Presiden Jokowi Minta Pakar Hukum Benahi 42 Ribu Regulasi Penghambat
Berita

Presiden Jokowi Minta Pakar Hukum Benahi 42 Ribu Regulasi Penghambat

Dipangkas setengahnya. Tujuannya agar Indonesia bisa berlari kencang mengikuti perubahan-perubahan global yang serba cepat.

Oleh:
Fathan Qorib/RED
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengaku mengikuti perubahan-perubahan global yang sekarang ini sudah sangat cepat. Namun itu tidak mudah dilakukan karena masalah regulasi. Ia menjelaskan terdapat 42 ribu peraturan baik undang-undang, peraturan presiden, peraturan menteri, peraturan gubernur hingga peraturan wali kota yang rentan memiliki makna bertentangan.

“Saya masih pusing mengatasi 42.000 peraturan ini. Nanti saya minta pakar hukum urusi 42.000 ini gimana. Ya paling tidak separuh hilang sudah untuk mempercepat lari kita. Kita ini ingin lari tapi problemnya di sini,” kata Presiden Jokowi saat menghadiri Rembuk Nasional ke-3 Tahun 2017 di Jakarta, sebagaimana dikutip dari laman resmi setkab.go.id, Senin (23/10) malam.

(Baca Juga: Mengintip Simplifikasi Regulasi di Tahun 2016)

Tahun lalu, Presiden Jokowi mengaku telah menghapus 3.153 Perda. Namun ia tetap meminta kepada sejumlah kepala daerah untuk tidak membuat peraturan daerah, kecuali beberapa peraturan yang berkualitas. Ia juga berharap agar DPR tidak perlu membuat banyak undang-undang hanya sekadar proyek, namun dapat membuat beberapa regulasi yang juga mumpuni.

Pembenahan regulasi ini bertujuan agar Indonesia bisa berlari kencang mengikuti perubahan-perubahan global yang serba cepat. Menurutnya, ke depan bukan negara kuat mengalahkan negara kecil atau negara kuat mengalahkan negara yang sedang, tidak. Tetapi, ke depan itu negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat.

“Bukan negara besar mengalahkan negara kecil,” tegas Presiden Jokowi menekankan.

Pada kesempatan itu Presiden Jokowi juga menegaskan sikap pemerintah bahwa saat ini masih fokus terhadap pembangunan infrastruktur. “Tadi ada yang menyampaikan saya jangan hanya jadi panglima infrastruktur. Sekarang ini saya baru fokus, jadi panglimanya di infrastruktur dulu, jangan berbelok ke yang lain,” katanya.

Namun, Presiden Jokowi tidak mau hanya sekadar menerima laporan pembangunan infrastruktur dari belakang meja. Karena itu, ia akan terus “blusukan” ke daerah-daerah untuk mengawasi langsung progres pembangunan sehingga cepat terlaksana. “Semua saya awasi betul, saya ikuti betul, di lapangan saya ikuti betul. Datang ke satu tempat bisa sampai enam kali. Kenapa begitu ya memang dalam manajemen kalau enggak ada pengawasan atau kontrol tidak akan jadi,” jelasnya.

(Baca Juga: BKPM: Minimnya Koordinasi Pusat-Daerah Jadi Penghambat Investasi)

Acara Rembuk Nasional 2017 ini digelar untuk mendalami dan mengkritisi capaian 3 tahun Pemerintahan Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla dalam 12 bidang pembangunan dan masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus. Dalam rembuk Nasional ini diberikan 12 rekomendasi dari 12 bidang berbeda terkait permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia, seperti bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, penegakan hukum dan keamanan, hingga kemaritiman.

Tampak hadir dalam kesempatan itu antara lain di antaranya Mendagri Tjahjo Kumolo, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menkominfo Rudiantara, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri, Menkumham Yasonna H. Laoly, Kepala Staf Presiden Teten Masduki, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian.

Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas memetakan ada empat isu prioritas terkait simplifikasi regulasi. Keempatnya adalah sumber daya alam (SDA), perizinan dan ivestasi, perindustrian dan perdagangan dan tema strategis sesuai rencana kerja pemerintah (RKP) yang akan ditentukan kemudian serta disesuaikan dengan karakteristik masing-masing K/L.

(Baca Juga: 4 Fokus Simplifikasi Regulasi Pemerintah di Tahun 2017)

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Hubungan Kelembagaan, Diani Sadiawati, menyampaikan bahwa kondisi regulasi yang ada di Indonesia saat ini tidak berkualitas karena tumpang tindih, multitafsir dan membebani, kuantitas regulasi tidak proporsional dan pastinya adalah inefisiensi.

Buruknya kualitas regulasi secara langsung memberikan dampak kepada investasi. Birokrasi yang berbelit-belit, lamanya waktu proses perizinan, membuat investor berpikir dua kali untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Padahal, investasi merupakan salah satu mesin penggerak ekonomi Indonesia.
Tags:

Berita Terkait