Tilang Pakai Alat Bukti CCTV? Begini Hukumnya
Berita

Tilang Pakai Alat Bukti CCTV? Begini Hukumnya

Jika CCTV masuk dalam kategori Sistem Elektronik/Dokumen Elektronik sesuai UU ITE, maka sah dijadikan alat bukti.

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Operasi polisi di jalan raya untuk pelanggaran UU Lalu Lintas. Foto: RES
Operasi polisi di jalan raya untuk pelanggaran UU Lalu Lintas. Foto: RES
Kabar penerapan tilang terhadap pengendara jalan raya yang melanggar lalu lintas dengan mengacu dari alat bukti closed circuit television (CCTV) di kota-kota besar mulai ramai diperbincangkan. Di DKI Jakarta sendiri, rencana tilang pakai CCTV sebagai alat bukti akan diuji coba di beberapa jalan protokol ibukota.

Polda Metro Jaya sendiri mengaku telah memiliki 800 kamera pemantau atau CCTV yang tersebar di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Meski begitu, CCTV tersebut diperuntukan memantau arus lalu lintas di jalan raya. "Kamera itu untuk memantau arus lalu lintas saja," kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Halim Pagarra di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Kamis (5/10).

Halim mengatakan kamera pemantau tersebut tidak dapat difungsikan petugas kepolisian untuk menindak pelanggaran (tilang) secara elektronik terhadap pengendara yang melanggar aturan lalu lintas. Tapi, ia berencana memasang kamera lain untuk upaya represif yustisi seperti tilang dan non yustisi berupa imbauan atau teguran secara tertulis.

Menurut Halim, kamera pemantau yang dapat digunakan untuk tilang elektronik dengan cara mengambil gambar langsung plat nomor kendaraan yang melanggar. Selanjutnya, petugas kepolisian mendatangi pemilik kendaraan yang melanggar untuk diambil tindakan represif atau tilang.

(Baca: Advokat Pertanyakan Landasan Hukum Tilang Via CCTV)

Diungkapkan Halim, langkah tilang elektronik harus mempersiapkan integrasi data kendaraan antarprovinsi dan Polda. Halim mencontohkan kendaraan asal Jawa Barat ditilang di wilayah DKI Jakarta maka data pengendara harus terintegrasi dengan database di Polda Metro Jaya.

"Kita belum ada data langsung, kendaraan luar daerah tidak akan terdeteksi kita karena datanya untuk kita sendiri," ucap Halim.

Penelusuran hukumonline.com, pengaturan mengenai kegiatan pusat kendali sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan diatur dalam Pasal 249 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).

“Pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berfungsi sebagai pusat: a. kendali; b. koordinasi; c. komunikasi; d. data dan informasi terpadu; e. pelayanan masyarakat; dan f. rekam jejak elektronis untuk penegakan hukum”.
Pasal 249 ayat (3) UU LLAJ
Kegiatan pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sekurang-kurangnya meliputi:
a. pelayanan kebutuhan data, informasi, dan komunikasi tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. dukungan tindakan cepat terhadap pelanggaran, kemacetan, dan kecelakaan serta kejadian lain yang berdampak terhadap Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
c. analisis, evaluasi terhadap pelanggaran, kemacetan, dan Kecelakaan Lalu Lintas;
d. dukungan penegakan hukum dengan alat elektronik dan secara langsung;
e. dukungan pelayanan Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, dan Buku Pemilik Kendaraan Bermotor;
f. pemberian informasi hilang temu Kendaraan Bermotor;
g. pemberian informasi kualitas baku mutu udara;
h. dukungan pengendalian Lalu Lintas dengan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli;
i. dukungan pengendalian pergerakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan
j. pemberian informasi tentang kondisi Jalan dan pelayanan publik.

Lebih jauh, pada Pasal 251 UU yang sama menyatakan bahwa sistem informasi dan komunikasi lalu lintas dan angkutan jalan dapat digunakan untuk penegakan hukum seperti penyelidikan dan penyidikan tindak pidana LLAJ atau kejahatan lain, tindakan penanganan kecelakaan, pelanggaran, dan kemacetan lalu lintas oleh Kepolisian dan pengejaran, penghadangan, penangkapan, dan penindakan terhadap pelaku dan/atau kendaraan yang terlibat kejahatan atau pelanggaran lalu lintas.

Untuk penindakannya diatur pada Pasal 267 yakni, setiap pelanggaran di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang diperiksa menurut acara pemeriksaan cepat dapat dikenai pidana denda berdasarkan penetapan pengadilan. Acara pemeriksaan cepat tersebut dapat dilaksanakan tanpa kehadiran pelanggar. Bagi pelanggar yang tidak dapat hadir dapat menitipkan denda kepada bank yang ditunjuk oleh Pemerintah. Sedangkan jumlah denda yang dititipkan kepada bank sebesar denda maksimal yang dikenakan untuk setiap pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan. Bukti penitipan uang denda wajib dilampirkan dalam berkas bukti pelanggaran.

Sedangkan Pasal 268 UU LLAJ menyatakan, apabila putusan pengadilan menetapkan denda lebih kecil daripada uang denda yang dititipkansisa uang denda harus diberitahukan kepada pelanggar untuk diambil. Sisa uang denda yang tidak diambil dalam waktu satu tahun sejak penetapan putusan pengadilan disetorkan ke kas negara.

(Baca Juga: Ini Tarif Pembuatan SIM dan STNK Mulai Januari 2017)

Perlu juga diketahui, dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) mengatur jelas mengenai posisi Sistem Elektronik/Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah. Apakah CCTV atau kamera pemantau dianggap Sistem Elektronik/Dokumen Elektronik, tergantung dari ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 4 UU ITE.

Pasal 1 angka 1 UU ITE menyatakan bahwa “Informasi Elektronik merupakan satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDJ), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti. atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.

Sedangkan Pasal 1 angka 4 menyebutkan, “Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya”.

(Baca Juga: Ini 3 Agenda Paket Reformasi Hukum Jilid II)

Terkait status Sistem Elektronik/Dokumen Elektronik sebagai alat bukti yang sah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU ITE. “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah. Penjelasan pasal itu menyebutkan bahwa keberadaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik”.
Tags:

Berita Terkait