Pergeseran Sifat dalam Pasal Obstruction of Justice
Pojok PERADI

Pergeseran Sifat dalam Pasal Obstruction of Justice

Dari yang semula bersifat tujuan menjadi perbuatan.

Oleh:
Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Chandra M. Hamzah saat menjadi pembicara diskusi terbatas bersama Sekjen Peradi Thomas E Tampubolon dan M. Ismak di Jakarta, Kamis (31/1).  Foto: RES
Chandra M. Hamzah saat menjadi pembicara diskusi terbatas bersama Sekjen Peradi Thomas E Tampubolon dan M. Ismak di Jakarta, Kamis (31/1). Foto: RES

Istilah Obstruction of Justice atau merintangi proses penyidikan menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Tak bisa dipungkiri istilah ini kembali mencuat setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan advokat Fredrich Yunadi sebagai tersangka karena dituding menghalangi proses penyidikan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP) saat menjadi kuasa hukum Setya Novanto.

 

Muncul pro dan kontra, sejumlah advokat mempertanyakan langkah yang diambil KPK karena Fredrich selaku advokat mempunyai hak imunitas yang diatur Pasal 16 UU Advokat dan diperluas melalui putusan MK No. 26/PUU-XI/2013. Akan tetapi, pegiat anti korupsi menganggap meskipun mempunyai hak imunitas, bukan berarti advokat tidak bisa dipidana ketika diduga kuat terlibat dalam perkara pidana.

 

Tak heran, sejumlah advokat yang tergabung dalam Barisan Advokat Bersatu (Baradu) melayangkan uji materi Pasal 21 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pasal 221 ayat (1) angka (2) KUHP terkait pemidanaan menghalangi-halangi proses penyidikan. Baradu diwakili oleh pengurusnya, Hermansyah dan Ade Manansyah. 

 

Kuasa Hukum Pemohon, Victor Santoso Tandiasa menilai Pasal 21 UU KPK dan Pasal 221 ayat (1) angka 2 KUHP ini mengancam seluruh advokat yang sedang menjalankan tugas profesinya. Sebab, praktiknya kedua pasal ini ditafsirkan subjektif oleh penegak hukum, di kepolisian, kejaksaan, hakim, termasuk KPK. Padahal, advokat sama dengan penegak hukum lain.

 

Terlepas apakah Frederich layak atau tidak menjadi tersangka, ada hal yang cukup menarik untuk dibahas mengenai Obstruction of Justice itu sendiri. Praktisi hukum, advokat dan juga mantan pimpinan KPK Chandra M. Hamzah mengatakan lahirnya Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor tidak lepas (diadopsi) dari Pasal 221 KUHP. Kedua pasal ini memang mengatur tentang merintangi atau menghalangi proses penyidikan.

 

Namun menurut Chandra, ada pergeseran sifat dari kedua pasal tersebut. Jika melihat lebih rinci, Pasal 221 KUHP bersifat tujuan. Artinya tindakan yang dilakukan seseorang seperti memberi pertolongan untuk menghindari penyidikan atau penahanan; menghilangkan barang bukti bertujuan untuk menghalangi proses penyidikan. Baca Juga: Akhirnya Advokat Ini Minta Tafsir Pasal Obstruction of Justice

 

“Tetapi, kalau Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor itu perbuatan, ini ada pergeseran karena kalau Pasal 221 KUHP menghalangi penyidikan itu sebagai tujuan, perbuatannya menghilangkan barang bukti, dan lain-lain. Menafsirkan yang tadinya tujuan itu jadi perbuatan,” kata Chandra dalam Diskusi Terbatas yang diselenggarakan Hukumonline dan Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) bertemakan “Imunitas Advokat dan Obstruction of Justice” di Gedung AD Premier Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait