Ahli: Mesti Bedakan Pendapat dan Ujaran Kebencian
Berita

Ahli: Mesti Bedakan Pendapat dan Ujaran Kebencian

Penerapan Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU ITE, negara wajib melindungi semuanya, termasuk kelompok masyarakat kategori di luar suku, agama, dan ras (SAR).

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi risiko hukum UU ITE baru. BAS
Ilustrasi risiko hukum UU ITE baru. BAS

Sidang pengujian Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) kembali digelar. Aturan yang terkait penyebaran informasi yang didasari rasa kebencian dan permusuhan (ujaran kebencian) dapat dipidana ini diajukan Habiburokhman yang berprofesi sebagai advokat.

 

Pemohon menilai kedua pasal itu merugikan pemohon lantaran potensi dijadikan alat untuk mengkriminalisasi masyarakat termasuk pemohon yang kerap mengeluarkan pendapat melalui media massa atau media sosial berupa kritik berbagai hal. Misalnya, definisi frasa   “antar golongan” dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45A UU ITE dinilai multitafsir karena tidak jelas batasannya, sehingga penerapannya sangat luas mencakup kelompok apapun yang ada dalam masyarakat baik formal maupun nonformal (subyektif)

 

Menurut pemohon pengertian golongan bisa saja ditafsirkan hanya berdasarkan selera dan kepentingan penguasa. Akibatnya, bisa membuat masyarakat takut menyampaikan pendapat atau pikiran atau sikap melalui sistem elektronik yang merupakan hak asasi. Sebab, jika masyarakat mengkritik pemerintah terbuka kemungkinan untuk dikriminalisasi dan dianggap menghina golongan (pemerintah, red).    

 

Karena itu, pemohon meminta agar Mahkamah menghapus frasa “antar golongan” dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A UU ITE karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Sehingga yang bisa menjadi objek ujaran kebencian dan bisa dipidana adalah Suku, Agama, Ras (SAR).

 

“Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A UU ITE tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama dan ras (SAR)’,” demikian bunyi petitum permohonannya.   

 

Sidang pengujian pasal ini sudah memasuki keterangan ahli dari pihak pemohon dan ahli pemerintah. Ahli pemohon yang memberi keterangan adalah dosen Ilmu Komunikasi Politik Universitas Airlangga Hendri Subiakto dan ahli pemerintah yakni dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Lidwina Inge Nurtjahyo.     

 

Dalam keterangannya, Hendri Subiakto menuturkan ada perbedaan antara pendapat (kritik) dengan ujaran kebencian. Pendapat merupakan  penilaian yang tentu berbeda dengan penyebaran kebencian. “Jika hanya mengatakan pemerintah buruk atau gagal, maka hal tersebut hanya pendapat dan itu tidak dilarang, tetapi jika sudah mengajak orang lain membenci kelompok lain, maka itu persoalan yang berbeda,”ujar Hendri di Gedung MK, Jakarta, Senin (5/12/2017) seperti dikutip situs MK.

Tags:

Berita Terkait