Perlu Kebijakan Pendukung untuk Operasional Badan Siber
Berita

Perlu Kebijakan Pendukung untuk Operasional Badan Siber

Agar bisa menjamin terintegrasinya prinsip-prinsip perlindungan HAM dalam pelaksanaan tugas Badan Siber dan Sandi Negara ini.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi cyber crime. Foto: kelompokfroud.blogspot.com
Ilustrasi cyber crime. Foto: kelompokfroud.blogspot.com

Pekerjaan berat menanti Badan Siber dan Sandi Negara dalam memberantas cyber crime di dunia maya. Setelah resmi diketuai Djoko Setiadi, lembaga nonkementerian ini diperkirakan bakal menghadapi tantangan menghadapi berbagai kejahatan di dunia siber. Meski sudah dikukuhkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.53 Tahun 2017 yang direvisi dengan No.133 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara, kerja lembaga ini masih memerlukan kebijakan pendukung operasional.

 

“Perlunya menyiapkan kebijakan pendukung dalam operasionalisasi Badan Siber dan Sandi Negara, guna menjamin terintegrasinya prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam pelaksanaan tugas lembaga ini,” ujar Deputi Direktur Riset Elsam Wahyudi Djafar di Jakarta, Kamis (4/1/2018).

 

Dia mengatakan kebijakan pendukung tersebut perlu dirumuskan secara teknis. Seperti, penutupan akses, monitoring internet, pengaduan hingga pemulihan bagi warga negara yang hak-haknya dilanggar oleh kerja-kerja Badan Siber dan Sandi Negara. Sebab, kebijakan dan praktik keamanan dunia maya di berbagai negara dimaksudkan khusus menangani keamanan dunia maya suatu negara.

 

(Baca Juga: Menanti Kerja Badan Siber Berantas Cyber Crime)

 

Berdasarkan kajian Elsam, terdapat kekurangan dari Perpres No. 133 Tahun 2017. Pertama, Badan ini diarahkan menentukan kerangka kerja tata kelola keamanan dunia maya. Kedua, menentukan mekanisme pengamanan yang tepat bagi semua pemangku kepentingan publik dan swasta termasuk menetapkan peraturan terkait dengan keamanan dunia maya. Ketiga, mengurai dan menentukan kebijakan yang diperlukan termasuk langkah-langkah pengaturan dan peran dan tanggung jawab yang jelas.

 

Keempat, mengembangkan kemampuan nasional dan kerangka hukum yang diperlukan untuk terlibat dalam upaya internasinoal dalam mengurangi efek kejahatan siber. Kelima, mengidentifikasi informasi penting, mulai aset utama, layanan dan saling ketergantungannya. Keenam, mengembangkan atau meningkatkan kesiapsiagaan, respon, dan rencana pemulihan serta langkah dalam melindungi infrastruktur informasi penting.

 

Ketujuh, menentukan pendekatan sistematis dan terintegrasi bagi manajemen resiko nasional. Kedelapan, menentukan dan menetapkan tujuan dalam mengkampanyekan peningkatan kesadaran menanamkan perubahan perilaku dan pola kerja pengguna internet. Kesembilan, menentukan kebutuhan kurikulum baru dengan menekankan pada sektor keamanan dunia maya bagi praktisi dan spesialis keamanan teknologi informasi.

 

Kesepuluh, pelatihan program yang memungkinkan peningkatan keterampilan pengguna. Terakhir, kerja sama internasional, serta program penelitian dan pengembangan komprehensif yang berfokus pada isu-isu keamanan dan ketahanan. “Sayangnya hal-hal tersebut belum sepenuhnya tercermin dalam Perpres pembentukan Badan Siber di Indonesia,” kritiknya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait