Pemeriksaan Anggota DPR, Tersangka Korupsi Tak Perlu Izin Presiden
Berita

Pemeriksaan Anggota DPR, Tersangka Korupsi Tak Perlu Izin Presiden

Termasuk kejahatan kemanusiaan dan keamanan, tindak pidana kejahatan yang diancam hukuman mati atau seumur hidup, dan tertangkap tangan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Beberapa kali mangkirnya Ketua DPR Setya Novanto dari pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan dalih mesti izin presiden terus menjadi polemik di kalangan para ahli hukum. Tak terkecuali, bagi sejumlah anggota DPR di Senayan. Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengatakan proses pemanggilan anggota dewan yang tersandung kasus hukum sudah diatur secara jelas dalam Pasal 245 UU No. 17 Tahun 2014 tentang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

 

Dia menerangkan setiap anggota dewan yang dimintai keterangan oleh penegak hukum dalam kapasitasnya sebagai saksi mesti mendapat izin dari presiden. Demikian pula, ketika anggota dewan berstatus tersangka yang bukan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 245 ayat (3) UU MD3 dan putusan MK No. 76/PUU/XII/2014 terkait uji materi Pasal 245 ayat (1) UU MD3.

 

“Kalau tindak pidana khusus (korupsi) kan sudah diatur dalam Pasal 245 ayat (3) UU MD3,” ujar Arsul Sani di Komplek Gedung DPR Jakarta, Kamis (16/11/2017).     

 

Arsul menerangkan pada putusan MK itu intinya Pasal 245 ayat (1) UU MD3 dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana (umum) tidak lagi memerlukan izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), tetapi seizin tertulis dari presiden.

 

Pasal 245

(1) Pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.  

(3) Ketentuan dan permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila anggota DPR: a. tertangkap tangan melakukan tindak pidana; b. disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau tindak pidana kejahatan terhadap kemanusiaan dan keamanan negara berdasarkan bukti permulaan yang cukup; atau c. disangka melakukan tindak pidana khusus.

 

Dia melanjutkan hanya saja izin presiden tidak diperlukan terhadap pemeriksaan anggota dewan yang tersandung kasus tindak pidana tertentu atau khusus (korupsi) sebagaimana disebutkan dalam Pasal 245 ayat (3) UU MD3. “Prinsipnya, kalau anggota DPR dipanggil sebagai tersangka itu harus izin presiden, kecuali beberapa tindak pidana yang disebutkan Pasal 245 ayat (3) termasuk tindak pidana khusus (korupsi),” ujarnya.

 

Karena itu, KPK mestinya bisa memilah ketika hendak memanggil Setya Novanto apakah sebagai saksi atau tersangka. Apabila Setnov diperiksa sebagai saksi tetap membutuhkan izin dari presiden. Namun, ketika  Setnov diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP, KPK tak perlu meminta izin presiden.

Tags:

Berita Terkait