Wawancara Terakhir Hukumonline bersama Direktur Eksekutif ICJR
Profil

Wawancara Terakhir Hukumonline bersama Direktur Eksekutif ICJR

Dalam wawancara terakhir hukumonline bersama Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono menuangkan pandangan-pandangan kritisnya terhadap sejumlah permasalahan dalam RKUHP. Tulisan ini untuk mengenang almarhum Supriyadi, sang aktivis pejuang HAM dan reformasi hukum pidana.

Oleh:
Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Wawancara terakhir Hukumonline dengan Direktur Eksekutif sekaligus pendiri Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono. Pada 1 Januari 2018, Supi -begitu ia akrab disapa- menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Soebroto. Foto: NOV
Wawancara terakhir Hukumonline dengan Direktur Eksekutif sekaligus pendiri Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono. Pada 1 Januari 2018, Supi -begitu ia akrab disapa- menghembuskan nafas terakhir di RS Gatot Soebroto. Foto: NOV

Direktur Eksekutif sekaligus pendiri Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi Widodo Eddyono telah berpulang menghadap sang khalik pada 1 Januari 2018. Advokat yang juga aktivis HAM dan reformasi hukum pidana itu pun meninggalkan duka yang mendalam bagi rekan-rekan sejawat dan orang-orang yang pernah mengenalnya.

 

Supi -begitu ia akrab disapa- dikenal sebagai sosok yang cerdas, gigih namun taktis tatkala memperjuangkan apa yang diyakininya. Sumbangsih dan karya-karya Supi dalam memperjuangkan HAM dan reformasi hukum pidana pun tidak sedikit. Supi dan rekan-rekannya banyak mengadvokasi mereka yang menjadi korban ketidakadilan atau kesewenangan.  

 

Deputi Direktur Pengembangan Sumber Daya HAM ELSAM periode 2013-2015, Zainal Abidin, menganggap Supi sebagai aktivis dan advokat tangguh dan konsisten, serta pemikir HAM dan hukum yang luar biasa. Salah satu bidang sangat fokus digeluti Supi adalah perlindungan saksi dan korban. Supi adalah pendorong pembentukan UU Perlindungan Saksi dan Korban.

 

Sebagaimana diketahui, hak-hak saksi dan korban tidak terlalu mendapat perhatian dalam KUHP. Supi juga aktif memperkuat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), serta mendorong revisi UU Perlindungan Saksi dan Korban agar menjadi lebih baik. Dan dalam 10 tahun terakhir, Supi banyak menulis masalah-masalah terkait reformasi hukum pidana.

 

Bahkan, Supi bersama rekan-rekannya di Aliansi Nasional Reformasi KUHP menjadi motor pendorong pembahasan Rancangan KUHP (RKUHP). Sebab sebagaimana diketahui, pembahasan RKUHP sudah cukup lama "menggantung" di DPR. RKUHP baru masuk sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas pada 2015.

 

Nah, Supi dan rekan-rekannya di Aliansi inilah yang kerap memantau jalannya pembahasan RKUHP. Namun, bukan hanya memantau. Supi dkk juga membuat kajian dan memberikan masukan-masukan untuk RKUHP. Tak kurang, Aliansi membuat catatan terhadap 29 permasalahan dalam RKUHP.

 

Termasuk, catatan terhadap legalitas pemberlakuan hukum yang hidup dalam masyarakat, pidana mati, kejahatan terhadap martabat Presiden, ideologi negara, penghinaan terhadap pemerintah, agama dan kehidupan beragama, contempt of court, tindak pidana perkosaan, zina, aborsi, dan sejumlah tindak pidana khusus.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait