Pemerintah Godok Skema Blended Finance Biayai Proyek Infrastruktur
Berita

Pemerintah Godok Skema Blended Finance Biayai Proyek Infrastruktur

Potensi dana yang bisa digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur mencapai AS$12 triliun.

Oleh:
Fathan Qorib/ANT
Bacaan 2 Menit
Pemerintah Godok Skema <i>Blended Finance</i> Biayai Proyek Infrastruktur
Hukumonline
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah tengah mengkaji skema blended finance agar dapat membiayai sejumlah proyek infrastruktur. Menurutnya, skema pendanaan yang memanfaatkan dana-dana filantropis yang tertanam di bank itu akan mengurangi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai pembangunan infrastruktur.

"Blended finance ini awal sekali. Tapi kami mencari semua formula," kata Luhut dalam jumpa pers 3 Tahun Kabinet Kerja di Kantor Staf Presiden di Jakarta, sebagaimana dikutip dari Antara, Rabu (18/10).

Upaya pemerintah mencari skema penggalangan dana untuk pembangunan itu, menurut Luhut, sama halnya seperti usaha yang ia lakukan saat menjabat sebagai Kepala Staf Presiden untuk menggulirkan amnesti pajak. Menurut dia, saat memulai program amnesti pajak, banyak pihak yang tidak menyetujuinya. Namun, melihat potensi yang besar, kemudian program itu disetujui oleh Menteri Keuangan dan Direktur Jenderal Pajak.

"Sama saja dengan ini (blended finance). Belum tentu semua orang setuju dan senang, tapi saya pikir engga bayar kok, hanya lihat peluangnya, karena ada 12 triliun (dolar AS) duit gentayangan di dunia. Dia cari tempat singgah. Nah kita harus bisa buat tempat penampungan di mana mereka bisa punya return yang bagus," tuturnya.

Konglomerat-konglomerat yang menyimpan dananya di bank, tentu ingin agar simpanannya bisa menghasilkan modal kembali. Skema blended finance itulah, lanjut Luhut, salah satu solusinya. Mantan Menko Polhukam itu menuturkan karena skemanya yang masih terus dikaji, ia belum tahu apakah model bisnis tersebut akan berhasil atau tidak.

"Tapi dari syarat yang mereka buat, kita punya proyek yang potensial dimasuki seperti LRT yang dijamin pemerintah atau waste to energy seperti di Suwung, Bali. Itu bisa juga," ujarnya.

(Baca Juga: Taktik Pemerintah dari Masa ke Masa ‘Merayu’ Investor Bangun Infrastruktur)

Luhut mengatakan skema baru yang memiliki potensi hingga AS$12 triliun untuk digunakan untuk membiayai proyek-proyek strategis itu tidak bertumpu pada APBN sehingga bisa selesai dengan cepat. "Kalau kita bertumpu pada APBN, kita enggak bisa full speed," tukasnya.

Untuk diketahui, keseriusan pemerintah dalam mencai dana untuk membiayai proyek-proyek infrastruktur telah terlihat. Misalnya, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas mendorong pelaku usaha terutama yang mengelola dana jangka panjang agar berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur. Salah satunya melalui program dinamai Pembiayaan Investasi Non Anggaran (PINA).

Bahkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga pernah membidik pasar modal sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan nasional. Hal ini dilakukan lantaran melalui sektor pasar modal terdapat potensi yang bisa memenuhi kebutuhan pembiayaan infrastruktur. Hal ini dilakukan agar proyek infrastruktur tidak melalui pembiayaan anggaran pemerintah.

(Baca Juga: OJK Susun Aturan Pembiayaan Proyek Infrastruktur Melalui Skema Pasar Modal)

Saat menghadiri Deloitte Indonesia Infrastructure CEO Forum 2017, Kamis (19/10), Luhut memastikan bahwa semua proyek infrastruktur yang digagas dan dikerjakan dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi tetap berjalan sesuai rencana. "Hampir tak ada proyek Pak Jokowi yang tidak jalan karena kita hitung dengan cermat," katanya.

Ada sejumlah pembangunan infrastruktur yang saat ini menjadi fokus pemerintahan Presiden Jokowi, di antaranya Pelabuhan Patimban, Bandara Kertajati, juga kereta Jakarta-Surabaya. Luhut mengatakan, pemerintah juga terus mendorong percepatan proyek infrastruktur, termasuk dengan mengundang investor untuk bisa membantu pendanaan.

Salah satu pihak yang diundang adalah Bank Pembangunan China (CDB) yang menurut Luhut potensial untuk membiayai sejumlah proyek yang tengah berjalan. "CDB itu memang kami kontak terus. Mereka lihat proyek mana yang menarik buat mereka, yang penting return (pengembalian investasi) bagus. Saya lihat LRT bisa, mungkin juga Kertajati dan mungkin waste to energy," katanya.

Luhut sebelumnya mengaku ingin agar capaian pembangunan infrastruktur di Indonesia bisa mencapai 90 persen pada 2019 atau hingga pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla berakhir. Selain harapan akan rampungnya pembangunan infrastruktur, mantan Menko Polhukam itu juga menilai program dana desa yang digulirkan pemerintah mulai memberikan kontribusi positif.

"Nah kalau infastruktur jalan, dan desa jalan, ini akan bisa mengurangi disparitas, mengurangi rasio gini," ujarnya.

(Baca Juga: Presiden Persilakan Proyek Strategis Pakai Anggaran Non Pemerintah)

Menurut Luhut, saat ini disparitas harga antara wilayah timur dan barat sudah mulai menampakkan hasil. Rata-rata penurunan harga di wilayah timur mencapai sekitar 14 persen hingga 20 persen untuk komoditas berbeda. "Nanti semakin banyak kita bikin basis logistik, pengaturan semakin baik, saya pikir disparitas akan terus menurun. Tapi kami tak mau hanya BUMN pemainnya, kami mau ada pemain lain supaya swasta bisa berkembang juga," katanya.

Sementara itu, Kementerian Perhubungan memfokuskan kinerja pada tahun ketiga pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla dengan membangun banyak bandara terutama di wilayah kepulauan seperti Nusa Tenggara Timur untuk mewujudkan konektivitas dan aksesibilitas di Indonesia Timur.

Dalam paparan "3 Tahun Capaian Jokowi-JK" di Jakarta, Selasa (17/10), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan pemerataan pembangunan melalui Indonesia Sentris, bukan lagi Jawa Sentris, yaitu dilakukan dengan meningkatkan konektivitas di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

"Wilayah NTT memang merupakan pulau-pulau dan secara intensif Kementerian Perhubungan membangun banyak bandara hampir di setiap pulau. Di Flores saja ada tiga sampai empat bandara sehingga aksesibilitas di NTT berjalan dengan baik," kata Budi.

(Baca Juga: Regulasi-Regulasi yang Hambat Dana Pensiun Biayai Proyek Infrastruktur)

Ia memaparkan sejumlah infrastruktur yang akan dibangun di perbatasan NTT, yakni Bandara Kabir Pantar, Bandara Haliwen, Bandara DC Saulede, Pelabuhan Pengumpan Baranusa dan Dermaga Penyeberangan Raijua. Selain bandara di NTT, Kementerian Perhubungan juga membangun infrastruktur penunjang konektivitas lainnya di daerah 3T, antara lain dermaga di timur Sumatra dan di barat Kalimantan, pelabuhan di utara Sulawesi dan Kalimantan serta bandara dan kapal ternak di Papua.

Terkait dengan konektivitas laut, Menhub juga menekankan terbangunnya tol udara dan tol laut yang terbukti mengurangi disparitas harga 20 sampai 40 persen. "Tol laut saat ini sudah memiliki 13 lintasan yang dikerjakan BUMN dan swasta. Ini sudah berhasil mengurangi disparitas harga 20 sampai 40 persen," kata dia.
Tags:

Berita Terkait