DPR Diminta Memperluas Delik Kesusilaan dalam RKUHP
Berita

DPR Diminta Memperluas Delik Kesusilaan dalam RKUHP

Namun masih tetap delik aduan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak memperluas makna pasal kesusilaan dalam KUHP membuat sebagian kalangan masyarakat tak puas. DPR pun didesak memasukan aturan sanksi pidana bagi pelaku Lesbi, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang sedang dibahas Panja DPR dengan pemerintah.

 

Sejumlah orang yang menamakan Aliansi Ulama Madura (AUMA) menyambangi ruang pimpinan DPR. Dipimpin Sekjen AUMA Fadholi Muhammad Ilham menemui Fahri Hamzah mewakili pimpinan DPR. Dalam aspirasinya, kalangan ulama meminta agar DPR merespon aturan sanksi pidana bagi kaum LGBT dengan memperluas pasal-pasal kesusilaan dalam RKUHP.

 

Sebab, melalui putusan MK No. 46/PUU-XIV/2016, MK menolak permintaan perluasan pasal-pasal kesusilaan, seperti perzinaan (Pasal 284), pemerkosaan (Pasal 285), pencabulan sesama jenis/homoseksual (Pasal 292) dalam KUHP. Salah satu pertimbangannya, MK menyerahkan perluasan pasal itu ke pembuat UU, yakni DPR dan pemerintah, karena menganggap dirinya tidak berwenang merumuskan norma baru.  

 

Fadholi mencontohkan pasal-pasal kesusilaan dalam KUHP sudah tidak kontekstual/relevan kekinian. Misalnya, pemaknaan perzinaan dalam Pasal 284 KUHP bersifat sempit. Perzinaan, kata Fadholi, hanya dikenakan salah satunya atau keduanya terikat perkawinan, yang tidak terikat perkawinan tidak bisa dipidana. “Harus diperluas pengertian zina itu,” ujarnya, Rabu (11/1) kemarin.

 

Khusus aturan LGBT, kata Fadholi, semestinya Panja RKUHP DPR tak hanya melihat dari segi hak asasi manusia (HAM) yang berlaku di negara-negara barat (Deklarasi HAM 1948). Namun, Panja RKUHP merujuk deklarasi HAM di Mesir pada 1998 silam. Deklarasi tersebut intinya menyatakan hukum dibentuk bersumber pada beberapa instrumen. Yakni agama, adat istiadat, kearifan lokal, serta sosial dan kebudayaan yang berlaku di negara setempat.

 

Sebagai negara yang memiliki adat istiadat beragam, Indonesia amat memegang teguh nilai keagamaan, adat istiadat, kearifan lokal dan sosial budaya. Itu sebabnya, Indonesia menandatangani deklarasi di negeri Piramida itu yang kemudian hasil deklarasi itu diadopsi dalam Pasal 28J UUD Tahun 1945.  

 

Karena itu, Fadholi meminta Panja RKUHP di parlemen memasukan perilaku LGBT sebagai delik pidana dalam RKUHP. Sehingga, setiap orang yang melakukan perilaku LGBT dikategorikan sebagai tindak pidana. “LGBT mesti diatur dalam RKUHP dengan ancaman pidana,” harapnya.

Tags:

Berita Terkait