Menkumham: Mengatasi Obesitas Regulasi Jadi Prioritas Pemerintah
Berita

Menkumham: Mengatasi Obesitas Regulasi Jadi Prioritas Pemerintah

Disharmoni dan banyaknya regulasi yang ada dianggap menghambat pembangunan negara.

Oleh:
Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Menteri Yasonna saat membuka Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-4. Foto: NEE
Menteri Yasonna saat membuka Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-4. Foto: NEE

Mengusung tema "Penataan Regulasi di Indonesia", Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-4 resmi dibuka Jumat (10/11) malam oleh Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly. Konferensi yang rutin diselenggarakan sejak tahun 2014 ini dihadiri ratusan akademisi hukum, peneliti, praktisi dan pemangku kepentingan baik dari dalam maupun luar negeri. Berlokasi di Jember, Jawa Timur, para peserta akan melakukan diskusi terarah untuk menghasilkan rekomendasi bagi para pemangku kepentingan.

 

Selain Menkumham, perhelatan ini juga dihadiri Dirjen Perundang-undangan, Widodo Ekatjahjana, hakim konstitusi dan para mantan hakim konstitusi juga turut serta. Mereka antara lain Saldi Isra, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang saat ini menjabat Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN), Mohammad Mahfud MD, dan Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), Harjono. Hadir pula Bupati Jember Faida beserta jajarannya didampingi pimpinan Universitas Jember antara lain Rektor dan Dekan Fakultas Hukum.

 

Yasonna menyampaikan, ibarat tubuh manusia, regulasi di Indonesia sudah obesitas. Akibatnya berbagai regulasi yang ada sudah tidak lagi sehat untuk mendorong pembangunan dan kemajuan negara. Menurutnya, pembentukan berbagai produk perundang-undangan cenderung dipenuhi pragmatisme dan ego sektoral masing-masing kementerian saat menyusun program legislasi nasional.

 

"Kadang-kadang yang dibicarakan adalah kementerian saya, lembaga saya, bukan negara kita, kepentingan nasional," katanya dalam orasi pembuka konferensi di depan para peserta.

 

Selama ini, lanjut Yasonna, Kementerian Hukum dan HAM selalu mendorong agar kepentingan skala nasional menjadi fokus semua unsur pemerintahan dalam membentuk regulasi. Namun tidak dapat dielakkan bahwa disharmoni regulasi kerap terjadi karena berbagai sebab. Setidaknya ada tiga tantangan pengelolaan regulasi di Indonesia sebagai negara hukum saat ini.

 

(Baca Juga: Akui Kualitas Produk Legislasi Rendah, Pemerintah Fokus Harmonisasi Regulasi)

 

Pertama, ‘obesitas’ regulasi di tingkat pusat dan daerah yang cenderung menghambat pembangunan ekonomi khususnya investasi swasta. Terlalu banyaknya jumlah regulasi yang ada juga dinilainya menghambat efektifitas pelayanan publik. “Kurang lebih dari 62 ribuan peraturan yang tersebar di berbagai instansi, berpotensi tumpang tindih, belum lagi dinyatakan inkonstitusional,” katanya.

 

Kedua, ketidakharmonisan masih ditemukan di berbagai instansi tingkat pusat yang seharusnya lebih mudah melakukan komunikasi. Yasonna menggarisbawahi secara khusus berbagai Peraturan Menteri/Badan/Komisi di mana memang tidak ada kewajiban untuk melakukan harmonisasi satu sama lain antar soal substansi yang diatur.

Tags:

Berita Terkait