RPM Jasa Telekomunikasi Dinilai Berpotensi Langgar UU Telekomunikasi
Berita

RPM Jasa Telekomunikasi Dinilai Berpotensi Langgar UU Telekomunikasi

Menkominfo Rudiantara menjelaskan langkah yang diambilnya sudah sesuai dengan perubahan dan dinamika industri telekomunikasi di "Jaman Now".

Oleh:
M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Kemenkominfo. Foto: www.kominfo.go.id
Kemenkominfo. Foto: www.kominfo.go.id

Rencana Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melakukan penyederhanaan lisensi bagi Penyelenggara Jasa Telekomunikasi (Jastel) dengan merevisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi dinilai berpotensi melanggar Undang-undang No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

 

"Rencana pemerintah menyederhanakan Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Jastel itu bertentangan dengan UU Telekomunikasi, PP Nomor 52 Tahun 2000 dan PP Nomor 53 Tahun 2000," kata Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPMII), Kamilov Sagala, seperti dikutip Antara, Senin (19/12).

 

Untuk itu, Kamilov menyarankan perlunya usulan perubahan UU Telekomunikasi kepada DPR. Ia menjelaskan, dalam UU Telekomunikasi disebut tentang Perizinan dalam Pasal 11, di mana dinyatakan izin diberikan dengan memperhatikan yaiu tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif, serta penyelesaian dalam waktu yang singkat.

 

"Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi dengan Peraturan Pemerintah. Isi PP No 52 Tahun 2000 jelas belum mengakomodasi 'inovasi' ala di RPM Jastel itu. Ini bisa menjadi debat kusir di industri," ujarnya.

 

Direktur Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menilai rencana Kemenkominfo tersebut tidak rasional. Dia menduga sepertinya penyederhanaan lisensi mengikuti arahan Presiden Joko Widodo tentang deregulasi. Namun, rencana tersebut terkesan tidak rasional jika membaca RPM yang ditawarkan ke industri.

 

Menurut Heru, Menkominfo Rudiantara menafsirkan Undang-undang No.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi secara sepotong-potong sehingga terkesan menyamaratakan dalam menggulirkan ide soal penyederhanaan lisensi bagi jasa telekomunikasi.

 

"Beliau (Menkominfo) bilang di media UU Telekomunikasi isinya perizinan semua. Padahal dari 64 pasal yang jelas bahas izin Pasal 11, 32 dan 33 ditambah sanksi. Jika ingin menjadi pejabat publik, harusnya rasional melihat mana yang dideregulasi dan dari mana. Tak bisa tiba-tiba Peraturan Menteri (PM) diterbitkan tanpa melihat aturan yang ada di atasnya," jelasnya.

Tags:

Berita Terkait