Putusan MK Soal Hak Angket Dinilai Mengabaikan Asas Final and Binding
Berita

Putusan MK Soal Hak Angket Dinilai Mengabaikan Asas Final and Binding

Padahal sudah terdapat putusan sebelumnya dan dapat merusak sistem ketatanegaraan.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Diskusi bertajuk Hak Angket DPR atas KPK Pasca Putusan MK No.36-40/PUU-XV/2017 di Jakarta. Foto: RFQ
Diskusi bertajuk Hak Angket DPR atas KPK Pasca Putusan MK No.36-40/PUU-XV/2017 di Jakarta. Foto: RFQ

Beberapa waktu lalu Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerbitkan putusan terkait uji materi terhadap UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). Dari putusan tersebut, dinilai ada yang bertentangan dengan putusan-putusan sebelumnya. Akibatnya, MK sebagai penjaga konstitusi tidak taat dengan putusan sebelumnya. Terlebih, putusan lembaga konstitusi itu bersifat final dan mengikat. Demikian intisari dalam sebuah diskusi di Jakarta bertajuk “Hak Angket DPR atas KPK Pasca Putusan MK No.36-40/PUU-XV/2017”.

 

Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Fery Amsari menilai dengan menjadikan KPK masuk dalam rumpun eksekutif, maka DPR dapat melakukan angket terhadap lembaga antirasuah tersebut. Meski pun dalam putusan MK, angket terhadap KPK dikecualikan terhadap tindakan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam penanganan perkara korupsi.

 

MK di periode sebelumnya pernah menerbitkan putusan No.012-016-019/PUU-IV/2006, 19/PUU-V/2007, 37-39/PUU-VIII/2010, dan No.5/PUU-IX/2011. Nah, putusan MK teranyar No.36-40/PUU-XV/2017 dipandang bertentangan dengan keempat putusan tersebut. “Putusan 36-40 bertentangan dengan putusan di atas,” ujarnya, Kamis (15/2).

 

Fery berpendapat, independensi KPK merupakan hal wajar. Sebab terjadi perkembangan pembagian kekuasaan dalam sistem ketatanegaraan. Menjadi aneh, kata Fery, putusan MK No.36-40/PUU-XV/2017 hanya membagi kekuasaan menjadi tiga. Yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif. Padahal perkembangan sistem ketatanegaraan terus mengalami perkembangan.

 

Termasuk pembagian kekuasaan bertambah menjadi lembaga independen berintegritas. Yappi oleh MK, lanjut Fery, KPK justru dimasukkan dalam rumpun kekuasaan eksekutif. Padahal, di putusan sebelumnya KPK berada di luar ketiga cabang kekuasaan. “MK menantang putusan MK sendiri yang sudah final dan binding,” ujar.

 

Putusan MK Sejatinya berlaku terhadap siapapun yang berkaitan dengan putusan tersebut, termasuk lembaga konstitusi. Menurutnya menjadi janggal ketika MK memutus uji materi yan putusannya bertentangan dengan putusan sebelumnya. Dengan menjadikan hak angket DPR tidak ada batasannya, malah menjadikan sistem ketatanegaraan menjadi kian bermasalah.

 

Sekretaris Eksekutif Indonesia Legal Roundtable (ILR) Firmansyah Arifn menambahkan putusan MK No.36-40/PUU-XV/2017 menjadi hambatan bagi KPK dalam melakukan penegakan hukum. Sebab boleh jadi, lembaga lainnya seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Komnas HAM, PPATK dapat menjadi objek hak angket DPR. Pasalnya, seluruh lembaga tersebut merupakan pelaksana UU.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait