Ada Kewajiban Asuransi Penyelenggara Taksi Online untuk Pengemudi dan Penumpang
Utama

Ada Kewajiban Asuransi Penyelenggara Taksi Online untuk Pengemudi dan Penumpang

Selama ini masih jarang diberlakukan secara serius. Harus ditetapkan nilainya.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengendara transportasi berbasis aplikasi. Foto: BAS
Ilustrasi pengendara transportasi berbasis aplikasi. Foto: BAS
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Revisi Permenhub 26 Tahun 2017 ini akan efektif berlaku 1 November 2017.

Selain poin-poin seperti wilayah operasi, sistem pembayaran dengan argometer, pengaturan batas tarif, kuota, STNK Badan Hukum, domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNBK), dan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT), ada juga beberapa pengaturan penting yang patut untuk diketahui.

“(Antara lain, red) Stiker angkutan sewa khusus supaya ketahuan ini angkutan sewa khusus atau bukan, memiliki SIM umum pengemudinya, mempunyai kewajiban Asuransi, dan yang terakhir adalah kewajiban aplikator,” terang PLT Direktorat Jenderal Hubungan Darat (Dirjen Hubdar) Kemenhub, Hindro Surahmat di Jakarta, Kamis (19/10).

Hindro mengatakan,dalam revisi Permenhub disebutkan bahwa setiap perusahaan angkutan umum wajib mengasuransikan tanggung jawab sebagai penyelenggara angkutan dalam bentuk iuran wajib dan tanggung jawab pengangkut (driver).

(Baca: Penetapan Tarif Taksi Online Sudah Berlaku, Menhub Berharap Kompetisi Berjalan Sehat)

Terkait klausul asuransi ini, Head Public Affair PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia), Tri Sukma mengatakan, pihaknya mendukung penuh ketentuan yang diatur dalam revisi Permenhub 26 Tahun 2017 itu. Bahkan, Grab Indonesia telah memberlakukan asuransi kepada mitra driver (pengemudi) dan penumpangnya.

Sukma menegaskan bahwa asuransi tersebut hanya akan diberikan kepada pengemudi saat sedang melakukan pengantaran penumpang. “Untuk kecelakaan dan kematian kita recovery. Masalahnya ini berlaku pada saat dia on jadi yang dilindungi adalah mitra pengemudi dan penumpang,” ujar Sukma kepada Hukumonline.

Namun, Sukma sendiri belum mengetahui teknis pengaturan dan bentuk asuransi yang diatur dalam revisi Permenhub 26 Tahun 2017 seperti apa. Pihaknya masih menunggu dokumen revisi yang resmi keluar setelah pemberlakuannya di 1 November 2017tersebut.

“Sekarang asuransi itu sudah berubah. Karena sudah berubah sebaiknya pemerintah menetapkan nilai asuransi kecelakaan sekian, kematian sekian, nanti baru dicari yang mau dipakai yang mana,” ujarnya.

Sukma juga menyoal terkait kewajiban penggunaan STNK atas nama badan hukum kecuali koperasi. Terkait hal ini, ia menyarankan kepada pengemudi yang memiliki kendaraan secara pribadi agar berkumpul dan membentuk koperasi-koperasi. Hal ini bertujuan agar mereka tetap bisa menjadi mitra Grab dan tetap menjalankan usahanya.

“Jadi yang atas nama pribadi ini berkumpulah membentuk koperasi, minta izin ke Kementerian Perhubungan atau gubernur masing-masing. Setelah itu dengan anggotanya bekerja sama dengan kita dan menjalankan usaha. Jadi bagaimana agar yang pribadi-pribadi ini bisa tetap berusaha, itulah esensi dasarnya,” terang Sukma.

(Baca Juga: Kemenhub Gandeng Lawyer Bahas Revisi Aturan Transportasi Online)

Sementara itu, Ketua Asosiasi Driver Online (ADO), Cristiansen, menyatakan dukungan yang sama terhadap pemberlakuan asuransi dalam revisi Permenhub 26 Tahun 2017. Hal ini berangkat dari pengalamannya selaku pengemudi dan penumpang yang masih kurang mendapatkan perlindungan.

Menurut pria yang sering disapa Yansen ini, ketentuan mengenai asuransi sebenarnya telah ada sebelum-sebelumnya. Namun masih jarang diberlakukan secara serius. Hal ini diperparah dengan tidak adanya ketentuan-ketentuan mengenai sanksi yang serius. Menurutnya, klausul asuransi inidapat melindungi pihak pengemudi dan penumpang.

“Intinya kami ingin ada sebuah aturan agar terjadi iklim usaha yang sehat,” ujarnya.

Yansen juga menyampaikan keluhan dari para pengemudi transportasi online terkait syarat-syarat pengajuan klaim asuransi yang menurutnya memberatkan. “Keluhan dari teman-teman driver banyak, karena banyak persyaratan-persyaratan yang memberatkan kami juga.”

Keluhan ini terkait pemberlakuan syarat dimana pengemudi hanya bisa mengajukan klaim asuransi apabila terjadi insiden pada saat sedang mengantar penumpang. “Ada istilahnya jam online dan jam offline. Jadi perusahaan itu hanya memperhitungkan pada saat kami membawa sewa. Pada saat kami tidak membawa sewa itu kami tidak ditanggung asuransinya. Padahal dalam masa jam kerja. Harusnya kan memberlakuannya sepanjang masa jam kerja. Kalau ikut di UU paling tidak 10 jam dalam kondisi tertentu 12 jam,” ujar Yansen.

Menanggapi revisi Permenhub 26 Tahun 2017 secara keseluruhan, Yansen menyambut positif. Alasannya karena usulan ADO seperti tarif, kuota, dan wilayah operasi tetap diatur. Meski demikian, Yansen menyampaikan ada yang kurang sreg terkait pemberlakuan STNK badan hukum.  

“Saat kami rapat di Kemenhub, pengertian Pemerintah, PT itu adalah seseorang mempunyai perusahaan lalu mempunyai kendaraan sendiri dan merekrut pengemudi. Jadi balik nama menjadi tidak masalah,” terang Yansen.

Kenyataan di lapangan, banyak terdapat pengemudi transportasi online yang sebenarnya memiliki angkutan sendiri. “Jadi PT bukan yang memiliki kendaraan sendiri. Jadi saat ini kebanyakan driver online pribadi yang memiliki kendaraan sendiri mendaftar ke PT. Nah inilah yang menjadi dilema buat kami kalau pemberlakuannya langsung balik nama menggunakan nama PT,” tandasnya.

(Baca Juga: Pasca Putusan MA, Menhub Disarankan Rumuskan Aturan Baru Taksi Online)
Tags:

Berita Terkait