Awas ‘Jebakan’ Penyalahgunaan Wewenang dalam Penerbitan Izin Pertambangan
Berita

Awas ‘Jebakan’ Penyalahgunaan Wewenang dalam Penerbitan Izin Pertambangan

Pejabat pemerintahan yang mengabaikan permohonan warga bisa digugat menggunakan dalil fiktif positif.

Oleh:
Muhammad Yasin/NEE
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febry DIandyah saat mengumumkan status tersangka kepada Bupati Konawe Utara berkaitan dengan izin-izin pertambangan. Foto: RES
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febry DIandyah saat mengumumkan status tersangka kepada Bupati Konawe Utara berkaitan dengan izin-izin pertambangan. Foto: RES

Pengadilan Tata Usaha Negara Padang telah mengabulkan gugatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang terhadap Gubernur Sumatera Barat. Dalam putusan yang dibacakan 20 Oktober lalu, majelis hakim mengabulkan argumentasi fiktif positif yang digunakan pemohon berkenaan dengan izin-izin pertambangan. LBH Padang mengirimkan surat tertulis berisi permintaan agar gubernur mencabut 26 izin usaha pertambangan yang masih aktif atau yang belum habis masa berlakunya.

Putusan majelis hakim PTUN beranggotakan Harisman, Zabdi Palangan dan M Afif itu merupakan salah satu putusan yang mengakomodasi prinsip fiktif positif dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Berdasarkan prinsip ini, pejabatan tata usaha negara yang tak merespons permohonan warga atau badan hukum perdata berarti pejabat bersangkutan menyetujui permohonan itu. Dalam kasus di Padang, LBH meminta Gubernur mencabut 26 izin usaha pertambangan non clear and clean (Non-CNC).

Direktur LBH Padang, Era Purnama Sari, mengapresiasi putusan hakim, dan menganggap putusan itu progressif, berpihak pada keadilan ekonomi, keadilan sosial, dan keadilan lingkungan. “Sekarang tinggal menunggu keputusan Gubernur terhadap putusan pengadilan,” kata Era sesaat setelah putusan.

(Baca juga: Gunakan Dalil Fiktif Positif, LBH Padang Gugat Gubernur).

Berdasarkan Pasal 53 ayat (6) UU No. 30 Tahun 2014, jika tak mengajukan upaya hukum, gubernur selaku pejabat pemerintahan wajib menetapkan keputusan untuk melaksanakan putusan PTUN paling lama lima hari sejak putusan pengadilan ditetapkan. Dikutip dari Antara, pihak Gubernur masih menunggu salinan putusan untuk menjalankan putusan pengadilan itu.

LBH Padang mewanti-wanti agar gubernur menjalankan putusan pengadilan tersebut. Jika tidak, konsekuensinya bisa bersifat administratif atau pidana. Putusan pengadilan yang mengakomodasi hak gugat warga adalah sebuah amanah pengadilan agar kepala daerah tak sembarangan menerbitkan izin pertambangan.

Warning tentang perlunya pembenahan perizinan tambang itu juga bisa dilihat dari langkah KPK. Komisi antirasuah ini telah menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara, Nur Alam, dan Bupati Konawe Utara, Aswad Sulaiman, berkaitan dengan izin-izin pertambangan. Adapun Bupati Kutai Kertanegara ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap dalam pemberian izin perkebunan.

(Lihat juga: KPK Tetapkan Bupati Konawe Utara Sebagai Tersangka).

KPK sendiri sebenarnya sudah lama mencium ketidakberesan dalam pemberian izin-izin pertambangan di daerah. KPK menengarai puluhan trilun kerugian negara akibat penataan izin tambang yang tak jelas. Bahkan tim KPK datang ke daerah-daerah untuk melakukan evaluasi dan edukasi. Toh, masih ada yang mengabaikan warning itu. Dosen hukum administrasi negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Harsanto Nursadi, melihat kasus-kasus kepala daerah yang ditetapkan tersangka itu berkaitan dengan suap perizinan dan gratifikasi. Dalam hal suap, prosedurnya mungkin tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait