Peluang UU Penetapan Perppu Ormas Masuk Prolegnas Prioritas 2018
Berita

Peluang UU Penetapan Perppu Ormas Masuk Prolegnas Prioritas 2018

DPR menunggu penomoran UU Penetapan Perppu Ormas, naskah akademik, dan draft RUU.

Oleh:
Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Peluang UU Penetapan Perppu Ormas Masuk Prolegnas Prioritas 2018
Hukumonline

DPR telah menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) menjadi UU. Selanjutnya secara prosedural, tinggal pengundangan sekaligus pemberian nomor. Walau belum disematkan nomor, UU itu berpotensi jadi bagian dari 50 RUU dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2018.

 

Anggota Komisi III DPR sekaligus Badan Legislasi (Baleg), Arsul Sani, mengatakan Baleg telah menyepakati ada 50 RUU yang masuk prolegnas prioritas 2018. Dari puluhan RUU itu salah satunya revisi UU Penetapan Perppu Ormas. Tetapi bukan berarti tak bisa masuk. Salah satu RUU yang masuk list dalam 50 RUU dalam daftar itu sudah ada yang disahkan, yakni perubahan UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN).

 

Revisi atau perubahan UU PPTKLN sudah disetujui jadi Undang-Undang (UU PPMI), sehingga daftar RUU berkurang satu. Di sinilah peluang memasukkan pengesahan Perppu No. 2 Tahun 2017 jadi prioritas di 2018. “UU PPTKILN sudah disahkan (menjadi UU PPMI), maka nanti diganti dengan RUU Perubahan UU Penetapan Perppu Ormas,” kata Arsul dalam diskusi di Jakarta, Senin (20/11).

 

(Baca juga: Akhirnya, DPR Setujui Perppu Ormas Jadi UU)

 

Selanjutnya, daftar prolegnas prioritas 2018 yang telah disepakati Baleg itu tinggal menunggu pengesahan di rapat paripurna DPR. Selain penomoran dan pengesahan di paripurna, Arsul mengatakan revisi UU Eks Perppu Ormas itu juga menunggu adanya naskah akademik dan draft RUU.

 

Politisi PPP itu mengatakan fraksinya mencatat sedikitnya ada 4 isu yang patut direvisi. Pertama, prosedur pembubaran ormas harus melalui pengadilan. Untuk menindak ormas yang anti NKRI dan Pancasila, proses peradilannya bisa dipersingkat jangka waktunya atau diproses di pengadilan tingkat tertentu. Kedua, perlu diatur mekanisme yang nyata untuk melakukan pembinaan terhadap ormas yang dianggap menyimpang. Ketiga, jika ancaman pidana tetap dipertahankan, harus selaras ketentuan yang telah disepakati dalam RKUHP. Keempat, pemerintah tidak boleh sendirian menilai apakah sebuah ormas anti NKRI atau Pancasila. Patutnya dibentuk tim yang melibatkan masyarakat untuk melakukan penilaian terhadap ormas tersebut.

 

Peneliti PSHK, Ronald Rofiandri, mengusulkan agar semangat yang menjadi dasar untuk revisi itu evaluasi terhadap empat tahun pelaksanaan UU No. 17 Tahun 2013 tentang Ormas. Karena itu, yang dibahas dalam revisi nanti diharapkan bukan hanya ketentuan yang diatur dalam Perppu tapi juga UU Ormas. Menurutnya selama ini penerapan UU Ormas belum optimal. UU Ormas belum efektif mencegah ormas radikal sekalipun telah diterbitkan peraturan teknis mengenai pengawasan ormas.

 

Asas contrarius actus dalam UU Ormas, yang memberi kewenangan pemerintah untuk memberikan dan mencabut status badan hukum organisasi, juga perlu dikaji ulang. Menurut Ronald itu tidak dapat dibenarkan secara hukum karena pemberian status badan hukum bukan sekadar administratif tapi membentuk subjek hukum baru. Dalam subjek hukum melekat hak dan kewajiban. “Upaya untuk menghapus atau mencabut hak dan kewajiban yang melekat pada subjek hukum harus dilakukan melalui putusan pengadilan,” papar Ronald.

Tags:

Berita Terkait