Pemda Diminta Patuhi Revisi Aturan Taksi Online
Berita

Pemda Diminta Patuhi Revisi Aturan Taksi Online

Revisi PM 26 Tahun 2017 berlaku efektif mulai 1 November 2017.

Oleh:
M. Agus Yozami/ANT
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pengendara transportasi berbasis aplikasi. Foto: BAS
Ilustrasi pengendara transportasi berbasis aplikasi. Foto: BAS
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menegaskan agar peraturan baru terkait penyelenggaraan taksi daring berbasis aplikasi melalui Revisi Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 diikuti oleh para kepala daerah.

Dalam revisi PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, terdapat sejumlah aspek yang berkaitan dengan kewenangan kepala daerah, seperti penetapan tarif, wilayah operasi, dan kuota.

"Kalau melihat hierarkinya, peraturan menteri harus diikuti semua kepala daerah. Tidak ada alasan kepala daerah membolehkan menindak di luar ketentuan itu. Kalau kepala daerah berpikir lain akan ada satu komplikasi," kata Menhub Budi Karya Sumadi pada konferensi pers di kantor Kementerian Perhubungan, seperti dilansir Antara, Jumat (20/10).

Ia menjelaskan revisi PM 26 Tahun 2017 yang berlaku efektif mulai 1 November 2017 ini bertujuan menjamin keselamatan masyarakat dan melindungi industri taksi. Dari sembilan aspek yang diatur dalam regulasi baru tersebut, setidaknya ada empat poin yang menyangkut keterlibatan dan kewenangan pemerintah daerah, yakni tarif taksi daring berbasis aplikasi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat atas usulan dari gubernur sesuai kewenangannya.

Kemudian, empat poin lainnya ada pada wilayah operasi, kuota atau perencanaan kebutuhan dan domisili tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) sesuai wilayah operasi yang ditetapkan Direktur Jenderal dan Gubernur sesuai kewenangan.

Sambutan positif pun sudah terlihat dari Provinsi Jawa Barat yang telah menunggu rumusan PM 26/2017 telah diumumkan pada Kamis (19/10). "Pak Gubernur Jawa Barat bahkan berkomunikasi dengan kami meminta segerakan peraturan ini ysng memang ditunggu," kata Budi.

(Baca Juga: Ada Kewajiban Asuransi Penyelenggara Taksi Online untuk Pengemudi dan Penumpang)


Menhub menambahkan agar perusahaan taksi daring juga berkoordinasi dengan perusahaan taksi konvensional untuk mencegah terjadi konflik di antara pengemudi. Menurut dia, berkaitan revisi peraturan ini telah melakukan diskusi dengan semua pihak melalui FGD di Jakarta, Surabaya dan Makassar, dan uji publik yang dilakukan di Jakarta dan Batam.

Uji publik tersebut melibatkan para stakeholder di antaranya pakar hukum, pengamat transportasi, DPP Organda, Perusahaan aplikasi, dan masyarakat untuk penyempurnaan PM 26 Tahun 2017.

Tarif Atas-Bawah
Kementerian Perhubungan memaparkan tarif batas atas dan batas bawah taksi daring berbasis aplikasi masih mengacu pada Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017. Direktur Angkutan dan Multimoda Transportasi Darat Cucu Mulyana menyebutkan besaran tarif taksi daring dibagi dalam dua wilayah, yakni wilayah I meliputi Sumatera, Jawa dan Bali, dan wilayah II meliputi wilayah di luar Sumatera, Jawa dan Bali, seperti yang telah diatur PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.

"Wilayah I batas bawahnya Rp3.500, sedangkan batas atasnya Rp6.000. Wilayah II seperti Kalimantan, Nusa Tenggara dan Sulawesi batas bawahnya Rp3.700 dan batas atasnya Rp6.500," kata Cucu.

Cucu menjelaskan revisi PM Nomor 26 Tahun 2017 antara lain mengatur tarif batas atas dan batas bawah tersebut berlaku efektif mulai 1 November 2017 sampai ada evaluasi selanjutnya dari Kementerian Perhubungan serta pihak terkait.

(Baca Juga: Ini Poin-poin Penting Revisi Permenhub Angkutan Sewa Daring)


Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menambahkan penetapan tarif batas atas bertujuan untuk melindungi penumpang dari tingginya tarif saat kondisi tertentu dari taksi konvensional. Selain itu, tarif batas bawah juga bertujuan membantu pengemudi taksi daring dalam memperoleh pendapatan layak, sehingga mereka bisa memperbaiki kendaraan untuk memenuhi unsur keselamatan dan kenyamanan penumpang.

"Kita ingin hidup berdampingan. Online itu sangat bagus. Peraturan itu memberikan perlindungan bagi penumpang dan sopir memiliki mobil untuk mendapatkan penghasilan lain," kata Budi.

Ada pun tarif batas atas dan batas bawah ini tidak ditetapkan oleh perusahaan aplikasi, melainkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat atas usul dari gubernur atau kepala daerah (sesuai kewenangannya di provinsi, kota/kabupaten) dan Kepala BPTJ (di Jabodetabek) berdasarkan wilayahnya.

Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugiharjo, menambahkan penghitungan tarif batas atas dan batas bawah berdasarkan biaya pokok angkutan online dengan memerhatikan masa pakai kendaraan selama lima sampai tujuh tahun. "Kalau batas atas sudah ditambah dan margin ditambah, mereka akan menabung investasi sehingga kendaraan sudah lima tahun bisa dilakukan peremajaan. Bisa dihitung maisng-masing wilayah 'willingness to pay," kata Sugiharjo.


Tags:

Berita Terkait