pengusaha, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan.
2 Yasin Limpo (Sulawesi Selatan) Syahrul Yasin Limpo Gubernur Sulawesi Selatan 2008-2018
Nurhayati Yasin Limpo Anggota DPR 2004-2009 (Ibu)
Ichsan Yasin Limpo Bupati Gowa 2005-2015 (Adik)
Tenri Yasin Limpo Anggota DPRD Sulsel/Calon Bupati Gowa Pilkada 2015 (Kakak)
Adnan Purichta Limpo Bupati Gowa 2016-2021 (Keponakan)
Irman Yasin Limpo Plt. Bupati Luwu Timur 2015 (Adik)
Haris Yasin Limpo Anggota DPRD Kota Makassar 2011 (Adik)
Dewi Yasin Limpo Anggota DPR 2014-2019 (Adik)  
Indira Chunda Thita Syahrul Anggota DPR 2014-2019 (Anak)
Andi Pahlevi Anggota DPRD Kota Makassar 2014-2019 (Kerabat)
Dewi Yasin Limpo terjerat kasus suap di KPK sehubungan dengan proyek pembangkit listrik di Kabupaten Deiyai, Papua.
3 Atty (Cimahi) Atty Suharti Walikota Cimahi 2012-2017 (Istri)
Itoch Tohija Walikota Cimahi 2002-2012 (Suami)
Atty dan suaminya terjerat kasus suap proyek pembangunan Pasar Atas Baru Cimahi tahap II pada 2017 di KPK.
4 Sri Hartini (Klaten)
Sri Hartini Bupati Klaten 2016-2021 (Istri)
Haryanto Wibowo Bupati Klaten 2006-2016 (Suami)
Andy Purnomo Anggota DPRD Klaten 2014-2019 (Anak)
Sri Hartini terjerat kasus suap/ uang setoran dari para PNS terkait promosi jabatan.
5 Yan Anton (Banyuasin) Yan Anton Ferdian Bupati Banyuasin 2013-2018 (Anak)
Amiruddin Inoed Bupati Banyuasin 2003-2013 (Bapak)
Yan Anton terjerat kasus suap terkait proyek pengadaan di Dinas Pendidikan Kabupaten Banyuasin.
6 Syaukani (Kutai Kartanegara) (Alm) Syaukani Hasan Rais Bupati Kutai Kartanegara 1999-2010 (Bapak)
Rita Widyasari Bupati Kutai Kartanegara 2010-2021 (Anak)
Syaukani terjerat kasus korupsi pelaksanaan proyek pembangunan Bandara Samarinda Kutai Kartanegara yang terjadi di pemerintahan Daerah Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, tahun 2003-2004.
Pada 2017, Rita juga terjerat kasus suap dan gratifikasi di KPK.
7 Fuad Amin (Bangkalan) Fuad Amin Bupati Bangkalan 2003-2012 (Bapak)
Makmun Ibnu Fuad Bupati Bangkalan 2013-sekarang (Anak)
Fuad terjerat kasus suap terkait jual beli gas alam untuk pembangkit listrik di Gresik dan Gili Timur Bangkalan Madura, Jawa Timur dan perbuatan penerimaan lainnya, serta tindak pidana pencucian uang.
8 Adriansyah (Tanah Laut) Adriansyah Bupati Tanah Laut 2003-2013 (Bapak)
Bambang Alamsyah Bupati Tanah Laut 2013-sekarang (Anak)
Adriansyah yang kala itu menjabat sebagai anggota DPR periode 2014-2019 terjerat kasus suap pengurusan izin pertambangan
9 Tubagus Iman (Cilegon) Tubagus Iman Ariyadi Wali Kota Cilegon 2010-2015 dan 2016-2021 (Anak)
Tubagus Aat Syafaat Walikota Cilegon 2010-2015 (Bapak)
Tubagus Iman Ariyadi terjerat kasus suap perizinan pembangunan mall Transmart.
10 Eddy Rumpoko (Batu) Eddy Rumpoko Wali Kota Batu 2007-2017 (Suami)
Dewanti Rumpoko Wali Kota Batu terpilih 2017-2022 (Istri)
Eddy terjerat kasus suap proyek pengadaan meubelair di Pemerintah Kota Batu tahun anggaran 2017.
Sumber : Diolah dari berbagai sumber, termasuk Rilis Koalisi Pilkada Bersih
Tags:

Berita Terkait