2 Komika Terlilit Persoalan Hukum, Ini Pandangan Akademisi
Berita

2 Komika Terlilit Persoalan Hukum, Ini Pandangan Akademisi

Pasal penoadaan agama sangat abstrak. Solusinya adalah mengganti pasal penodaan agama dengan pasal tentang siar kebencian.

Oleh:
M-26
Bacaan 2 Menit
Asfinawati. Foto: perspektifbaru
Asfinawati. Foto: perspektifbaru

Dalam minggu ini, dua komika Indonesia, Joshua Suherman dan Genrifinadi Pamungkas dituduh melecehkan agama saat membawakan materi stand up comedy. Materi lawakan Joshua dianggap melecehkan agama saat ia membandingkan popularitas Anisa Rahma, mantan personel Cherrybelle, yang lebih terkenal dibandingkan dengan Cherly Juno, personel Cherrybelle, karena perbedaan agama yang dianut mereka.

 

Sedangkan Genrifinadi, yang lebih dikenal dengan sapaan Ge Pamungkas, dianggap melecehkan agama saat ia membahas masalah banjir Jakarta yang dulu dianggap azab. Joshua terkenal sebagai penyanyi lagu anak-anak Air “Diobok-obok”, sementara Ge Pamungkas terkenal lewat perannya di sejumlah film komedi layar lebar, antara lain Comic 8, Ngenest, dan Susah Sinyal.

 

Komika Joshua dan Ge dianggap melanggar Pasal 156a KUHP. Pasal ini berasal dari Penetapan Presiden Republik Indonesia No.1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama atau lebih dikenal dengan UU No. 1/PNPS/1965 dan bunyi pasal 156a KUHP juga tercantum di dalam Pasal 4 UU PNPS 1965. Lantas, bagaimana pandangan akademisi hukum dalam menyoroti persoalan keduanya?

 

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Asfinawati, mengatakan, sebenarnya Pasal 4 UU PNPS berbicara tentang inti penodaan agamanya, yang merupakan tafsir dari Pasal 1 UU PNPS. Sedangkan Pasal 2 dan Pasal 3 UU PNPS menjelaskan tentang hukuman bagi orang yang melanggar Pasal 1.  

 

Hukuman yang tercantum dalam Pasal 2 berupa peringatan keras apabila yang melanggar perseorangan, dan apabila yang melanggar adalah organisasi atau aliran kepercayaan, sanksinya berupa pembubaran atau dinyatakan sebagai organisasi/aliran terlarang.

 

“Apabila masih tetap melanggar, maka orang, organisasi atau aliran kepercayaan itu bisa dikenakan hukuman pidana selama-lamanya lima tahun, seperti tercantum dalam Pasal 3 UU PNPS,” kata wanita yang biasa disapa Asfin kepada hukumonline, Jumat (13/1).

 

Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor 1/PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama:

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait