​​​​​​​Akad Kredit Perlu Diperhatikan, Begini Perspektif Pelaku Usaha
Masalah Hukum Kredit Motor

​​​​​​​Akad Kredit Perlu Diperhatikan, Begini Perspektif Pelaku Usaha

​​​​​​​Perjanjian pembiayaan antara perusahaan pembiayaan dan kreditor lazimnya telah memuat hak dan kewajiban para pihak secara jelas.

Oleh:
M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Putusan-putusan Mahkamah Agung mengenai kompetensi absolut peradilan umum dalam sengketa konsumen bisa jadi semacam kado bagi pengusaha. Satu mata mata rantai proses panjang penyelesaian sengketa konsumen terputus, karena sesuai putusan Mahkamah Agung, sengketa konsumen mengenai perjanjian kredit bermotor bukan kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Namun bukan berarti konsumen tak boleh membawa perkaranya dengan pelaku usaha ke BPSK.

 

Seorang praktisi hukum perusahaan pembiayaan, Arief Aphrian Lambri, mengatakan perlu dipahami terlebih dahulu apakah sengketa antara perusahaan pembiayaan dengan debitor termasuk dalam klasifikasi sengketa konsumen atau tidak. Arief mengakui masih adanya ketidakjelasan wadah penyelesaian sengketa konsumen. Untuk memastikan jawaban atas persoalan itu, pertama-tama perlu dilihat ke dalam UU Perlindungan Konsumen.

 

Pasal 23 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) mengatur bahwa konsumen dapat mengajukan gugatan pada pelaku usaha melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau ke badan peradilan. Kemudian, menurut Pasal 52 UU Perlindungan Konsumen, salah satu kewenangan dari BPSK adalah menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. Sesuai norma tadi, pilihan penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK tidak membutuhkan persetujuan kedua belah pihak terlebih dahulu untuk memilih BPSK sebagai forum penyelesaian sengketa.

 

Pasal 45 UU Perlindungan Konsumen menyebutkan penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa. Namun, ini tidak berarti dalam mengajukan gugatan harus telah disetujui dahulu oleh para pihak. Menurut penjelasan pasal ini, dalam penyelesaian sengketa konsumen tidak tertutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa.

 

Dalam perjanjian pembiayaan biasanya ada klausula antisipatif yang mengatur pilihan hukum yang dapat ditempuh oleh perusahaan pembiayaan dengan debitornya apabila di kemudian hari terjadi sengketa. Jika sudah ada perjanjian mengenai forum penyelesaian sengketa, maka sudah seharusnya para pihak tunduk pada klausula tersebut. Ini mengacu pada Pasal 1338 BW atau KUH Perdata. Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang dan mengikat para pihak.

 

Arief Aphrian Lambri mengingatkan, sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 1 Tahun 2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di Sektor Jasa Keuangan. LAPS ini disiapkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Untuk perusahaan pembiayaan, terdapat Badan Mediasi Perusahaan Pembiayaan , Pegadaian, dan Modal Ventura Indonesia (BMPPVI). “Jadi terdapat pilihan-pilihan penyelesaian sengketa akan diselesaikan melalui jalur mana,” ujar Arief.

 

Ia juga mengingatkan, sebelum menggunakan mekanisme BMPPVI, terlebih dahulu harus ada upaya penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh perusahaan pembiayaan dan debitor. “Pada saat debitor telah menyampaikan keberatannya dan tidak ketemu solusi, baru bisa di lanjutkan ke arbitrase atau ke pengadilan. Pilihannya harusnya seperti itu. Jadi kembali, OJK sendiri sebetulnya sudah menyediakan saluran dalam hal terjadi dispute antara Perusahaan Pembiayaan dengan debitor,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait