Mau Beli Rumah? Cermati Dulu Saran BPKN
Berita

Mau Beli Rumah? Cermati Dulu Saran BPKN

Pembeli harus mencermati rekam jejak pengembang, apakah sudah atau belum mengantongi izin kemudian mengecek sertifikat induk tanah ke BPN.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Mau belu rumah atau apartemen? Cermati sejumlah hal. Foto ilustrasi: MYS
Mau belu rumah atau apartemen? Cermati sejumlah hal. Foto ilustrasi: MYS

Bisnis di bidang perumahan semakin berkembang pesat, selaras itu penyediaan perumahan bagi masyarakat meningkat. Bagi masyarakat yang ingin membeli rumah, jangan lekas tergiur dengan iklan dan penawaran yang disodorkan pengembang. Sebagai konsumen, masyarakat harus cermat sebelum membeli rumah, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan. Koordinator komisi advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal E Halim, menyebut sedikitnya 2 hal yang perlu diperhatikan masyarakat sebelum membeli rumah baik horizontal (rumah tapak) atau vertikal (rumah susun).

 

Pertama, mencermati apakah pengembang sudah mengantongi izin terkait seperti penggunaan lahan, tata ruang, dan IMB. Kedua, mengenai sertifikat induk, karena nantinya sertifikat itu akan dipecah sesuai dengan jumlah pembeli. Biasanya, pengembang memberikan nomor sertifikat induk kepada konsumen. Konsumen perlu mengecek sertifikat induk itu apakah sudah tercatat di BPN atau belum. Sertifikat ini rawan diagunkan kepada pihak lain tanpa diketahui pembeli.

 

Rizal mengakui tidak mudah bagi masyarakat untuk mencermati berbagai hal tersebut karena tidak mengetahui apa saja aturan yang berlaku di bidang perumahan. Persoalan ini yang dihadapi ratusan orang yang  membeli 355 unit rumah di salah satu perumahan di kelurahan Kranji, Kecamatan Bekasi Barat. Para pembeli itu telah melakukan akad kredit pembelian rumah melalui fasilitas KPR dari dua bank BUMN. Ada juga pembeli yang membeli secara tunai kepada PT NK, perusahaan pengembang.

 

(Baca juga: Kenali Model Akad Ini Sebelum Beli Apartemen)

 

Dalam proses pembayaran kredit itu, para pembeli kaget ketika menerima surat dari sebuah bank asal Malaysia. Intinya, para pembeli harus mengosongkan rumah itu karena PT NK telah menjadikan tanah di perumahan itu sebagai jaminan kredit modal kerja, dan pengembang mengalami kemacetan dalam pembayaran.

 

Rizal mengatakan BPKN sudah meminta keterangan dari para pihak terkait yaitu bank, pengembang, pembeli, dan OJK. Hasilnya, BPKN menemukan dua bank BUMN yang memfasilitasi pembiayaan kredit perumahan itu tidak dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum kepada pembeli mengenai keberadaan sertifikat hak milik atas rumah yang dicicil.

 

Hukumonline.com

 

Sebagian besar pemohon KPR tidak memiliki IMB. Ada itikad tidak baik dari pengembang dalam menjalankan kegiatan usahanya sebagaimana pasal 7-10 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yakni tidak memberi informasi yang benar, jelas, dan jujur pada awal pemberian kredit. “Ada ancaman pidana paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar bagi pelaku usaha yang melanggar pasal 8-10 UU Perlindungan Konsumen,” kata komisioner BPKN itu dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (25/1).

 

(Baca juga: Revisi UU Perlindungan Konsumen Harus Adopsi Prinsip Strict Liability)

 

Selanjutnya, BPKN menemukan dua bank BUMN itu kurang menerapkan prinsip collateral yang merupakan jaminan yang menjadi dasar pihak bank memberikan pembiayaan kepada konsumen. Sertifikat atau objek jaminan yang menjadi salah satu unsur penting dalam pemberian kredit tidak diperhatikan, padahal itu diatur dalam Pasal 2 dan 8 UU No.10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Terjadi peralihan sertifikat rumah sekitar 204 sertifikat yang seharusnya berada dalam penguasaan dua bank BUMN itu tapi dikuasai bank lain sehingga menyebabkan kerugian bagi konsumen.

Tags:

Berita Terkait