MK Diminta Benahi Etika Hakimnya
Berita

MK Diminta Benahi Etika Hakimnya

Disebabkan Ketua MK Arief Hidayat dua kali melanggar etik.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Beberapa kasus yang dialami hakim konstitusi, mulai Arsyad Sanusi, mantan Ketua MK Akil Mochtar, Patrialis Akbar, hingga Ketua MK Arief Hidayat yang telah dua kali dinyatakan melanggar etik seharusnya menjadi catatan bagi Mahkamah Konstitusi (MK). Karena itu, sejumlah masyarakat sipi meminta agar benar-benar membenahi etika para hakim konstitusi.       

 

“Sejatinya hakim konstitusi sebagai negarawan harus melekat penerapan etik dan hukum yang saling bertautan. Tapi ini tidak, kesadaran etiknya dirasa sudah mulai berkurang. MK harus membenahi etika individual hakimnya,” kata Direktur LIMA Ray Rangkuti dalam acara diskusi bertajuk “Hakim Tanpa Etika, Peradilan Tanpa Pengawasan, dan Politik Tanpa Moral,” di Jakarta, Rabu (7/2/2018).

 

Menurut dia, etika dalam negara hukum harus lebih utama dibanding hukum itu sendiri. Dia mencontohkan di negara maju etika lebih utama ketika ada hakim atau pejabat negara yang telah melanggar etik dan menimbulkan kemarahan masyarakat mendorong kesadaran yang bersangkutan untuk mundur dari jabatannya.

 

“Tetapi, kesadaran etika hakim konstitusi tidak dimilliki, maka penerapan etik akan semakin jauh. Kasus Arief Hidayat yang diminta mundur, tetapi dia nyaman menjadi ketua MK  semakin memberi cita rasa minimalis terhadap etika,” ujar Ray Rangkuti.  

 

Baginya, ketika Arief diminta mundur oleh masyarakat sipil karena telah dua kali melanggar etik, bukan menyangkut persoalan politik. “Politik itu urutan ketiga, yang kedua hukum dan pertama itu etika berbangsa. Jadi bukan persoalan politik ketika Arief diminta untuk mundur,” kata dia.

 

Peneliti Hukum Transparancy Indonesia Reza Syawari mengatakan aturan MK sendiri, hakim konstitusi harus memiliki integritas yang sangat erat kaitannya dengan etika. Jika dibandingkan dengan persyaratan menjadi presiden tidak ada ketentuan memiliki integritas, yang ada hanya persyaratan tidak melakukan perbuatan tercela.

 

“Jadi, seorang hakim konstitusi harus jauh lebih baik menerapkan standar etik yang lebih tinggi dibandingkan jabatan lain. Tapi ini tidak, saat ini terkesan sistem etika di MK tidak bekerja,” kata dia dalam kesempatan yang sama.

Tags:

Berita Terkait