Buruh Jakarta Desak Gubernur Revisi Besaran UMP 2018
Berita

Buruh Jakarta Desak Gubernur Revisi Besaran UMP 2018

Perlu penyesuaian komponen sewa kamar, listrik, dan transportasi.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Demo buruh dikawal polisi. Foto: RES
Demo buruh dikawal polisi. Foto: RES

Serikat buruh yang tergabung dalam Koalisi Buruh Jakarta (KBJ) dan Gerakan Buruh Jakarta (GBJ) menuntut Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan dan Wakilnya, Sandiaga Salahuddin Uno, merevisi upah minimum provinsi (UMP) 2018 dari Rp3.648.035 menjadi Rp3.917.398.

Anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari unsur buruh, Jayadi, mengatakan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) yang dilakukan Dewan Pengupahan Jakarta sebesar Rp3.149.631. Setelah mempelajari besaran KHL itu Jayadi menyebut unsur buruh melihat ada tiga komponen KHL yang perlu disesuaikan yaitu sewa kamar, listrik, dan transportasi. Buruh menuntut ketiga komponen itu dinaikkan karena harga sewa kamar yang muat untuk kursi, tempat tidur dan dapur besarannya Rp1 juta. Kemudian, selama tahun ini pemerintah terhitung tiga kali menaikkan tarif listrik, oleh karenanya ongkos listrik buruh setiap bulan perlu disesuaikan sebesar Rp300 ribu. Untuk transportasi, buruh harus naik angkot atau ojek sampai ke halte transjakarta sehingga besaran yang dibutuhkan sebulan Rp600 ribu.

Dalam rapat di Dewan Pengupahan, jelas Jayadi, wakil pengusaha tidak sepakat dengan usulan buruh. Oleh karenanya unsur pemerintah diminta untuk membuat keputusan yang disepakati semua pihak. Alhasil, besaran KHL yang disepakati sebesar Rp3.603.531. Mengacu KHL tersebut, ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional 8,71 persen buruh mengusulkan besaran UMP 2018 sebesar Rp3.917.398.

(Baca juga: Penetapan UMP 2018, Pengusaha dan Pekerja Beda Perhitungan).

Unsur pengusaha dan pemerintah mengusulkan UMP 2018 sebesar Rp3.648.035. Besaran itu mengacu KHL Rp3.355.750 ditambah inflasi dan pertumbuhan nasional 8,71 persen. Dalam demonstrasi yang digelar buruh di depan Balai Kota, Jayadi menyebut Anies berjanji akan mendengar masukan buruh sebelum menetapkan UMP 2018. Namun, sampai UMP 2018 ditetapkan tidak ada serikat buruh yang diundang Gubernur atau Wakil Gubernur membicarakan proses penetapan UMP 2018 itu.

Padahal dalam kontrak politik KBJ dengan Anies-Sandi sewaktu kampanye, disepakati penetapan UMP tidak akan mengacu PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kedua pihak sepakat penetapannya didasarkan pada UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “UMP Jakarta harus lebih tinggi dibanding UMP dengan menggunakan formula PP Pengupahan,” kata Jayadi dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (3/11).

Presidium GBJ, Ade Mulyadi, mengatakan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta berjanji akan memberi kompensasi bagi buruh yang upahnya sebesar UMP. Kompensasi itu berupa naik bus Transjakarta secara gratis, subsidi pangan, dan Kartu Jakarta Pintar (KJP). Sekalipun rencana itu terwujud, Ade mengatakan kompensasi itu tidak akan efektif karena belum jelas mekanisme subsidi pangan dijalankan, Belum jelas pula apakah mampu menjangkau buruh yang sebagian besar bermukim di sekitar kawasan industri. Kawasan industri di Jakarta Utara, misalnya, tidak akan terjangkau oleh bus Transjakarta. Karena itu, kata Ade, kompensasi untuk buruh berupa gratis naik bus Transjakarta bakal percuma. Kemudian, KJP apakah bisa diterima oleh anak buruh yang kebanyakan tinggal di desa. “Apa KJP bisa digunakan di daerah di luar Jakarta?,” ujarnya.

Deputi Presiden KPSI, Muhammad Rusdi, mengaku kecewa dengan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta (Anies-Sandi) karena tidak mau menetapkan UMP sebagaimana amanat UU Ketenagakerjaan tapi malah mengacu PP Pengupahan. Dia mengingatkan rekomendasi Komisi IX DPR menyebut PP Pengupahan tidak sesuai UU Ketenagakerjaan. Buruh juga sudah menempuh uji materi ke Mahkamah Agung, namun permohonan pekerja tidak dapat diterima.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait