Mangkir Lagi, Setnov Potensi Bisa Dijemput Paksa
Berita

Mangkir Lagi, Setnov Potensi Bisa Dijemput Paksa

KPK sudah dapat menerapkan ketentuan Pasal 19 ayat (2) KUHAP sebagai sikap tegas sepanjang memiliki bukti yang cukup.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Setya Novanto
Setya Novanto

Kali ketiga Setya Novanto mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kaitannya kasus dugaan korupsi proyek e-KTP. Setya Novanto resmi ditetapkan sebagai tersangka kembali dalam kasus yang sama oleh KPK. Hari ini, Setya Novanto dipanggil dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk diperiksa atas nama tersangka ASS dalam kasus korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.

 

Dosen hukum pidana Universitas Trisaksi Abdul Fickar Hadjar menilai mangkirnya Setya Novanto dari pemanggilan KPK, tidak memberi contoh yang baik terhadap warga negara. Justru, memberikan contoh buruk sebagai pejabat negara yang tidak taat hukum. Bila merujuk Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), maka panggilan paksa dapat diterapkan setelah tersangka mangkir dari tiga kali panggilan penyidik.

 

“Mangkir lagi, sudah cukup alasan untuk menjemput paksa dan menahannya,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Hukumonline, Senin (13/11). Baca Juga: Setya Novanto Kembali Jadi Tersangka, KPK: Siap Hadapi Perlawanan Hukum  

 

Ia menilai KPK semestinya tak perlu lagi mengulur-ngulur pemanggilan Setya Novanto yang tidak pernah datang. Sebab, KPK sudah dapat menerapkan upaya pemanggilan paksa sesuai Undang-Undang (UU). Merujuk Pasal 112 ayat (1) KUHAP menyebutkan, “Penyidik berwenang melakukan pemanggilan terhadap tersangka dan saksi bila dianggap perlu untuk diperiksa.” 

 

Lalu, KPK dapat melakukan penjemputan paksa terhadap tersangka yang mangkir kali kedua dengan alasan hukum merujuk Pasal 112 ayat (2) KUHAP. Aturan ini menyebutkan, “Orang yang dipanggil kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawanya.”

 

Karena itu, pemangilan ataupun penjemputan paksa menjadi kewenangan KPK, Kepolisian, maupun Kejaksaan sebagai penegak hukum. Fickar berpendapat KPK sudah dapat melakukan pemanggilan ataupun penjemputan paksa sesuai KUHAP. Penangkapan pun dapat diterapkan sesuai Pasal 19 ayat (2) KUHAP.

 

Pasal 19 ayat (2) menyebutkan, “Terhadap tersangka pelaku pelanggaran tidak diadakan penangkapan kecuali dalam hal ia telah dipanggil secara sah dua kali berturut-turut tidak memenuhi panggilan itu tanpa alasan yang sah”. “Saya kira KPK bisa melakukan sikap tegas jika memang telah mempunyai bukti yang cukup,” kata dia.

Tags:

Berita Terkait