Komite Pencegahan Korupsi Jakarta Mesti Sorot Sektor Ini
Berita

Komite Pencegahan Korupsi Jakarta Mesti Sorot Sektor Ini

Ketiadaan kewenangan penindakan dan akses membuka data dan dokumen terkait dugaan korupsi, tak akan berjalan efektif. Perlu diatur terlebih dahulu tugas dan kewenangan Komite Pencegahan Korupsi melalui Pergub.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrator: BAS
Ilustrator: BAS

Pemerintahan DKI Jakarta di bawah tampuk kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno membuat terobosan dengan membentuk Komite Pencegahan Korupsi (KPK) di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Berbagai pandangan muncul terhadap langkah tersebut.

 

“Menurut kami sah-sah saja Gubernur DKI Jakarta membentuk Komite Pencegahan Korupsi mengingat potensi korupsi di Pemprov Jakarta masih tinggi,” ujar koordinator divisi investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri kepada hukumonline, Jumat (5/1).

 

Namun, lanjut Febri, Komite Pencegahan Korupsi yang baru dibentuk tersebut perlu menyoroti celah korupsi pelbagai sektor. Ini penting mengingat korupsi terjadi mulai dari perencanaan dan penganggaran program yang dilakukan birokrat bersama dengan pengusaha tidak sesuai kebutuhan. Begitu pula ketika ada pembahasan anggaran antara Pemprov dan DPRD DKI Jakarta pun dapat berpotensi terjadinya korupsi.

 

Sektor lainnya pun perlu mendapat sorotan. Khususnya sektor pengadaan barang dan jasa. Menurutnya, sektor tersebut amatlah rawan terjadinya korupsi. Modusnya berupa penggelembungan harga, mengurangi spesifikasi barang, mengurangi volume dan kecurangan dalam lelang.

 

Kemudian juga sektor pengelolaan aset. Menurut Febri, sektor ini pun kerap berpotensi terjadinya korupsi. Modus yang digunakan yakni aset yang sudah dibeli tidak dilakukan pencatatan. “Aset yang sengaja dihilangkan dokumennya dan kemudian dibeli kembali oleh Pemprov,” ujarnya.

 

Tak kalah penting, sektor perizinan. Sebab sektor ini masih berpotensi tinggi terjadinya korupsi. Khususnya terkait dengan perizinan yang diperuntukan bagi bisnis yang melibatkan pemodal besar. Begitu pula dengan proyek strategis Pemprov Jakarta yang berpotensi jatuh ke tangan kelompok bisnis pendukung kampanye Pemilihan Gubernur (Pilgub) tahun 2017 lalu.

 

Demikian pula dengan pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang masih berpotensi  bermasalah. Sebab boleh jadi kontrak dan investasi BUMD dikhawatirkan  menguntungkan pihak ketiga yang dekat dengan kekuasaan. Berdasarkan hasil pemetaan ICW tersebut, maka menjadi relevan Anies membentuk Komite Pencegahan Korupsi di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait