Dirut Perusahaan Tambang Nyatakan Banding
Berita

Dirut Perusahaan Tambang Nyatakan Banding

Putusan hakim dinilai tidak sesuai fakta dan tidak mengindahkan putusan kasasi MA dalam kasus Niaga.

Oleh:
CR-24
Bacaan 2 Menit
Foto ilustrasi; BAS
Foto ilustrasi; BAS
Putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Direktur Utama PT Indo Energi Alam Resources (IEAR) Putranto Soedarto yang menjatuhkan hukuman pidana selama 2 tahun 8 bulan dianggap janggal dan tidak memenuhi unsur keadilan. Oleh karena itu Putranto mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta untuk mengoreksi putusan tersebut.

Kuasa hukum Putranto Robintang Torang Siahaan mengatakan pihaknya akan mengajukan memori banding pada Senin (23/10). Alasannya, berbagai pertimbangan hukum yang dinyatakan Ketua Majelis Hakim Asiadi Sembiring tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya serta hakim juga dianggap mengabaikan berbagai bukti yang ada dalam proses persidangan.

Dalam putusannya, majelis beranggapan jika peminjaman uang US$500 ribu Putranto dari Joinerri Kahar tidak digunakan sesuai peruntukannya. Diketahui Putranto meminjam uang untuk membayar gaji dan THR karyawan yang bekerja di lahan tambang PT BUM. Menurut Hakim Asiadi, hanya sebagian dibayarkan untuk hak karyawan dan sisanya digunakan untuk kepentingan pribadi.

Namun hal itu dibantah keras oleh Robintang. “Kalau bilang kegunaannya jelas di situ kegunaan sesuai saksi yang diajukan oleh jaksa di berita acara pemeriksaan di Polres bahwa saksi itu menerima gaji dan THR, yang diberikan itu dana US$500 ribu, karyawan PT IEAR itu hampir 600 orang, kita kalikan, bisa lebih, masa sebagian, itu kan asumsi yang salah,” ujar Robintang.

Robintang mengaku bingung akan putusan tersebut karena jika dijumlah saja uang US$500 ribu itu tidak cukup membayar seluruh hak-hak karyawan. “Gaji karyawan kalau sesuai UMR itu saja hampir US$700 ribu dan dibuktikan dari pengeluaran Bank Muamalat,” sambungnya.  Oleh karena itu, unsur-unsur dalam dakwaan yang disangkakan kepada kliennya seharusnya tidak terbukti.

Selanjutnya, pertimbangan hakim Asiadi yang menyatakan jika PT IEAR tidak mempunyai pekerjaan pengupasan tambang lagi selepas Juli 2014. Menurut Robintang, hal tersebut bukan karena kesalahan pihak PT IEAR tetapi memang amanat perjanjain penegasan. “Karena di perjanjian penegasan kontrak PT IEAR diberikan kepada PT Dwipa, itu kan berarti tidak mungkin PT IEAR menambang lagi atau menggali lagi, makanya timbul US$0,15 per metrix ton,” jelasnya.

Kemudian yang paling krusial dari putusan tersebut hakim Asiadi dianggap mengabaikan Pasal 81 KUHAP pra yudisial. Jika memang US$500 ribu itu dianggap sebagai utang maka sudah didaftarkan ke PKPU dan bahkan sudah berkekuatan hukum tetap karena sudah diputus pada tingkat kasasi oleh para hakim agung.

(Baca Juga: Dirut Perusahaan Tambang Dihukum Karena Penipuan)

Sementara itu, Andika Ramadhani selaku putri dari Putranto Soedarto dalam surat elektroniknya kepada redaksi hukumonline mengaku keberatan atas pemberitaan ini. Menurutnya, vonis tersebut tidak seharusnya dijatuhkan karena ayahndanya telah terlebih dahulu menyelesaikan masalah utang-piutang di Pengadilan Niaga dan telah mendapat keputusan PKPU.

“Justru ayah saya yang menjadi korban dalam kasus ini, bagaimana bisa keputusan Mahkamah Agung yang sudah ayah saya dapatkan di pengadilan perdata tapi masih bisa dipidanakan?,” ujar Andika dalam surat elektroniknya. Ia juga menyatakan ayahandanya telah memperoleh perlakukan tidak adil.

Putusan Kasasi PKPU
Dikutip dari putusan Nomor:13/Pdt-Sus/ PKPU/2015/PN.NIAGA.JKT.PST jo. Nomor: 03/Pdt-Sus/PAILIT/2015 / PN.NIAGA.JKT.PST Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menyatakan bahwa PT. Indo Energi Alam Resources dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Ada beberapa alasan majelis dalam mengambil keputusan ini. Pertama setelah dilakukan pembahasan atas Rencana Perdamaian, maka pada tanggal 24 Maret 2015 telah dilakukan pemungutan suara (voting) atas rencana perdamaian yang diajukan oleh Debitor yang mana dalam pemungutan suara tersebut sebanyak 69,354 % jumlah Kreditor yang hadir mewakili 21.876 Kreditor yang hadir menyetujui Rencana Perdamaian.

(Baca juga: Cara Jitu Memahami Wanprestasi dan Penipuan)

Kemudian yang kedua, dengan telah disetujuinya Rencana Perdamaian yang diajukan Debitor oleh Kreditor, berdasarkan pemungutan suara (voting) yang dilaksanakan pada tanggal 24 Maret 2015 tersebut maka Rencana Perdamaian demi hukum berubah menjadi Perjanjian Perdamaian.

Perjanjian tersebut juga dianggap telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, di antaranya Pasal 281 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang yang berbunyi sebagai berikut;
“rencana perdamaian dapat diterima berdasarkan:
  1. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor konkuren haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 268 termasuk Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut; dan
  2. persetujuan lebih dari 1/2 (satu perdua) jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan dari Kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut”
 
Atas uraian di atas maka majelis hakim yang dipimpin Heru Prakosa sebagai Ketua Majelis, dan Suko Triyono beserta Arief Waluyo selaku hakim anggota menyatakan sah perdamaian yang dilakukan antara PT Indo Eneri Alam Resources selaku debitor dalam PKPU dengan para Kreditor sebagaimana tertuang dalam perjanjian pada 24 Maret 2015.

Majelis juga meminta para debitor dan kreditor menaati putusan perdamaian ini, kemudian menyatakan PKPU Nomor.13/PDT.SUS/PKPU/2015/ PN.NIAGA.JKT.PST. jo NOMOR: 03/PDT.SUS/ PAILIT/2015/ PN.NIAGA.JKT.PST. demi hukum berakhir dan yang terakhir membebankan biaya perkara pada debitor dalam PKPU sebesar Rp.1.527.000,-

Dalam tingkat kasasi, perkara ini juga dikuatkan oleh Mahkamah Agung yang permohonan kasasi yang diajukan PT Berau Usaha Mandiri (BUM) tidak dapat diterima. Alasannya rencana perdamaian sudah sesuai dan tidak melanggar Pasal 281 UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitian.

Selain itu, berdasarkan Pasal 293 ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan juga disebut terhadap putusan pengadilan berdasarkan ketentuan dalam Bab III ini tidak terbuka upaya hukum kecuali ditentukan lain dalam undang-undang tersebut.
Tags:

Berita Terkait