Konsekuensi Uji UU Tanpa Tanda Tangan Presiden
Berita

Konsekuensi Uji UU Tanpa Tanda Tangan Presiden

Pemohon akan tetap melanjutkan uji materi UU Perubahan Kedua UU MD3 ini meski ada rencana Presiden Jokowi menolak menandatangani UU itu.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso. Foto: RES
Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso. Foto: RES

Informasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal menolak menandantangani UU Perubahan Kedua Atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3) ternyata berimplikasi pada persoalan proses pembahasan dan pengesahan Undang-Undang (UU). Namun, bagaimana apabila RUU yang telah disahkan menjadi UU dan setelah jangka waktu 30 hari tidak ditandatangani presiden, lalu UU yang bersangkutan telah dimohonkan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK)?    

 

Lepas ada dugaan persoalan politik, apabila benar pada akhirnya Presiden Jokowi menolak menandatangani UU Perubahan Kedua Atas UU MD3 itu. Lalu, bagaimana nasib judicial review Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k, Pasal 245 ayat (1) UU MD3 yang belum bernomor yang diajukan Forum Kajian Hukum & Konstitusi (FKHK) Dkk ini. Apakah status UU yang demikian tetap bisa menjadi objek pengujian UU di MK?

 

Juru Bicara MK, Fajar Laksono Soeroso menerangkan suatu UU meskipun belum memiliki nomor tetap dapat diajukan judicial review apabila sudah bisa diregistrasi oleh MK. Meski hal tidak diatur dalam peraturan MK, tetapi hal ini diperbolehkan dalam praktik pengujian UU di MK

 

“Ini terdapat dalam yurisprudensi dan telah menjadi pemahamam umum. Sepanjang norma yang diuji UU dan syarat permohonannya sudah lengkap, maka bisa diuji,” kata Fajar saat dihubungi Hukumonline di Jakarta, Kamis (22/2/2018). (Baca Juga: Bila Tolak Teken UU MD3, Cermin Buruknya Legislasi Pemerintahan Jokowi)

 

Fajar menegaskan setiap RUU yang sudah disahkan menjadi UU bisa dimohonkan pengujian meski tanpa tanda tangan presiden setelah sudah melewati 30 hari sejak disahkan. Sebab, UU yang telah disetujui bersama (DPR dan pemerintah) dan tidak ditandatangani presiden dalam waktu 30 hari secara otomatis berlaku sebagai UU dan wajib diundangkan dalam lembaran negara sesuai Pasal 20 ayat (5) UUD Tahun 1945.  

 

“Selanjutnya, Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan dan memasukkanya dalam lembaran negara dan juga memberi penomoran UU sesuai dengan urutan lembaran negara. Meski tanpa tanda tangan Presiden,” terangnya.

 

Pasal 20 ayat (5) UUD Tahun 1945 berbunyi “Dalam hal suatu RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan presiden tidak disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari sejak RUU disetujui, RUU tersebut sah (otomatis) menjadi UU dan wajib diundangkan.”       

Halaman Selanjutnya:
Tags: