Hapus Peran Pengadilan, UU Penetapan Perppu Ormas Dipersoalkan
Utama

Hapus Peran Pengadilan, UU Penetapan Perppu Ormas Dipersoalkan

Pemohon khawatir apabila ke depan melakukan protes terhadap kebijakan pemerintah dan melakukan demonstrasi di depan umum, ormas SPPK berpotensi langsung dibubarkan begitu saja tanpa proses peradilan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Foto: RES

Belum lama diteken Presiden Jokowi pada 22 November 2017, UU No. 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohonnya, pengurus Serikat Pekerja Pengangguran Karawang (SPPK) yakni Muhammad Hafidz dan Abda Khair Mufti yang mempersoalkan Pasal 80 a UU Penetapan Perppu Ormas terkait mekanisme pencabutan status badan hukum oleh Menteri Hukum dan HAM tanpa melalui pengadilan.  

 

Para pemohon merasa dirugikan akibat berlakunya Pasal 80A UU Ormas. Alasannya, ormas yang selama ini bernaung potensi atau terancam dibubarkan dengan berlakunya pasal tersebut. Meski SPPK masih dalam proses pengajuan berbadan hukum. Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Sahal menuturkan pemohon merupakan warga negara yang mempunyai hak membentuk organisasi kemasyarakatan bagi warga yang belum mempunyai pekerjaan.

 

“Pemohon merasa organisasi yang dibentuknya berpotensi dibubarkan dengan berlakunya Pasal 80 a UU  No. 16 Tahun 2017,” ujar Muhammad Sahal dalam sidang perdana di gedung MK Jakarta, (27/11/2017). Sidang pemeriksaan pendahuluan ini diketuai Majelis Panel Anwar Usman beranggotakan Maria Farida dan I Dewa Gede Palguna.

 

Pasal 80 a UU No. 16 Tahun 2017 menyebutkan “Pencabutan status badan hukum ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) huruf c dan ayat (3) huruf b sekaligus dinyatakan bubar berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undan Undang ini.”

 

Sementara bunyi Pasal 61 ayat (1) huruf c UU No. 16 Tahun 2017 menyebutkan “Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas, huruf c adalah “pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan badan hukum. Pasal 61 ayat (3) huruf b ialah “Pencabutan status badan hukum oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang hukum dan hak asasi manusia.”

 

Sahal menilai Pasal 80 A UU No. 16 Tahun 2017 itu dijelaskan pencabutan badan hukum ormas tidak melalui due process of law (melibatkan pengadilan). Dia menjelaskan ormas yang dibentuk pemohon potensi dibubarkan apabila dinilai (pemerintah) mengganggu ketertiban masyarakat saat memprotes kebijakan pemerintah. Ia mengakui memang pemerintah diberi kewenangan menjatuhkan sanksi administrasi secara tertulis, penghentian kegiatan, hingga mencabut keputusan yang diterbitkannya.

 

“Tetapi, seharusnya pemerintah tidak serta merta dapat membubarkan ormas dengan pandangan subjektif saja. Masih ada prinsip asas praduga tak bersalah dan persamaan di muka hukum. Seharusnya pembubaran dan pencabutan badan hukum melalui proses pembuktian di lembaga yudikatif (pengadilan) yang independen, bukan subjektivitas eksekutif,” dalihnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait