KPK Komitmen Pangkas Gap Regulasi Indonesia dengan UNCAC
Berita

KPK Komitmen Pangkas Gap Regulasi Indonesia dengan UNCAC

Masih banyak peraturan perundang-undangan yang belum di miliki oleh Indonesia.

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Foto: DAN
Foto: DAN

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Raharjo, menyampaikan komitemen KPK untuk memangkas kesenjangan peraturan perundang-undangan terkait pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ketentuan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC). Hal ini disampaikan Agus dalam rangkaian peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia.

 

“Komitmen kita kali ini adalah menambal gap yang masih terlalu lebar itu supaya nanti lebih ideal untuk maju bersama dan mudah-mudahan itu bisa terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama,” ujar Agus dalam jumpa pers sesaat setelah Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, Senin (11/12), di Jakarta.

 

Dalam kesempatan tersebut Agus menyampaikan keinginannya agar substansi konvensi antikorupsi PBB dapat diimplementasikan di Indonesia secara utuh, mengingat hal tersebut sudah menjadi kesepakatan Indonesia dengan meratifikasi UNCAC dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korpusi, 2003).

 

Jika dilihat dari substansi UNCAC, Agus mengakui masih banyak peraturan perundang-undangan yang belum dimiliki oleh Indonesia, misalnya substansi UNCAC yang mengatur ketentuan mengenai penyuapan pejabat asing. Kemudian, tentang ketentuan trading influence (memperdagangkan pengaruh), memperkaya diri secara tidak sah, penyuapan di sektor swasta, pemulihan aset, serta masa daluarsa apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri.

 

Untuk itu, Agus mengajak semua pihak untuk terlibat dalam upaya mengimplementasikan UNCAC. “Mari komitmen terhadap UNCAC diwujudkan dalam legislasi kita,” ujar Agus.

 

(Baca Juga: Presiden: Pencegahan Korupsi Harus Dilakukan Lebih Serius)

 

Sebagai negara peratifikasi UNCAC, Indonesia saat ini telah menyelesaikan berbagai kajian terkait penanggulangan korupsi dalam sistem hukum nasional. Saat ini proses tersebut telah sampai pada perumusan laporan akhir. Dalam laporan tersebut, terdapat 32 butir rekomendasi untuk peningkatan kesesuaian hukum nasional dengan hukum internasional, efektivitas penegakan hukum, serta kerjasama internasional di pemberantasan korupsi. Dari ke 32 butir tersebut, 24 di antaranya terkait peraturan perundang-undangan.

 

Saat ini Indonesia telah memasuki momentum tahun kelima setelah terbitnya rekomendasi hasil review putaran I, menjelang terbitnya hasil review putaran II, dan menyongsong dimulainya fase tindak lanjut pada tahun 2020. Dalam hal ini, KPK berperan sebagai national focal point dengan berkoordinasi dengan para pemagku kepentingan dari instansi terkait, serta melibatkan organisasi masyarakat sipil.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait