Administrasi Pengadilan Dianggap Rawan Korupsi
Utama

Administrasi Pengadilan Dianggap Rawan Korupsi

Untuk itu, audit administrasi pengadilan menjadi penting.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Suasana diskusi di Jakarta, Rabu (18/10). Foto: CR-24
Suasana diskusi di Jakarta, Rabu (18/10). Foto: CR-24
Sepanjang 2017 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga sekarang telah menangkap tiga orang hakim yang diduga melakukan tindak pidana korupsi. Pertama hakim pada Mahkamah Konsitusi Patrialis Akbar, lalu hakim tipikor pada Pengadilan Negeri Bengkulu Dewi Suryana bersama-sama panitera pengganti Pengadilan Negeri Bengkulu Hendra Kurniawan dan beberapa waktu lalu Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sulawesi Utara, Sudiwardono.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah saat dikonfirmasi hukumonline beberapa waktu lalu menyatakan jika penangkapan para hakim itu merupakan koordinasi pihaknya dengan KPK. Bahkan Mahkamah Agung yang meminta KPK untuk membersihkan badan peradilan.

(Baca: Inovasi MA ‘Binasakan’ Hakim Korup)

Perilaku koruptif oknum hakim ini menjadi catatan tersendiri sebab berdasarkan PP Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim yang Berada di Bawah Mahkamah Agung ada kenaikan pendapatan yang cukup signifikan kepada para hakim termasuk berbagai tunjangan yang diterima.

Mantan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menjelaskan jika hakim di golongan III B saja bisa mendapatkan sekitar Rp8,4 juta setiap bulannya, belum lagi jika ia ditempatkan pada daerah tertentu yang masuk kategori zona 3 khusus maka akan mendapat tambahan uang kemahalan sekitar Rp10 juta.

"Hakim pengadilan tinggi itu rata-rata Rp45 juta, Ketua Pengadilan Negeri bergerak antara Rp25-30 juta, Ketua Mahkamah Agung mengikuti belakangan, hakim pengadilan tinggi dan dan pengadilan negeri naik maka hakim MA naik mulai 2013 akhir. Ketua MA Rp122 juta kurang sedikit, wakilnya Rp90 juta dan hakim agung sekitar Rp70 jutaan," ujar Suparman seusai acara diskusi di Jakarta, Rabu (17/10).

Dengan pendapatan seperti ini lalu mengapa ada oknum hakim yang masih korupsi? "Kompleks sekali masalahnya, jadi semacam kultur sendiri di dunia peradilan," terang Suparman.

(Baca Juga: Ketua Pengadilan Tinggi Manado Terjaring OTT KPK, MA Operasi Besar-Besaran)

Suparman berpendapat peningkatan pendapatan hakim ini sebenarnya merupakan hal yang cukup positif sebagai penghargaan bagi para pengadil. Ia mencontohkan ada salah satu hakim yang mengaku berhenti melakukan korupsi karena kenaikan pendapatan ini. Di sisi lain, hakim juga kadang terjebak akan situasi di mana ia tidak mengetahui jika uang yang diterimanya berasal dari ‘pulsa’ pihak berperkara. Suparman pun berbagi pengalaman saat memeriksa salah satu oknum hakim yang mengalami kondisi tersebut.

Ia menuturkan, pernah ada hakim menerima uang Rp7 juta karena terpaksa harus pulang ke kampungnya di Pulau Jawa karena anaknya sakit. Saat hakim tersebut bertugas di Nusa Tenggara Timur. Lantaran panik, sang hakim pun menerima uang tersebut. “Tidak tahu itu darimana tapi dia terima aja, panik. Lalu ada yang laporkan hakim itu terima Rp7 juta, dan yang meminjamkan itu temannya. Temannya meminjamkan sama orang dan orangnya itu ternyata berperkara," ujar Suparman bercerita.

Hakim seperti itu, lanjut Suparman, tidak bisa benar-benar disalahkan karena memang dalan keadaan yang tidak memungkinkan. "Tentu tidak bisa diberi sanksi keras, saya yang memeriksa. Itu yang saya bilang, situasi yang tidak bisa dikendalikan. Ini kadang situasi yang diterima para hakim," imbuhnya.

Audit Administrasi
Dari beberapa perkara korupsi terutama yang ditangani KPK, mayoritas oknum hakim yang terjerat rasuah berasal dari pengadilan tingkat pertama, kemudian disusul beberapa dari pengadilan tinggi. Untuk hakim agung, dalam beberapa waktu terakhir memang belum ada yang mengenakan rompi warna oranye khas tahanan KPK.

Mengenai hal ini Suparman berpendapat harus ada kebijakan yang berani mengatasi dalam penanganan perkara, dalam hal ini oleh Mahkamah Agung. Ini dilakukan agar perkara yang ada di pengadilan tidak terlalu menumpuk sehingga memudahkan kinerja para hakim. Hal lain yang penting adanya audit dalam sektor administrasi pengadilan.

(Baca Juga: Hakim-Panitera Pengganti Pengadilan Tipikor Bengkulu Tersangka Suap)

Suparman berpendapat lebih dari 70 persen penanganan perkara ada di sektor administrasi,  mulai dari masuknya perkara, mengolah sampai persidangan dimulai bahkan hingga usainya persidangan dalam hal ini salinan putusan juga menjadi lahan administrator. "Jadi ruang bermain administrator terlalu besar, karena itu lakukan audit administrasi perkara dengan tujuan menyederhanakan prosedur, buat prosedur makin transparan," pintanya.

Di sisi lain mantan hakim Mahkamah Konstitusi Maruarar Siahaan juga meminta masyarakat lebih cerdas dalam mengambil sikap terhadap suatu putusan hakim. Salah satunya dengan menerima putusan dengan lapang dada dan mengambil langkah hukum sesuai peraturan perundang-undangan jika merasa tidak puas atas putusan tersebut.

"Independensi pergeseran terjadi dimasyaralat yang dianggap adil itu ya menang. Pergeseran ini yang dibenarkan, kalau kalah tidak adil, padahal ini dia tidak benar," ujarnya.

Berikut daftar hakim yang pernah ditangkap KPK sesuai penelusuran hukumonline;
2011
  • Hakim PN Jakarta Pusat Syarifuddin dalam kasus dugaan suap kepailitan
  • Hakim adhoc PHI Imas Dianasari dalam kasus dugaan suap sengketa industrial
2012
  • Hakim ad hoc Tipikor Semarang Kartini Juliana Marpaung kasus dugaan suap mantan DPRD Grobogan
  • Hakim ad hoc Tipikor Pontianak Heru Kisbandono diduga menyuap Kartini Juliana Marpaung
2013
  • Wakil PN Bandung Setyabudi Tejocahyono dalam kasus dugaan suap dana bansos
  • Hakim Tipikor Semarang Pragsono (satu rangkaian dengan Kartini Marpaung dan Heru Kisbandono)
  • Ketua MK Akil Mochtar kasus dugaan suap sejumlah sengketa Pilkada
2014
  • Hakim ad hoc Tipikor Bandung Ramlan Comel kasus bansos
2015
  • Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro
  • Hakim PTUN Medan Dermawan Ginting
  • Hakim PTUN Medan Amir Fauzi
Ketiganya dalam kasus yang sama yaitu diduga menerima suap kasus pemanggilan mantan Gubernur Sumut
2016
  • Hakim Tipikor Bengkulu Janner Purba
  • Hakim Tipikor Bengkulu Toton
Keduanya kasus dugaan suap penyalahgunaan honor dewan pembina RSUD M. Yunus
2017
  • Hakim MK Patrialis Akbar dalam kasus dugaan suap putusan uji materi
  • Hakim PN Bengkulu Dewi Suryana dalam kasus dugaan suap Pemkot Bengkulu
  • Ketua Pengadilan Tinggi Manado Sudiwardono dalam kasus dugaan suap pengaruhi putusan banding
Tags:

Berita Terkait