Dosen FHUI Uji Ketentuan Akses Informasi Pajak ke MK
Berita

Dosen FHUI Uji Ketentuan Akses Informasi Pajak ke MK

Klaim Pemerintah tentang kegentingan memaksa akibat kekosongan hukum yang sejalan dengan konvensi internasional yang diadakan oleh OECD tersebut dinilai tidak tepat.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Dosen FHUI Uji Ketentuan Akses Informasi Pajak ke MK
Hukumonline

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan di-judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Perdana yang digelar MK, Kamis (2/11), mengagendakan pemeriksaan berkas-berkas. Akan tetapi, mengingat Perppu tersebut telah menjadi UU No.9 Tahun 2017, maka Pemohon diberikan waktu sampai 15 November untuk memperbaiki atau mencabut permohonannya.

 

“Rupanya ada persetujuan yang kurang diperhatikan oleh publik secara luas yang diberikan oleh DPR terhadap Perppu tersebut karena sudah disahkan menjadi undang-undang,” ujar pemohon, Fernando M. Manullang, kepada hukumonilne setelah mengikuti persidangan di MK, Kamis (2/11).

 

Alasan Fernando melakukan pengujian terhadap Perppu tersebut, terkait sifat kegentingan memaksa yang menjadi alasan dari Pemerintah saat mengeluarkan Perppu. Menurut Pemerintah, Perppu itu hadir akibat persetujuan Indonesia terhadap “Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters”, suatu konvensi internasional yang dipromosikan oleh Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).

 

Menurut Fernando, klaim Pemerintah tentang kegentingan memaksa akibat kekosongan hukum yang sejalan dengan konvensi internasional yang diadakan oleh OECD tersebut tidaklah tepat. “Soal pembukaan rekening Bank di dalam negeri yang berkaitan dengan urusan pajak itu telah diatur,” ujarnya.

 

Ia merujuk kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 25/PIJK.03/2015 tentang Penyampaian Informasi Nasabah Asing terkait Perpajakan kepada Negara Mitra atau Yuridiksi Mitra. Selain itu, terdapat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 125/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi.

 

Kekeliruan lainnya menurut Fernando, sebuah konvensi internasional seharusnya disahkan ke dalam bentuk suatu undang-undang melalui proses ratifikasi. Penetapan sebuah konvensi internasional tanpa melalui proses ratifikasi akan menimbulkan sebuah pertanyaan kritis, apakah isi Perppu yang dikeluarkan oleh Pemerintah benar-benar sesuai dengan isi konvensi internasional OECD tersebut?

 

“Nah, dalam konvensi internasional tersebut, yang diatur adalah pembukaan secara otomatis atau pemberian akses secara otomatis terhadap rekening-rekening bank yang ada di luar Negeri,” terang Fernando sembari membandingkan isi Perppu yang juga mengatur rekening nasabah di dalam Negeri.

Tags:

Berita Terkait