Dinilai Anti Kritik, Ketua DPR: Sama Saja DPR Bunuh Diri
Berita

Dinilai Anti Kritik, Ketua DPR: Sama Saja DPR Bunuh Diri

Kritik publik tidak termasuk kategori merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR. Hanya yang mengandung unsur penghinaan dan kebencian yang masuk kategori merendahkan kehormatan terkait tugas kelembagaan, bukan pribadi.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Ancaman pidana terhadap semua elemen masyarakat yang merendahkan kehormatan DPR atau anggotanya yang termuat dalam UU Perubahan Kedua UU MD3 masih terus menjadi perbincangan publik. Bahkan, beberapa elemen masyarakat sudah melayangkan judicial review atas tiga pasal yakni Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k, Pasal 245 ayat (1) UU yang belum bernomor ini. Sebab, melalui UU yang baru disahkan itu, DPR diniai sebagai lembaga yang antikritik dan tidak pro demokrasi.      

 

Ketua DPR Bambang Soesatyo membantah kalau lembaga yang dipimpinnya seolah antikritik. Menurutnya, di alam demokrasi seperti sekarang ini justru lembaga legislatif membutuhkan kritik dari publik, bahkan kecaman sekalipun. Kritik ini justru upaya pengawasan masyarakat demi perbaikan lembaga legislatif ke depannya.    

 

“Bila ada pandangan yang menuding isi revisi UU MD3 antikritik dan mengancam kebebasan pers, sama halnya DPR membunuh dirinya sendiri,” ujar Bambang Soesatyo, Jum’at (23/2/2018). Baca Juga: Bila Tolak Teken UU MD3, Cermin Buruknya Legislasi Pemerintahan Jokowi  

 

Dia menilai praktik demokrasi saat ini belakangan semakin kebablasan. Tak hanya norma hukum hukum yang dilanggar, tetapi juga tidak mengindahkan etika yang berlaku dalam bermasyarakat ketika menyampaikan kritik. Sebab, tak jarang kritik dibumbui dengan penghinaan, fitnah hingga ujaran kebencian. “Ini kalau dibiarkan justru akan merusak sendi-sendi demokrasi itu sendiri,” kata pria akrab disapa Bamsoet ini.

 

Politisi Partai Golkar itu melanjutkan apabila publik merasa revisi UU MD3 ini berpotensi mengancam kebebasan berpendapat dapat mempersoalkan pasal-pasal dalam UU MD3 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi menurutnya, tak ada pasal yang menakutkan dalam UU MD3, termasuk Pasal 73 ayat (3) dan ayat (4) huruf a dan c, Pasal 122 huruf k, Pasal 245 ayat (1) sekalipun

 

Misalnya, Pasal 73 memberi kewenangan pimpinan DPR untuk meminta bantuan polisi untuk memanggil paksa siapa saja termasuk badan hukum/pejabat negara yang mangkir memenuhi panggilan lembaga legislatif ini. Bagi Bamsoet, tujuan norma itu agar dapat memperlancar tupoksi semua alat kelengkapan dewan. “Meski demikian, pasal tersebut masih dapat diperdebatkan melalui forum uji materi di MK,” kata dia.  

 

Pasal 122 huruf k ini yang memang menuai kritik pedas dari masyarakat. Sebab, memberi kewenangan MKD untuk mengambil langkah hukum terhadap siapa saja yang merendahkan kehormatan lembaga dan anggota DPR. “Tetapi, kritik publik jelas-jelas tidak termasuk di dalam apa yang dimaksud dengan merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR,” dalihnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait