Mendudukkan Ormas
Editorial

Mendudukkan Ormas

​​​​​​​Kentalnya pendekatan politik dalam pengaturan soal organisasi masyarakat sipil, membuat banyak kerancuan dalam pengaturan Ormas. Mendorong pembahasan RUU Perkumpulan untuk mengganti UU Ormas merupakan jalan keluar hukum untuk membangun sektor nirlaba Indonesia yang sehat.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

DPR telah mengetok palu sidang paripurna untuk menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi UU. Bagian dari sejarah Indonesia ini disetujui setelah sidang paripurna DPR melalui mekanisme voting. Pada akhirnya, keputusan politik menghasilkan bahwa yang setuju lebih banyak daripada yang tidak setuju.

 

Fraksi yang menyetujui antara lain PDIP, PPP, Golkar, PKB, NasDem, Hanura dan Demokrat. PPP, PKB dan Demokrat menerima Perppu dengan catatan agar DPR bersama pemerintah segera merevisi Perppu yang baru disetujui itu. Sedangkan tiga fraksi lainnya menyatakan tidak setuju yakni Gerindra, PKS dan PAN. Selanjutnya, Perppu yang telah disetujui jadi UU itu tinggal diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

Perlu diingat, persetujuan Perppu Ormas menjadi UU meninggalkan permasalahan bagi sebagian pihak. Misalnya saja Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang status badan hukumnya telah dicabut oleh Menteri Hukum dan HAM sebagai tindaklanjut dari pelaksanaan Perppu. HTI telah menggugat SK pencabutan tersebut ke PTUN Jakarta. Di sisi lain, persoalan Perppu Ormas pun telah bergulir ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa pihak tercatat menjadi pemohon gugatan. Dengan disetujuinya Perppu menjadi UU, maka bola panas persoalan ini bergulir ke MK dan PTUN Jakarta.

 

Judicial review Perppu yang nyatanya telah disetujui jadi UU menimbulkan polemik baru. Apakah MK akan menerima atau menolak judicial review, tinggal menungu keputusan para “Pengawal Konstitusi”. Hal serupa juga ada di tangan PTUN Jakarta, apakah mengabulkan gugatan para pemohon yakni HTI atau tidak.

 

Penting diingat, upaya-upaya hukum ini harus dihormati meski Perppu Ormas telah disetujui menjadi UU. Jika pada akhirnya gugatan HTI di PTUN ditolak, dampak hukum khususnya masalah eksekusi menjadi persoalan baru. Bagaimana nasib aset HTI yang telah berbadan hukum tersebut?

 

Biasanya aset berbadan hukum sudah atas nama badan hukum tertentu, bukan perseorangan. Dengan dicabutnya badan hukum, maka para pengurus Ormas tak bisa mengakses sehingga dampak hukum ini menjadi persoalan lanjutan yang perlu diselesaikan di tingkat implementasi.

 

Belum lagi munculnya kerancuan rezim hukum bagi badan hukum berbentuk yayasan dan perkumpulan. Di satu sisi mesti patuh pada UU Ormas, di sisi lain ada mekanisme badan hukum yang dilewati baik di UU No. 28 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan maupun sesuai Staatsbald Nomor 64 Tahun 1870 tentang Perkumpulan-Perkumpulan Berbadan Hukum (Rechtpersoonlijkheid van Verenegingen).

Halaman Selanjutnya:
Tags: