Putusan Kasus Penyandang Disabilitas Momentum Perbaiki Layanan Publik
Berita

Putusan Kasus Penyandang Disabilitas Momentum Perbaiki Layanan Publik

Pemerintah perlu menerbitkan peraturan pelaksana sebagaimana amanat UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Konperensi pers Komnas HAM dan pengacara Dwi Aryani di Jakarta, Kamis (07/12). Foto: RES
Konperensi pers Komnas HAM dan pengacara Dwi Aryani di Jakarta, Kamis (07/12). Foto: RES

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang mengabulkan sebagian gugatan seorang penyandang disabilitas, Dwi Aryani, terhadap satu maskapai penerbangan, adalah momentum untuk memperbaiki pelayanan publik di institusi-institusi pelayanan seperti moda transportasi. Putusan ini dan putusan atas kasus-kasus sejenis berperan penting mendorong perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas.

 

Komisioner Komnas HAM, M. Choirul Anam, menilai putusan PN Jakarta Selatan sebagai momentum bagi pemerintah untuk memenuhi dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas, antara lain menyangkut pelayanan publik. Anam mengingatkan UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas belum berjalan karena pemerintah belum menerbitkan peraturan pelaksananya. Instrumen regulatif itu penting agar Pemerintah memenuhi kewajibannya melindungi hak-hak penyandang disabilitas. Misalnya, penyandang disabilitas harus disediakan fasilitas, sarana, dan prasarana yang mendukung.

 

Kasus yang menimpa Dwi Ariyani, kata dia, menunjukkan absennya perlindungan hak penyandang disabilitas di bidang transportasi publik, khususnya penerbangan. Maskapai penerbangan bebas menerbitkan aturan sekalipun itu diskriminatif terhadap penyandang disabilitas. Alhasil, Dwi Ariyani diturunkan petugas maskapai karena dianggap mengganggu standar keselamatan penerbangan.

 

(Baca: PN Jakarta Selatan Kabulkan Gugatan Penyandang Disabilitas).

 

Anam mencatat banyak dugaan kasus diskriminasi yang dilakukan oleh berbagai maskapai penerbangan di Indonesia terhadap penyandang disabilitas. Padahal organisasi penerbangan sipil internasional seperti International Civil Aviation Organization (ICAO) punya beragam aturan salah satunya anti diskriminasi. “Kami akan menyurati ICAO agar mereka mendesak pemerintah Indonesia menertibkan tata kelola penerbangan termasuk maskapainya,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (07/12).

 

Sejak terbitnya UU Penyandang Disabilitas Anam menekankan persoalan penyandang disabilitas bukan sekedar urusan Kementerian Sosial, tapi setiap Kementerian dan lembaga pemerintahan punya tugas dan kewajiban sesuai kewenangannya.

 

Anggota tim kuasa hukum Dwi Ariyani, Heppy Sebayang, mengapresiasi putusan majelis hakim walau gugatan yang dikabulkan hanya sebagian. Dalam amar putusan, majelis menolak eksepsi seluruh tergugat, dan menyatakan maskapai Etihad melakukan perbuatan melawan hukum.

 

Majelis hakim menjatuhkan sanksi kepada maskapai untuk meminta maaf kepada Dwi Ariyani melalui harian Kompas, membayar kerugian materil Rp37 juta dan imateril Rp500 juta. Tergugat II (PT Jasa Angkasa Pura) dan tergugat III (Kementerian Perhubungan RI) dianggap tidak terbukti melakukan perbuatan melawan hukum. “Kami berharap putusan ini jadi preseden positif dalam pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas, terutama dalam transportasi publik bidang penerbangan,” urainya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait