Ingat Hal Ini Saat Buat Kontrak Usaha Patungan
Utama

Ingat Hal Ini Saat Buat Kontrak Usaha Patungan

Salah satunya diperlukannya penyusunan bahasa hukum yang tidak menimbulkan perbedaan penafsiran di antara para pihak.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
 Workshop Hukumonline 2017 bertema Membedah Aspek Hukum dalam Kontrak Usaha Patungan atau Joint Venture Agreement (JVA) di Jakarta, Rabu (22/11). Foto: AID
Workshop Hukumonline 2017 bertema Membedah Aspek Hukum dalam Kontrak Usaha Patungan atau Joint Venture Agreement (JVA) di Jakarta, Rabu (22/11). Foto: AID

Joint venture (JV) merupakan suatu kerangka perjanjian antara dua pihak (perusahaan) atau lebih yang memiliki tujuan yang sama. Perjanjian ini biasanya bermuara pada terbentuknya suatu perusahaan Joint Venture Company (JVC). Kedua pihak menyatukan sumber daya dan berkolaborasi dalam menjalankan kegiatan bisnis dengan tujuan saling menguntungkan. JV sendiri dapat mengambil berbagai struktur hukum. JVC yang paling umum digunakan dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT).

 

Namun yang perlu diingat, saat membuat perjanjian usaha patungan, perlu diperhatikan sejumlah hal agar tidak terjadi sengketa antar dua perusahaan tersebut. Dua partner pada kantor hukum AYMP Atelier of Law, Marion Elisabeth dan Gunadarma membagi pengetahuannya terkait hal ini dalam acara Workshop Hukumonline 2017 dengan tema “Membedah Aspek Hukum dalam Kontrak Usaha Patungan atau Joint Venture Agreement (JVA)” Kelas Dua di Jakarta, Rabu (22/11).

 

Marion Elisabeth mengatakan, saat menyusun Joint Venture Agreement (JVA) perlu diperhatikan sejumlah hal. JVA sendiri diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tujuan JVA memperluas pasar baru, lebih banyak mendapatkan modal, menciptakan produk baru, menggabungkan sumber daya dan lain-lain.

 

Sebuah perjanjian, lanjut, Marion, harus memenuhi syarat-syarat berkontrak sesuai dengan Pasal 1320 KUHPerdata. Ia mengklasifikasi syarat sah perjanjian ini dengan dua bagian. Pertama subjek, yakni para pihak harus sepakat dan cakap, yang harus sesuai dengan anggaran dasar JV. Kedua objektif, di mana JVA memiliki sebab yang halal, agar perjanjian tidak bertentangan dengan norma-norm, serta objek perjanjiannya harus sudah dapat ditentukan apa prestasinya.

 

Ia memaparkan, saat mendrafting JVA diperlukan ketelitian terkait isi substansi perjanjian. Substansi perjanjian harus bisa ditafsirkan dalam bahasa yang sama oleh masing-masing perusahaan serta dengan cara pemikiran yang sama. Selain itu, JVA mempunyai minority protection, di mana para pemilik saham memiliki hak veto untuk mengontrol JVC dalam menjalankan sebuah perjanjian apabila terjadi perubahan bisnis, perubahan modal saham, penjualan aset bisnis, akuisisi, melakukan pinjaman dan memberikan jaminan, melakukan transaksi dengan hubungan istimewa, mentransfer saham dan likuiditas. Hal ini juga dapat menimbulkan efek lain dalam sebuah perjanjian JV.

 

“Yaitu, dapat membuat deadlock usaha JVC diakibatkan perbedaan penafsiran dalam JVA antar para partners JVC. Dikarenakan salah satu partnernya tidak menyetujui,” katanya.

 

Untuk mengatasi deadlock, kata Marion, dilakukan penyelesaian secara damai oleh para dewan direksi dan komisaris. Tetapi apabila tidak terjadi kata sepakat untuk damai, maka dapat melakukan exericise of call option atau pelaksanaan opsi lain yaitu call and put option.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait