WNI Terancam Deportasi di AS: Migran Ekonomi atau Pencari Suaka?
Kolom

WNI Terancam Deportasi di AS: Migran Ekonomi atau Pencari Suaka?

Setiap orang berhak untuk berpindah tempat dan tinggal di negara manapun. Namun mari jujur alasan dan motifnya. Jangan mengarang-ngarang cerita dan mendiskreditkan kelompok lain dan mencemarkan nama bangsa.

Bacaan 2 Menit
Heru Susetyo. Foto: Istimewa
Heru Susetyo. Foto: Istimewa

Belum lama ini tersiar kabar bahwa ribuan warga Indonesia, WNI, keturunan Tionghoa  yang selama ini tinggal di Amerika Serikat (AS) segera dideportasi. Menurut Reuters, sekitar 2.000 warga Indonesia beretnis Tionghoa yang akan dideportasi dari Amerika selama ini tinggal sebagai imigran ilegal. Mereka merupakan bagian dari puluhan ribu imigran ilegal yang segera dideportasi. 

 

Kebijakan Presiden AS Donald Trump tentang imigran gelap membuat ribuan WNI terjaring dan terancam dideportasi. Namun banyak yang menolak dipulangkan karena takut akan mengalami diskriminasi rasial dan ancaman kekerasan karena kebencian etnis dan agama. Kebanyakan warga Indonesia yang bakal dideportasi itu dulunya masuk ke Amerika Serikat secara legal, yakni menggunakan visa turis. Lalu mereka tinggal melebihi batas waktu yang tertera di visa (Tempo.co/ 18 Oktober 2017). 

 

Alasan yang sering digunakan adalah mereka menjadi korban dari Kerusuhan Mei 1998 di Indonesia. Valid-kah alasan tersebut dan dapatkan mereka dikategorikan sebagai pencari suaka?

 

Pertanyaan ini menjadi penting, karena tidak semua WNI yang overstay di Amerika Serikat adalah betul-betul korban 1998. Banyak yang sudah di sana bahkan sejak sebelum 1998.  Ada juga yang bukan korban namun menjadikan momentum 1998 sebagai modus untuk dapat tinggal secara legal di AS.

 

Paling tidak asumsi ini sudah terbukti pada tahun 2004. Di pertengahan November 2004, masyarakat Indonesia di pantai timur Amerika Serikat dikejutkan dengan penangkapan 26 orang Warga Negara Indonesia (WNI) yang mayoritas keturunan Tionghoa atas tuduhan pemalsuan dokumen-dokumen keimigrasian dan pengajuan permohonan suaka politik palsu.

 

Majalah Tempo 5 Desember 2004 mengungkapkan bahwa pada 22 November 2004 pemerintah AS telah menggerebek anggota sindikat pemalsu dokumen suaka secara serentak di lebih dari 10 negara bagian di AS. Dari 26 tersangka, 23 di antaranya adalah WNI, sisanya dua orang warga negara AS dan seorang warga Australia. Pimpinan sindikat ini adalah Hans Gouw, WNI yang permohonan suakanya dikabulkan pada 1999.

 

Semua tersangka dikenai tuduhan sama: memalsukan dokumen suaka dan berkonspirasi dalam pemalsuan dokumen. Antara lain dokumen Surat Izin Mengemudi (Driving License), Kartu Identitas Penduduk (ID Card), sertifikat permanent resident (green card), Social Security Number (SSN), sampai dengan pengurusan suaka politik (political asylum).

Tags:

Berita Terkait