KPPU Berharap Dilibatkan dalam Densus Tipikor
Berita

KPPU Berharap Dilibatkan dalam Densus Tipikor

KPPU siap memasok data persaingan usaha tidak sehat yang melibatkan pejabat daerah.

Oleh:
Kartini Laras Makmur
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menanggapi rencana Kepolisian Republik Indonesia (Polri) membentuk unit Detasemen Khusus (Densus) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang tampak semakin matang. Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, pihaknya siap mendukung Densus Tipikor. Bahkan, ia berharap KPPU dilibatkan dalam Densus tersebut.

“Kami siap bersinergi dengan Densus Tipikor Polri mengenai temuan atau data tentang kasus persekongkolan vertikal di berbagai daerah. Nanti kami berharap ke depan KPPU dilibatkan dalam Densus ini karena banyak sekali laporan masyarakat yang kami tangani itu kaitannya dengan persekongkolan barang dan jasa, yang nuansa korupsinya sangat kental,” ujarnya, Selasa (17/10).

Keterlibatan KPPU yang dimaksud Syarkawi adalah dengan pertukaran informasi. Sebagai lembaga yang menangani praktik persaingan usaha tidak sehat, KPPU akan meneruskan data persaingan usaha yang terindikasi pidana korupsi kepada Densus Tipikor. Dengan demikian, Syarkawi yakin KPPU dan Densus Tipikor bisa bersinergi.

Menurut Syarkawi, dari laporan masyarakat yang ditangani KPPU, lebih dari 70% berkaitan dengan persekongkolan. Biasanya, kongkalikong itu dalam hal tender pengadaan barang dan jasa. Syarkawi menjelaskan, ada dua jenis persekongkolan yang kerap ia temui.

Pertama, persekongkolan horizontal atau yang berlangsung antar pelaku usaha. Sebagai sesama pelaku usaha mereka mengatur bagaimana permainan dalam tender. Tentu saja, praktik tersebut tidak sehat.

(Baca Juga: Polri Tawarkan Dua Opsi Metode Kerja Densus Tipikor)


Namun, Syarkawi mencatat pada kenyataannya permainan antar pelaku usaha itu tak bisa dilepaskan dari panitia tender. Sebab, panitia tender lah yang kerap memfasilitasi, memediasi, dan mendukung persekongkolan itu untuk mengatur siapa yang akan memenangi tender. Dari situlah, menurut Syarkawi terjadi jenis persekongkolan yang kedua, yakni vertikal.

"Persekongkolan antar pelaku usaha ini dalam banyak kasus yang kami tangani di KPPU, rupanya tidak berdiri sendiri. karena persekongkolan itu selalu difasilitasi, dimediasi, didukung oleh vertikalnya. Vertikalnya itu apa, biasanya panitia tender, pemilik proyek yang memfasilitas orang tertentu untuk menang tender," ungkapnya.

Selain panitia tender, Syarkawi mengatakan bahwa persekongkolan vertikal juga banyak melibatkan oknum pejabat daerah dan keluarganya. Akan tetapi, KPPU hanya berwenang mengusut persekongkolan horizontal. Ia menuturkan, pihaknya tak memiliki kewenangan untuk mengusut persekongkolan vertikal.

"Persekongkolan vertikal ini biasanya pelaku mengaku dari keluarga dekat bupati, gubernur atau si pemilik proyek. Motif persekongkolan horizontal dan vertikal selalu muncul bersamaan," jelas dia.

Menurut Syarkawi, persekongkolan vertikal sangat kental nuansa korupsi dan pidananya. Karenanya, Syarkawi menilai perlu kerja sama dengan aparat penegak hukum seperti pihak kepolisian untuk menangani perkara persekongkolan vertikal tersebut.

(Baca Juga: KPK Dukung Pembentukan Densus Tipikor)


Ia menambahkan, kondisi itu sejalan dengan rencana pembentukan Densus Tipikor oleh Kapolri. Di mana nantinya, satuan anti-rasuah Polri itu akan fokus pada praktik korupsi dan suap yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. "Nanti jika kami diundang oleh Densus Tipikor, kami akan sharing, pasok data maupun temuan mengenai laporan itu," katanya.

Selama ini, Syarkawi mengatakan pihaknya hanya memberi rekomendasi kepada aparat penegak hukum terkait praktik persekongkolan vertikal. Ia menuturkan, rekomendasi yang diberikan bisa kepada pihak Kepolisian maupun KPK. Kedua lembaga penegak hukum itu pun hanya akan menindak jika kecurangan diakibatkan oleh pihak pemerintah atau regulator.

Dengan melibatkan KPPU sejak awal dalam Densus Tipikor, Syarkawi yakin data yang dimilikinya akan sangat bernilai. "Kalau kami di KPPU melihat ada persaingan usaha yang tidak sehat tapi penyebabnya adalah dari regulator, maka kami share. Kalau kita bisa share dari awal kan tentu akan sangat signifikan nilainya," imbuh Syarkawi.

Seperti diketahui, rencana Polri membentuk unit Densus Tipikor semakin mantap. Persiapan mulai struktur hingga anggaran pun telah disusun secara rapih. Begitu pula dengan pembentukan satuan tugas (Satgas) di bawah Densus Tipikor sudah dipetakan oleh Polri.

Dalam struktur organisasi yang telah dibentuk, nantinya Densus Tipikor bakal dipimpin oleh Kepala Densus (Kadensus) yang berada langsung di bawah Kapolri. Densus nantinya diisi oleh 3.560 personil. Ribuan personil itu dibagi menjadi 6 Satgas untuk tipe A, 14 Satgas tipe B dan 13 Satgas untuk tipe C.

Namun belakangan, Wakil Presiden Jusuf Kalla memiliki pandangan yang berbeda. DIa menilai pembentukan Densus Tipikor tidak perlu, tetapi cukup memaksimalkan kerja-kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan Kejaksaan.

"Jadi cukup biar KPK dulu, toh sebenarnya polisi, kejaksaan juga masih bisa menjalankan tugas. Tidak berarti perlu ada tim baru untuk melakukan itu, tim yang ada sekarang juga bisa. Difokuskan dulu KPK, dan KPK dibantu sambil bekerja secara baik," kata Wapres di kantornya, Selasa (17/10).


Tags:

Berita Terkait