Penyangkalan Auditor BPK yang Sempat Dikunjungi Anggota DPR
Berita

Penyangkalan Auditor BPK yang Sempat Dikunjungi Anggota DPR

Rochmadi Saptogiri membantah pernah menerima dan meminta uang dari Irjen Kemendes.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Pejabat Eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo berjalan keluar gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (2/6).
Pejabat Eselon III Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo berjalan keluar gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (2/6).
Auditor Utama Keuangan Negara III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Rochmadi Saptogiri menjadi saksi dalam sidang dua terdakwa korupsi, Inspektur Jenderal Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito dan Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo.

Sebagaimana diketahui, Rochmadi bersama Ali Sadli, Sugito, dan Jarot terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 26 Mei 2017 lalu. Rochmadi dan Ali Sadli diduga menerima uang sejumlah Rp240 juta dari Sugito melalui Jarot terkait opini Wajar Tanpa Pengacualian (WTP) laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016.

Saat bersaksi di persidangan, Rochmadi yang juga tersangka dalam kasus ini membantah telah menerima uang sejumlah Rp200 juta dari Sugito melalui Jarot dan anak buahnya, Kepala Sub Auditorat III pada Auditorat Keuangan Negara BPK Ali Sadli. Ia menyangkal pernah memerintahkan Ali Sadli untuk meminta uang kepada Sugito.

"Saya tidak pernah memerintahkan Ali, memerintahkan (Choirul) Anam (auditor BPK) terkait dengan apapun atensi, perhatian atau uang. Saya 48 tahun, dengan kasus ini, hancur semua kehidupan saya. Sama dengan Pak Gito (Sugito). Beliau teman baik saya, saya tahu beliau, beliau tahu saya," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/10/2017). Baca Juga: Meski Berkasus, BPK Pastikan Tak Ada Audit Ulang Kemendes PDTT

Pernyataan Rochmadi ini bertolak belakang dengan keterangan Ali Sadli yang beberapa waktu lalu bersaksi dalam persidangan Sugito dan Jarot. Kala itu, Ali Sadli mengaku pernah menyampaikan kepada Rochmadi bahwa uang yang ia terima dari Sugito melalui Jarot sudah diletakan di bawah tempat tidur dan Rochmadi mengamini.

 Meski begitu, Rochmadi bersikukuh tidak tahu-menahui mengenai uang tersebut. Rochmadi diketahui pernah bergonta-ganti keterangan sebelum diperiksa di persidangan. Saat baru ditangkap, Rochmadi menampik penerimaan uang. Namun, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Rochmadi mengaku menerima uang dari Ali Sadli. Pengakuan Rochmadi tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) nomor 15 tanggal 27 Mei 2017 yang dibacakan penuntut umum Ali Fikri di persidangan:
Saudara menjawab, "Ya benar bahwa kira-kira pada tanggal 10 Mei 2017, saya menerima sesuatu dari saudara Ali Sadli. Saat itu, Ali Sadli mengatakan kepada saya ketika kami berpapasan di koridor kantor, tower BPK lantai 4, pada siang hari, 'Pak, ada titipan. Saya letakan di bawah tempat tidur,' yang saya jawab, 'Ya'". "Kemudian, pada sore harinya, saya mengambil bungkusan plastik kain yang diletakan di bawah tempt tidur saya di kantor yang isinya uang bundelan. Bungkusan tersebut kemudian saya buka dan uangnya saya letakan di brankas. Waktu itu saya tidak mengetahui pemberian uang tersebut terkait dengan apa. Saya juga tidak menghitung berapa jumlahnya karena saya langsung memasukannya ke dalam brankas. Uang tersebut bercampur dengan uang di dalam brankas yang kemudian diamankan oleh KPK pada tanggal 26 Mei 2017".

Sekitar seminggu kemudian, saat menjalani pemeriksaan lanjutan di KPK, Rochmadi mencabut keterangannya mengenai penerimaan uang dalam BAP tanggal 27 Mei 2017. Pencabutan keterangan itu dilakukan pasca kunjungan anggota DPR Fahri Hamzah ke rumah tahanan (Rutan) Polres Jakarta Timur, tempat Rochmadi ditahan.

Akan tetapi, Rochmadi membantah jika kunjungan Fahri lah yang mempengaruhinya untuk mencabut keterangan. Menurutnya, Fahri hanya menyampaikan kata-kata, "Sabar, ini ujian dari Allah, ini takdir dari illahi, sabar". "Tanpa itupun saya akan cabut yang mulia. (Saya) Tidak terpengaruh oleh siapapun," ujarnya.

Lagipula, ia menegaskan, keterangan tanggal 27 Mei 2017 dibuat dalam kondisi lelah setelah menjalani pemeriksaan selama 24 jam. Ia merasa panik dan shock karena tidak menyangka dirinya menjadi tersangka. "Begitu ditersangkakan, saya sudah lemas. Kemudian penyidik, 'Bagaimana Pak Rochmadi, sudah mengaku saja'. 'Ya, terserah situlah'," imbuhnya.

Begitu dibawa ke Rutan Polres Jakarta Timur, Rochmadi mulai merenungi permasalahan yang menjeratnya. Dari situ, Rochmadi berpikir, "Kalau saya mengakui, saya menzalimi diri saya sendiri". Maka, ketika pemeriksaan selanjutnya, Rochmadi memutuskan untuk mengatakan tidak tahu-menahu mengenai pemberian uang tersebut.

Lantas, bagaimana dengan 173 amplop berisi uang miliaran rupiah yang ditemukan KPK di brankas Rochmadi? KPK meyakini ada sebagian uang dalam brankas, yaitu sejumlah Rp200 juta yang berasal dari pemberian Sugito. Terkait hal ini, Rochmadi membantah. Ia mengklaim uang-uang dalam brankas murni uang pribadinya dan mampu ia buktikan.

Tak hanya membantah penerimaan uang, Rochmadi juga membantah pertemuan dan pembicaraan dengan Sugito di kantor BPK tanggal 4 Mei 2017. Padahal, pertemuan itu disebut-sebut sebagai pertemuan "kunci" yang akhirnya meyakinkan Sugito untuk mengumpulkan uang dari sejumlah satuan kerja dan memberikannya kepada Rochmadi.

Sugito awalnya tidak begitu merespon permintaan uang atau "atensi" dari Choirul Anam dan Ali Sadli untuk Rochmadi. Tapi, permintaan semakin gencar pada tanggal 24, 25, dan 26 April 2017, hingga suatu saat Sugito berkesempatan mengkonfirmasi langsung kepada Rochmadi. Dan, menurut Sugito, Rochmadi mengarahkan pemberian ke Ali Sadli.

"Seingat saya tidak (pernah bertemu Sugito)," ucap Rochmadi.

Namun, Sugito berkeberatan dengan keterangan Rochmadi. Ia menegaskan, pernah bertemu dengan Rochmadi pada 4 Mei 2017 di kantor BPK. Kala itu, Sugito bersama Sekretaris Jenderal Kemendes PDTT Anwas Sanusi mendampingi Menteri Desa PDTT Eko Sandjojo bertemu Anggota VII BPK Prof Dr Eddy Mulyadi Soepardi.

Setelah Menteri dan Sekjen Kemendes PDTT pergi meninggalkan kantor BPK, Rochmadi muncul. Lalu, Sugito bersama Rochmadi menuju ruang kerja Rochmadi di lantai atas kantor BPK. Kepergian Sugito bersama Rochmadi ini disaksikan juga oleh Jarot.

"Nah, pada kesempatan itulah saya melakukan cross-check, sehingga terjadi kita mengumpulkan teman-teman untuk mencari dana itu. Berawal dari cross-check dengan bapak, salah satunya, 'Apa benar Pak itu si Anam kok ngejar-ngejar saya?, (Dijawab Rochmadi) "Iya, oke tapi jangan melalui Anam, yang lain saja, melalui Ali saja'," beber Sugito.

Jarot pun mengamini pertemuan Sugito dan Rochmadi di kantor BPK pada 4 Mei 2017. Jarot mengatakan, setelah Menteri dan Sekjen Kemendes PDTT pergi, ia masih berbincang-bincang sebentar dengan Sugito di lobby kantor BPK. Ketika itu, Rochmadi masuk ke lobby bawah, kemudian bersama-sama Sugito naik ke ruang kerja Rochmadi. Meski dua orang memberikan keterangan yang berbeda, Rochmadi tetap membantah pertemuan dengan Sugito pada 4 Mei 2017.

Terkait kunjungan Fahri ke Rutan Polres Jakarta Timur, memang sempat menjadi perhatian KPK. Pasalnya, KPK tidak pernah memberikan izin kepada Fahri untuk membesuk Rochmadi. Kala itu, Rochmadi baru saja menjalani penahanan di Rutan Polres Jakarta Timur setelah diperiksa KPK pada Sabtu, 27 Mei 2017.

Pada Senin, 29 Mei 2017, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendatangi Polres Jakarta Timur.  Sebagaimana dikutip dari kantor berita Antara, Fahri menemui Kapolres Jakarta Timur Kombes (Pol) Andry Wibowo dan di sela-sela pertemuan, Fahri sempat menjenguk Rochmadi yang baru menghuni Rutan.

Dalam pertemuan itu, Fahri menceritakan bahwa Rochmadi curhat mengenai penangkapannya dan tidak tahu-menahu mengenai uang suap yang dituduhkan kepadanya. "Kalau uang beliau yang Rp1 miliar itu adalah uang dalam brangkas milik beliau yang katanya masih ditutup amplop dari gaji dan tunjangan. Jadi, Rp1 miliar itu di amplop adalah gaji dan tunjangan yang dikumpulkan sejak 2001 karena tidak semua uangnya dibawa ke rumah," terangnya.

Lebih lanjut, Fahri menyatakan, ia mengenal Rochmadi sebagai orang yang sederhana. "Kebetulan dulu pernah kenalan, jadi uang itu adalah uang yang tidak dibawa pulang ke rumah dan ditaruh di brankas kantornya. Brankas di kantornya lebih aman rupanya, saya kira itu saja," tukasnya.

"Istilah" Prof Eddy
Rochmadi mengaku pernah merekam pembicaraanya dengan Prof Eddy. Hal itu dilakukan manakala ia dipanggil menghadap Prof Eddy dan tidak membawa buku agenda. Namun, Rochmadi mengaku perekaman itu hanya sebagai dokumentasi pribadi agar ia dapat mencermati kembali mana saja pembicaraan yang harus ditindaklanjuti.

Dalam file rekaman percakapan dalam telepon genggam Rochmadi yang disita KPK, Prof Eddy mengucapkan sebuah istilah "filosofi audit Firaun". Istilah ini muncul dalam konteks pembicaraan yang berkaitan dengan beberapa entitas atau objek pemeriksaan BPK, yaitu Kemendes PDTT, Sekretariat Kabinet (Sekab), Sekretariat Negara (Setneg), Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), dan DPR.

"Kalau dari rekaman bunyinya seperti itu," aku Rochmadi.

Ia mengklaim tidak mengetahui persis maksud ucapan Prof Eddy. Sepemahaman Rochmadi, istilah itu adalah penekanan dari Prof Eddy agar ia strict seperti baja layaknya Firaun dalam melakukan pemeriksaan keuangan. Lagipula, percakapan terjadi sekitar April/Mei 2016 dan bukan 2017.

"Tapi, pada saat itu kita memang sedang lakukan pemeriksaan laporan keuangan (Kemendes PDTT). Untuk 2015," imbuhnya seraya menjelaskan pada 2015 ada permasalahan yang cukup siginifikan dalam laporan keuangan Kemendes PDTT, sehingga status opininya tidak layak WTP, melainkan Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Satu lagi rekaman percakapan yang menjadi perhatian penuntut umum adalah file yang diberi nama "kepencet". Meski Rochmadi tidak merasa merekam percakapan itu, ia mengaku suara dalam rekaman mirip dengan suaranya. Dalam rekaman, suara yang mirip Rochmadi bertutur, "Makin dia kenal banyak kawan, makin pusing saya,... sama Pak Mur sama... tai kucing semua... politik". Baca Juga: KPK Mesti Usut Tuntas Dugaan Suap di Kemendes

Rochmadi membenarkan isi BAP-nya yang menyatakan, "Mengenai maksud kata-kata "Makin dia kenal banyak kawan, makin pusing saya,... sama Pak Mur sama... tai kucing semua... politik". Dia yang saya maksud adalah Prof Eddy Mulyadi. Sementara, Pak Mur adalah yang jelas bukan Pak Moermahadi Ketua BPK, tetapi saya tidak bisa menyebut siapa Pak Mur yang saya maksudkan. Sementara, untuk kata-kata tai kucing adalah ungkapan kekesalan saya". Kekesalan dimaksud adalah kekesalan Rochmadi setelah mendapat arahan dari Prof Eddy.

Walau begitu, Rochmadi membantah jika opini WTP terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016 diberikan atas pengaruh atau intervensi. Ia menjelaskan, selaku auditor utama tugasnya adalah memeriksa pengelolaan tanggung jawab keuangan negara di bawah lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) III yang berjumlah 42 kementerian/lembaga.

Waktu itu, ia bertindak sebagai penanggung jawab dalam pemeriksaan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016. Rochmadi bertanggung jawab terhadap kualitas dari pelaporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, hingga pengambilan opini. Sedangkan, Ali Sadli selaku wakil penanggung jawab bertugas membantu Rochmadi agar proses berjalan sesuai dengan ketentuan di AKN III.

Dalam proses Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) pada laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016, Rochmadi mengaku tim sempat menemukan permasalahan pembayaran tenaga pendamping dana desa pada Kemendes PDTT sebesar Rp550 miliar. Hal itu disebabkan belum adanya bukti-bukti transfer pembayaran lump sum kepada para tenaga pendamping profesional dana desa.

Namun, Rochmadi menganggap permasalahan tersebut hanya permasalahan administratif. Lantas, Rochmadi membuat catatan yang pada intinya menyatakan pembayaran "tidak dapat diyakini kebenarannya". "Tapi, kemudian ketika ditindaklanjuti oleh tim, seluruh data dokumen itu sudah didapatkan. Kalau tidak ada tindak lanjut, dalam hal ini bukti transfer, itu bisa berpengaruh (pada opini BPK)," tuturnya.

Alhasil, dari hasil evaluasi dan tindak lanjut Kemendes PDTT, Rochmadi meyakini bahwa permasalahan tidak berpengaruh kepada opini laporan keuangan Kemendes PDTT. "Artinya, dengan tindak lanjut itu, laporan keuangan tidak ada yang salah saji, tidak ada yang tidak dibatasi lingkupnya. Dengan tidak adanya yang salah saji secara material dan tidak ada pembatasan lingkup yang material atas laporan keuangan, sudah otomatis laporan keuangan Kemendes itu WTP," tegasnya.
Tags:

Berita Terkait