Batas Kewenangan Badan Siber Dinilai Tidak Jelas
Berita

Batas Kewenangan Badan Siber Dinilai Tidak Jelas

Karena rawan disalahtafsirkan. Kewenangan lembaga nonkementerian tidak boleh melampaui kewenangan lembaga negara lain yang dibentuk oleh UU. Sebab, Badan Siber dan Sandi Negara dibentuk berdasarkan Perpres.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: dpr.go.id
Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Foto: dpr.go.id

Tugas dan fungsi Badan Siber dan Sandi Negara yang diatur Peraturan Presiden (Perpres) No.53 Tahun 2017 yang direvisi melalui Perpres No.133 Tahun 2017 tentang Badan Siber dan Sandi Negara dinilai kurang tepat. Sebab, awal badan non kementerian itu dibentuk tidak menangani persoalan konten negatif di dunia maya (internet). Namun, saat ini seolah tugasnya membangun ekosistem keamanan siber nasional. 

 

“Jadi, kalau tiba-tiba Kepala Badan Siber ngomong seolah tugas Badan Siber adalah menangkal hoax, itu harus segera diluruskan. Untuk mengatasi ‘hoax’, ‘hate speech’, atau konten negatif internet, sudah ada lembaga yang menangani hal itu, mulai dari Direktorat Cyber Crime di Bareskrim Polri, Kominfo, hingga Dewan Pers,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR, Fadli Zon di Komplek Gedung Parlemen, Senin (8/1).

 

Menurutnya, tugas Badan Siber dan Sandi Negara seperti halnya tugas di Kementerian Pertahanan di dunia siber/maya. Misalnya, mengantisipasi dan mengatasi serangan cyber war yang sempat gaduh di 2017 lalu, Ransomware seperti wannacry. “Badan Siber dan Sandi Negara ini yang mengatasi serangan wannacry dan sejenisnya agar tidak merusak infrastruktur siber strategis yang dimiliki Indonesia. Seperti, jaringan siber di sektor perbankan, rumah sakit, bandara, perpajakan dan lainnya,” ujar Fadli mencontohkan.

 

Baginya, tugas Badan Siber dan Sandi Negara mestinya lebih menyoroti dan fokus menangani hal-hal tersebut, bukan menangani persoalan berita hoax dan konten negatif. Terlebih, pengguna internet mencapai 132 juta orang di dalam negeri. Bahkan nyaris semua transaksi berbagai sektor seperti perpajakan, perbankan, listrik dan lainnya menggunakan jaringan dunia maya.

 

“Apalagi, kini pemerintah dan Bank Indonesia juga sedang mengkampanyekan Gerakan Non Tunai (digital/online) dalam berbagai transaksi. Nah, semua itu butuh pengamanan siber,” kata dia mengingatkan.

 

(Baca Juga: Menanti Kerja Badan Siber Berantas Cyber Crime)

 

Dia mengungkapkan sepanjang 2017 ada ratusan ribu serangan melalui kejahatan siber dunia maya. Sektor yang diserang yakni infrastruktur penting. Salah satunya, serangan yang meretas situs Komisi Pemilihan Umum di Februari 2017. Hal tersebut mestinya dapat diatasi ketika adanya serangan serupa oleh Badan Siber.

 

Menurutnya, kebanyakan negara keamanan siber dikelompokan menjadi tiga. Pertama,  ancaman siber. Kedua, kejahatan siber. Ketiga, perangan siber. Menurutnya, sesuai ketentuan undang-undangm (UU), penanganan siber menjadi tugas dan tanggung jawab Polri. Sedangkan perangan terhadap siber menjadi kewenangan institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait