Alasan PP Holding BUMN Pertambangan Digugat
Berita

Alasan PP Holding BUMN Pertambangan Digugat

Koalisi berharap MA dapat mengabulkan permohonan uji materi ini. Sehingga, status PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk yang telah diswastanisasi oleh Pemerintah dapat dibatalkan.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Koalisi Masyarakat Sipil Penyelamat BUMN resmi mendaftarkan uji materi PP No.47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Ke Dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) ke Mahkamah Agung (MA). Koalisi yang tercatat sebagai pemohon yakni Ahmad Redi, Agus Pambagio, Marwan Batubara, Lukman Manaulang, Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan, dan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Sahid Jakarta.

 

“Koalisi resmi mendaftarkan uji materi PP No. 47 Tahun 2017 ke MA pada 4 Januari 2018,” ujar Juru Bicara Koalisi, Ahmad Redi dalam keterangan tertulisnya yang diterima Hukumonline, Kamis (4/1/2018).   

 

Ahmad Redi mengatakan permohonan uji materi PP No.47 tahun 2017 bentuk ijtihad konstitusional untuk memastikan holdingisasi yang dilakukan Pemerintah dengan menghapus status BUMN (persero) PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk kebijakan yang keliru. Sebab, pelepasan status persero tiga perusahaan tambang tersebut ke dalam anggota holding PT Inalum bertentangan dengan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, UU Keuangan Negara, UU BUMN, dan UU Minerba.

 

Ada beberapa alasan yang mendorong PP No. 47 Tahun 2017 dimohonkan pengujian ke MA. Pertama, negara kehilangan penguasaan secara langsung atas ketiga perusahaan tersebut. Padahal, menurut UU Keuangan Negara penyertaan modal negara harus melalui mekanisme APBN yang berarti harus mendapat persetujuan DPR.

 

Kedua, aturan itu menyebabkan hilangnya kontrol pemerintah dan DPR secara langsung pada ketiga perusahaan itu dan hilangnya pengawasan keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Ketiga, aturan itu kemungkinan dapat menyebabkan terjadinya aksi korporasi holding yang berpotensi atau secara nyata merugikan kepentingan nasional karena perubahan bentuk dari perusahaan negara menjadi perusahaan swasta yang dapat menghapus kontrol pemerintah dan DPR.

 

“Tentu ini sangat berbahaya mengingat telah terjadi transformasi kekayaan negara menjadi bukan kekayaan negara lagi,” kata dia. (Baca Juga: Dinilai ‘Tabrak’ Tiga UU, PP Holding BUMN Pertambangan Digugat ke MA)

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait