Pernah Janji Menikahi Pacar? Hati-Hati Perangkap Onrechtmatigedaad
Hukum dan Kasih Sayang

Pernah Janji Menikahi Pacar? Hati-Hati Perangkap Onrechtmatigedaad

Sudah ada beberapa yurisprudensi yang menyatakan tidak memenuhi janji menikahi sebagai perbuatan melawan hukum. Hakim menganut ajaran perbuatan melawan hukum yang diperluas.

Oleh:
Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemasangan cincin dalam perkawinan. Foto: ISTIMEWA
Ilustrasi pemasangan cincin dalam perkawinan. Foto: ISTIMEWA

Hubungan pacaran antara Puput dengan Hasbi sudah berlangsung lebih dari tiga tahun. Hasbi, bukan nama sebenarnya, seorang karyawan di perusahaan badan usaha milik negara, sudah memperkenalkan Puput kepada keluarga besarnya. Puput, juga sudah bekerja di perusahaan swasta, berkali-kali ikut hadir di acara keluarga pacarnya. Hasbi dan Puput, selisih usia dua tahun, juga sudah membicarakan rencana pernikahan pada 2019 mendatang.

 

Jika tak ada aral melintang, keduanya akan melangsungkan perkawinan sesuai waktu yang diperjanjikan. Janji menikahi itu memang hanya diucapkan lisan dan komitmen mereka berdua. Berbekal komitmen itu pula yang meyakinkan Puput untuk bergaul baik dengan keluarga pacarnya dan beberapa kali ikut acara keluarga. Sebagian anggota keluarga juga sudah tahu Puput adalah calon isteri Hasbi. Orang tua Puput juga sudah tahu anaknya berpacaran dengan Hasbi.

 

Janji seorang pria untuk menikahi seorang perempuan seperti komitmen Hasbi, atau sebaliknya, adalah lazim dalam pergaulan sosial. Namun, janji semacam itu itu tak selamanya berjalan mulus seperti yang diinginkan kedua belah pihak. Adakalanya, pasangan sudah bertunangan, lalu karena suatu sebab pertunangan itu dibatalkan. Janji tinggal sebatas janji.

 

(Baca juga: Tertipu Rayuan Pacar, Bisakah Menuntut?)

 

Sekilas, tidak ada masalah pada kegagalan menikah sesuai janji lisan tersebut. Masing-masing bisa mencari pasangan baru, bukan? Jika janji nikah itu tak terealisasi, bukan mustahil timbul masalah hukum. Pihak yang dirugikan, misalnya perempuan, melaporkan si pria ke kepolisian karena ada harta benda si perempuan yang masih di tangan pria, atau mengajukan gugatan perdata dengan tuduhan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad). 

 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Daddy Fahmanadie, mengatakan hukum pidana Indonesia menganut asas legalitas dan lex certa dari sisi perbuatan yang dapat dipidana. Dengan kata lain, apakah perbuatan tidak menepati janji menikahi bisa diproses pidana ditentukan apakah perbuatan itu telah diatur sebelumnya sebagai perbuatan pidana atau belum. Dari sisi ini agaknya sulit untuk memperoses pidana perbuatan tidak memenuhi janji menikahi. Kalaupun hendak dimintai tanggung jawab dari salah satu pihak, tetap akan perdebatan mengenai kesengajaan dan kesalahan.

 

“Yang akan diperdebatkan adalah sejauh mana kesalahan dan kesengajaannya,” ujarnya kepada hukumonline.

 

Perdebatan itu mungkin muncul karena janji menikahi diucapkan secara lisan sebagai simbol keseriusan salah satu pasangan. Pembuktian janji lisan itu juga bukan perkara mudah. “Kecuali mereka sejak pacaran sudah perjanjian tertulis. Itu lain soal,” ujar Daddy.

Tags:

Berita Terkait