Isu Klausula Arbitrase dalam Kasus Gugatan Terhadap Firma Hukum
Berita

Isu Klausula Arbitrase dalam Kasus Gugatan Terhadap Firma Hukum

Kantor Hukum ABNR ajukan gugat rekonvensi dan meminta ganti rugi yang lebih besar.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi perjanjian antara para pihak. Ilustrator: BAS Cs
Ilustrasi perjanjian antara para pihak. Ilustrator: BAS Cs

Pencantuman klausula arbitrase dalam perjanjian telah menjadi salah satu isu yang mengemuka dalam gugatan terhadap kantor hukum ABNR (Tergugat I), Philip R Payne (tergugat II), dan Ricky S. Nazir di PN Jakarta Selatan. Para tergugat sudah menyampaikan jawaban atas gugatan yang diajukan Harsono Amidjojo, PT Harsco Dana Abadi dan PT Anugrah Tunas Asia. Para penggugat meminta ganti rugi lebih dari satu triliun rupiah.

Pengacara para tergugat telah menjadikan isu klausula arbitrase itu untuk menegaskan bahwa PN Jakarta Selatan sebenarnya tidak berwenang menangani gugatan itu. Dengan adanya klausula arbitrase maka lembaga arbitrase pula yang berwenang menangani sengketa kedua belah pihak. “Ada klausula arbitrase dalam perjanjian tersebut. Kalau kita merujuk kembali ke UU Arbitrase (UU No. 30 Tahun 1999red), penyelesaian sengketa memang harus dari arbitrase itu sendiri. SIAC kalau tidak salah,” kata Iman Nul Islam, salah seorang kuasa hukum tergugat dari kantor hukum Hotman Paris & Partners. SIAC adalah Singapore International Arbitration Center).

Dalam perkara ini terungkap ada perjanjian berupa Shareholders Agreement (SHA) tertanggal 31 Juli 2013. Dalam SHA ditegaskan setiap perselisihan dan hal yang berhubungan harus diselesaikan melalui SIAC. Bahkan arbitrase berwenang bukan hanya mengadili substansi pokok perselisihan, tetapi juga hal lain yang berhubungan dengan SHA.

(Baca juga: Ketentuan Mengubah Klausula Arbitrase dalam Addendum Akad).

Kuasa hukum penggugat, Radhie N. Yusuf, tak menampik adanya klausula arbitrase dalam perjanjian. Tetapi, tegas dia, klausula arbitrase hanya berlaku antara para pihak yang melakukan perjanjian. Para pihak dalam perjanjianlah yang menggunakan forum arbitrase dalam penyelesaian sengketa mereka. “Kata kunci, ada perjanjian di antara para pihak, isinya ada klausul arbitrase. Nah, antara ABNR, PP (Philip Payne) dan RN (Ricky S. Nazir) kan tidak pernah ada perjanjian. Jadi, gimana bisa ada klausul arbitrase?” ujar Radhie melalui pesan singkatnya.

Radhie menegaskan klausula arbitrase dalam SHA hanya mengikat pihak yang menandatangani perjanjian SHA. Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan perjanjian berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pihaknya bukan ABNR, RN dan PP. Bagaimana bisa klausul arbitrase dikenakan kepada orang yang bukan pihak dalam perjanjian. Apalagi jelas kan isi gugatan mempermasalahkan perbuatan ABNR, PP dan RN. Selain itu sudah ada putusan kode etik yang menyatakan PP melanggar kode etik,” jelasnya.

Dalam salinan dokumen persidangan terungkap tergugat berharap agar eksepsi absolut diputus lebih dahulu sebelum pokok perkara dan pembuktian. Para tergugat mengingatkan sudah ada sejumlah putusan pengadilan atau yurisprudensi yang intinya menyatakan pengadilan negeri tak berwenang memeriksa dan memutus perkara jika ada klausula arbitrase.

(Baca juga: Digugat Rp1 Triliun, Firma Hukum Ini Berikan Jawaban).

Selain meminta majelis mengabulkan dalil mengenai klausula arbitrase tersebut, tergugat meminta agar hakim menyatakan para Penggugat tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan gugatan a quo karena surat gugatan didasarkan pada lima tagihan (invoice) yang ternyata tidak satu pun dibayar oleh penggugat. Untuk tagihan pertama senilai AS$25.323,54 yang ditagihkan ke PT Harsco Dana Abadi masih berupa draft atau konsep. Sama halnya dengan tagihan dalam jumlah yang sama yang ditagihkan kepada PT Anugrah Tunas Asia juga masih berupa draft atau konsep. Tagihan ketiga sebesar AS$67.136,84 ditagihkan kepada PT Moriss Energi, bukan dialamatkan kepada para Penggugat. Begitu pula pada invoice keempat dan kelima yang masing-masing berjumlah AS$4.753,62 serta AS$1.209,08 juga ditagihkan kepada PT Moriss Energi, bukan para penggugat. Oleh karena itu Penggugat dianggap tidak mempunyai legal standing dalam perkara a quo.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait